Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Akan Ada Metanol dari bunyu

Proyek pembangunan metanol di p. bunyu, kal-tim, diserahkan kepada perusahaan lurgi gesselschaften dari jerman barat. dua proses pembuatan metanol, proses lurgi & proses ici, mempunyai prinsip yang sama.(ilt)

3 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM proses penyedotan minyak bumi, sering terdapat gas ikutan. Dulu gas ini selalu dibakar, dianggap tak berguna. Sekarang disadari bahwa gas ikutan itu punya potensi ekonomis. Misalnya, di Pulau Bunyu, ladang minyak sebelah utara Tarakan, Kalimantan Timur, yang diolah Pertamina, gas itu kini dicalonkan sebagai bahan baku untuk pembuatan metanol. Proyek ini mendapat prioritas dalam Repelita III. Direncanakan kapasitasnya 1.000 ton metanol sehari. Menteri Pertambangan dan Energi, Soebroto, mengungkapkan bahwa pembangunannya diserahkan kepada perusahaan Lurgi Gesselschaften dari Jerman Barat. Perusahaan itu menggunakan proses pembuatan metanol yang dikenal sebagai proses Lurgi. Dalam penilaian pemerintah Indonesia, proses Lurgi ini lebih unggul dibanding proses ICI yang pernah ditawarkan oleh Davy International Gas & Power Company dari Inggris. Metanol merupakan bahan baku penting bagi industri petrokimia. Hampir separuh produksi metanol di dunia dijadikan formaldehida yang -- bila direaksikan dengan fenol, urea atau melamina -- menghasilkan berbagai damar sintetis untuk perekat. Dengannya dibuat pula berbagai jenis pelarut dan serat sintetis seperti poliester dan polivinilasetat. Juga metanol punya potensi penting sebagai bahan bakar langsung atau diubah menjadi bensin. Dua proses pembuatan metanol yang kini menonjol di dunia. Yaitu proses Lurgi, yang dikembangkan di Jerman Barat dan proses ICI (Imperial Chemical Industries) yang dikembangkan di Inggris. "Pada prinsipnya kedua proses itu sama," ujar Prof. Dr. Ir. Andreas Kho, Gurubesar Ilmu Kimia di ITB. Ia juga mengetuai suatu tim yang menilai proyek metanol di Bunyu itu. Sejak tahun 60-an, proses sintesis metanol dengan uap air (steam) bertekanan tinggi diganti dengan proses bertekanan rendah. Dalam tahap pertama proses itu, gas alam direaksikan dengan uap air hingga menghasilkan gas sintesis (CO2H2). Ini direaksikan lagi dalam sebuah reaktor dengan uap air bertekanan 40 sampai 100 atmosfir dan zat katalis berdasarkan tembaga. Gas sintesis itu kemudian berubah menjadi metanol (CH30H). Hasil reaksi itu mengandung sekitar 5-6% metanol yang dipisahkan dengan cara kondensasi. Sisa gas yang belum bersintesa, dikembalikan lagi ke dalam reaktor, mengulang proses tadi, Karena kedua proses pada dasarnya sama, jelas yang dipilih proses yang paling efisien, "yang menggunakan paling sedikit gas alam per ton metanol," jelas Prof. Kho. Menurut N.S. Maggs dari Davy International, dilihat dari jumlah gas alam yang dipakai untuk membuat metanol, efisiensi kedua proses itu hampir sebanding. Meski ia membenarkan bahwa Lurgi menawarkan suatu proses yang lebih efisien, dinilainya kurang beralasan untuk menggunakan suatu proses berefisiensi tinggi yang harganya jelas juga tinggi. "Gas alam di Bunyu relatif murah," ujar Maggs. "Tidak ada alasan ekonomis untuk mendirikan proyek berefisiensi tinggi yang mahal." Cukup Berharga Prof. Kho menyanggah. "Kalau dibandingkan dengan reaktor ICI yang digunakan Davy, reaktor Lurgi memang lebih mahal," ujarnya. Tapi justru karena disain reaktor Lurgi lebih "rumit", kompresor dan peralatan lainnya lebih kecil dan sedikit. "Karena itu secara keseluruhan kedua proses itu sama harganya. Ini yang terpenting." Menurut Kho, harga pabrik masing-masing yang ditawarkan itu berkisar US$ 225 juta (Rp 140,6 milyar) sampai US$ 230 juta (Rp 143,7 milyar). "Jadi sama! Kalau tidak sama, ada kemungkinan pemerintah juga pikir-pikir." Harga gas alam di Indonesia? "Kalau diperhitungkan nilai kalorinya, ia paling sedikit mesti berharga US$ 4 (Rp 2.500) per satu juta BTU," ujar Kho. Menurut ahli kimia itu, Davy mendasarkan penawarannya atas harga US$ 1 (Rp 625). "Di Amerika sendiri, orang sudah membayar US$ 3« (Rp 2.187,5)." Prof. Kho yakin bahwa harga gas alam pasti bakal naik, karena itu beralasan untuk menggunakan proses yang efisiensinya 5 sampai 7 persen lebih tinggi seperti proses Lurgi. "Itu akan menghemat jutaan dollar US dalam setahun!" Gas alam di Pulau Bunyu selama ini dianggap tak berharga, bahkan selalu dibakar. Mau dibuat LNG, misalnya, jumlahnya terlalu kecil. Namun sebagai bahan baku untuk membuat metanol ia cukup berharga. Apalagi sejak setahun ini, harga metanol di pasaran dunia melonjak dari US$ 80 (Rp 50.000) menjadi US$ 200 (Rp 125.000) per ton. "Kemungkinan ini bisa meningkat lagi mencapai US$ 300 (Rp 187.500)," ujar Kho.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus