Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Ahli Geologi AS: Ini Likuifaksi Paling Menyeramkan

Likuifaksi terjadi karena sendimen yang kaya air terguncang hebat oleh gempa.

3 Oktober 2018 | 15.44 WIB

Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 SR dan fenomena likuifaksi pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Oktober 2018. Petobo merupakan kawasan yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempa. ANTARA/Muhammad Adimaja
Perbesar
Kondisi bangunan dan jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 SR dan fenomena likuifaksi pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa, 2 Oktober 2018. Petobo merupakan kawasan yang mengalami kerusakan paling parah akibat gempa. ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa likuifaksi yang terjadi di Kabupaten Sigi dan Palu sesaat setelah gempa magnitudo 7,4 menggoncang timur laut Donggala pada Jumat, 28 September 2018, dianggap cukup menyeramkan.

Baca: Kampung Petobo Hilang, LIPI: Ciri Rawan Likuifaksi Sulit Dilihat
Baca: Kota di AS, Jepang, Selandia Baru Juga Pernah Alami Likuifaksi
Baca: LAPAN Upayakan Citra Satelit Resolusi Tinggi Likuifaksi Donggala

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Itu adalah contoh likuifaksi yang paling menyeramkan yang pernah saya lihat. Banyak suara-suara aneh terdengar," kata ahli geologi dari Saint Louis University John Encarnacion menanggapi video-video peristiwa likuifaksi yang terjadi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu kepada Antara, Rabu, 3 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada awalnya justru ia sempat berpikir peristiwa di dalam salah satu video yang sempat viral di media sosial tersebut adalah tsunami.

Ia menduga seluruh kawasan di dalam video tersebut berada di atas endapan lumpur dan pasir dari pesisir atau sungai yang tidak terkonsolidasi dan jenuh dalam air. Ketika material itu terguncang oleh gempa bumi maka "mencair".

Usia endapan pasir dan lumpur tersebut, menurut perkiraannya dapat mencapai ribuan hingga puluhan ribu tabun.

"(Usia) itu sangat muda dan tidak cukup waktu untuk berubah menjadi batu. (Likuifaksi) ini sebenarnya adalah situasi yang sama terjadi di banyak wilayah pesisir," ujar dia.

Saat ditanya antara kaitan likuifaksi dan tsunami, ia mengatakan mereka adalah dua fenomena yang berbeda. Tsunami dimulai karena permukaan laut terganggu, baik oleh gerakan patahan atau tanah longsor di bawah laut. Sedangkan likuifaksi terjadi karena sendimen yang kaya air terguncang hebat oleh gempa.

Sebelumnya diberitakan bahwa sejumlah lokasi di Kota Palu dan Sigi mengalami fenomena likuifaksi pascagempa 7.4 Skala Richter (SR). Tidak hanya rumah yang "tertelan", tetapi juga sebagian penduduk yang tinggal di atasnya.

ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus