Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Kejaksaan Agung
MEMBACA dan mencermati artikel hukum di majalah Tempo edisi 16-22 Oktober 2023 halaman 62 berjudul “Salah Kaprah Keadilan Restoratif”, kami mengajukan hak jawab. Menurut kami, narasi dalam artikel tersebut tidak berimbang dan berpotensi menyesatkan masyarakat dan pembaca sehingga dapat merugikan institusi Kejaksaan Agung, terutama pada pernyataan bahwa Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menemukan restorative justice atau keadilan restoratif kerap merugikan korban. Diduga ada penyimpangan di kepolisian dan kejaksaan. Kalimat berikutnya menyebutkan ihwal pengusutan kasus pelecehan seksual yang dialami Fira—bukan nama sebenarnya—di Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. Paragraf ini membuat kejaksaan terkesan berperan dalam penerapan keadilan restoratif terhadap perkara yang dimaksud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Majalah Tempo sepatutnya menuliskan narasi berimbang dalam memahami penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan membaca secara utuh Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai ulasan penanganan 25 kasus di kejaksaan yang diteliti oleh Komnas Perempuan, terdapat grafik kekerasan dalam rumah tangga dan penganiayaan. Menurut kami, majalah Tempo tidak melakukan cover both side untuk memastikan alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Untuk diketahui, dalam penanganan delapan kasus kekerasan dalam rumah tangga serta enam perkara penganiayaan tersebut, tidak ada satu pun yang berkualifikasi pelecehan seksual.
Artikel tersebut mengandung substansi isi yang tidak sesuai dengan judul sehingga dapat menimbulkan kebingungan dan disinformasi bagi pembaca. Sebab, sejatinya kejaksaan telah menetapkan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif secara patut dan memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Kejaksaan juga telah mempublikasikan secara transparan hasil ekspose perkara proses keadilan restoratif melalui siaran pers yang disebarluaskan di situs kejaksaan, media sosial Instagram dan Twitter, serta grup WhatsApp yang beranggotakan para jurnalis media massa, termasuk Tempo.
Kami sampaikan data terbaru penanganan perkara yang disetujui penuntutannya dihentikan melalui keadilan restoratif oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum per 16 Oktober 2023, yaitu total 3.966 perkara. Sampai saat ini belum ada protes atau keberatan terhadap proses penghentian melalui mekanisme keadilan restoratif tersebut. Hal itu terjadi karena korban selalu dilibatkan dalam proses penyelesaian dengan mengutamakan kepentingan korban. Pemberian restitusi atau kompensasi bagi korban menjadi fokus utama.
Ketut Sumedana
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung
Petugas Satpam Kantor PKS
PADA 17 Oktober 2023, pukul 20.00 WIB, saya berangkat dari Tasikmalaya, Jawa Barat, menuju Jakarta menggunakan bus dan sampai di Jakarta pukul 04.00 WIB dengan tujuan utama kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. Karena tidak punya saudara, saya beristirahat di masjid sekitar Terminal Kampung Rambutan sampai pukul 05.30 WIB. Kira-kira pukul 06.00, dengan menggunakan ojek saya menuju kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera dan sampai di sana pukul 06.30 WIB.
Saya datang ke kantor PKS untuk menindaklanjuti surat saya berupa karya tulis yang berjudul “Pembangunan Sumber Daya Manusia, Menyapu Hamparan Mimpi untuk Menjadi Bukti dan Bukan Basa-basi” yang dikirim pada 8 Oktober lalu dan sampai 17 Oktober lalu belum ada konfirmasi. Karya tulis tersebut memuat kurang-lebih 50 item berupa usul dan saran dalam pembangunan sumber daya manusia.
Pada pukul 07.00 WIB, saya bertanya kepada dua petugas satuan pengamanan. Jam berapa biasanya para petugas, termasuk petugas administrasi, hadir? Kedua petugas satpam tersebut menjawab para petugas datang pada pukul 08.00 atau 09.00. Ketika saya sedang mengobrol dengan kedua petugas keamanan tersebut, datang kepala satpam yang dengan ketus dan kurang bersahabat menanyakan maksud kedatangan saya. Saya sampai-sampai mengingatkan bahwa anggota dan simpatisan PKS selalu bersikap santun dan ramah serta siap membantu orang-orang yang memerlukannya. Akhirnya dia pergi dengan tidak mengucapkan satu pun kata.
Pada pukul 07.30 WIB, saya bertanya lagi kepada dua petugas satpam pengganti dengan pertanyaan yang sama karena saya melihat para karyawan sudah berdatangan. Mereka menjawab para petugas di sini, termasuk petugas administrasi, biasanya datang sekitar pukul 11.00 atau bakda zuhur atau malam. Selanjutnya, petugas satpam lain mengatakan, kalaupun pihak mereka merima karya tulis yang saya buat, tulisan itu belum tentu akan ditindaklanjuti lantaran sudah terlambat.
Sekitar pukul 09.00, saya memohon kepada dua petugas satpam agar mau menerima fotokopi karya tulis yang saya buat dengan bukti penerimaan, walaupun dalam secarik kertas. Mereka awalnya menolak, tapi pada akhirnya menerimanya walau tanpa bukti penerimaan.
Saya duduk di pos satpam hampir tiga jam tanpa diberi kesempatan bertemu dengan siapa pun, termasuk resepsionis. Berbeda dengan petugas DPP partai lain ketika ada yang bertamu, apalagi datang dari daerah, mereka biasanya menyambut dengan baik dan mempersilakan untuk beristirahat dan mandi, bahkan sampai menyiapkan sarapan. Apakah yang mereka lakukan kepada saya merupakan prosedur standar? Padahal saya sudah menyampaikan bahwa saya adalah simpatisan PKS sejak 1998.
H. Syamsul Ma’arif
Tasikmalaya, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo