Tulisan ini berangkat dari sebuah keprihatinan akan kurangnya kepedulian masyarakat pada keberadaan dan perkembangan pecahan rupiah di masyarakat. Sebaiknya, Pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia, perlu melihat kembali keberadaan uang logam pecahan Rp 100 yang beredar di masyarakat. Ada kesan, seakan-akan percuma bila Pemerintah menerbitkan pecahan logam dan kertas sekaligus. Soalnya, pecahan kembar itu memberikan gambaran ketidakefisienan pada rupiah. Apa pun alasannya, uang kertas pecahan Rp 100 lebih praktis bila dibandingkan dengan pecahan logamnya. Harus diakui, dari segi pengadaannya, pecahan logam tersebut dirasakan semakin kurang menguntungkan. Berangkat dari semua itu, tidaklah berlebihan jika Bank Indonesia mempertimbangkan kembali keberadaan logam uang pecahan Rp 100 dalam masyarakat. Apakah tidak lebih baik, semua pecahan uang logam diganti kertas. Atau, pecahan uang logam itu dilebur kembali dan dibentuk ulang menjadi pecahan logam lainnya, yang lebih memperhatikan keseimbangan bobot intrinsik dan bobot nominalnya. Misalnya, pecahan logam Rp 250. Dan tentunya, tanpa mengubah jumlah rupiah yang beredar di masyarakat. Kemudian pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerbitkan pecahan baru Rp 10 ribu, menggantikan pecahan lama yang saat ini masih beredar di masyarakat. Kehadiran pecahan baru itu diharapkan menjadi langkah awal yang sangat strategis bagi pemerintah untuk mengevaluasi kembali terhadap segala perkem- bangan rupiah di masyarakat. Dan sangat tepat jika pecahan Rp 10 ribu ini harus dijadikan patokan di antara semua pecahan rupiah, mengingat pecahan ini banyak beredar dan sering dlgunakan di masyarakat. FRANS P. SURIPATTY Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini