Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Golkar dianggap menjebloskan bangsa ini dalam krisis berat. Toh, Akbar Tandjung, ketua umumnya, tetap merasa tak perlu meminta maaf kepada rakyat. Tak jelas alasannya. Tapi banyak yang menuding Golkar terlalu arogan dan keras kepala. Dan itu bukan kampanye bagus untuk pemilu mendatang.
Mayoritas responden jajak pendapat TEMPO percaya bahwa citra buruk masa lalu belum bisa dilupakan walaupun sekarang partai itu sudah berganti merek. Setelah 32 tahun menjadi tulang punggung pemerintahan Soeharto, partai ini dianggap tidak akan pernah menjadi lembaga yang independen dan memperjuangkan nasib pemilihnya secara sungguh-sungguh.
Hampir tiga perempat responden tidak percaya bahwa organisasi ini bisa serta-merta mandiri meski telah menjadi partai. "Soeharto sudah jatuh, tapi sistem yang dibangunnya tidak. Golkar adalah bagian dari sistem itu," alasan Gunadi, seorang responden yang tinggal di Kalimalang, Jakarta Timur.
Terhadap empat pertanyaan yang mengevaluasi sepak terjang Golkar selama ini, hampir semua responden memberi penilaian negatif. Partai yang dipimpin Menteri Sekretaris Negara Akbar Tandjung ini dianggap hanya perpanjangan tangan pemerintah. Kemenangan mereka di pemilu-pemilu yang lalu dituding diraih dengan cara yang tidak halal. Ia, misalnya, telah memaksakan monoloyalitas pegawai negeri kepada Golkar untuk mendongkrak perolehan suara.
Bahkan, terhadap pernyataan apakah Golkar berperan terhadap kebangkrutan Indonesia selama ini, lebih dari 80 persen responden menjawab setuju.
Melihat fakta-fakta itu, sulit memang mengharap Golkar bisa sedigdaya seperti ketika seluruh infrastruktur Orde Baru dikerahkan untuk menunjang batang Pohon Beringin ini.
Jika prediksi jajak pendapat ini bisa mewakili kenyataan, inilah gambaran suramnya masa depan sebuah partai yang hampir ambruk, lalu mencoba bangkit kembali tapi tak ada tempat lagi di hati rakyat.
Namun, apakah betul rakyat benar-benar patah arang? Tidak juga. Peluang Golkar tetap ada. Syaratnya, Golkar harus merombak habis citranya. Sebagian besar responden menganjurkan agar partai yang bermakas di Slipi itu "disiangi" dari pengurus yang terkait dengan rezim Orde Baru.
Di sinilah sulitnya. Selama puluhan tahun Golkar telah tumbuh sebagai pohon besar, menjadi tempat banyak orang bergelayut. Sehingga, menurut Sjamsuddin Haris dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kalaupun ingin dibersihkan, itu bukan kerja yang gampang. Sebab, Golkar tak mudah menerima "orang-orang bersih" dari luar karena pasti "si bersih" tadi akan memporak-porandakan kepentingan tokoh-tokoh Golkar selama ini. "Golkar telah menjadi vested interest elite politik Golkar sendiri," ujar Haris. Artinya, kepengurusan Golkar dianggap sebagai singgasana yang mahal, berpengaruh, dan harus dipertahankan?dengan cara apa pun dan berapa pun ongkosnya.
Arif Zulkifli
Metodologi Jajak Pendapat
Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 503 responden di 25 kelurahan di lima wilayah DKI pada 12-18 Oktober 1998. Dengan jumlah responden tersebut tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multi stages sampling) dengan unit analisa kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.
INFO GRAFIS Penilaian Terhadap Golkar selama ini  | Setuju | Tidak setuju | Golkar adalah perpanjangan tangan pemerintah | 88% | 11% | Golkar menggunakan militer dan birokrasi untuk meraih dukungan masyarakat | 86% | 13% | Golkar gagal menyalurkan aspirasi masyarakat | 85% | 15% | Golkar turut berperan terhadap kebangkrutan Indonesia saat ini | 80% | 18%
| Perubahan Golkar menjadi partai bisa menjadikan Golkar lebih independen Tidak setuju | : | 73% | Setuju | : | 26%
| Akan memilih Golkar jika pemilu diadakan Ya | : | 10% | Tidak | : | 73% | Tidak menjawab | : | 17%
| Apa yang harus dilakukan Golkar untuk memperbaiki citranya? Membersihkan kepengurusan Golkar dari orang yang terkait dengan rezim Soeharto | : | 80% * | Memilih pemimpin baru yang bebas dari pengaruh rezim Soeharto | : | 65% | Melepaskan diri dari keterkaitan dengan militer dan birokrasi | : | 49% | Lain-lain | : | 11%
| |
* :responden boleh memilih lebih dari satu jawaban
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo