Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) menemui Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk membahas perkembangan inovasi peneliti UGM berupa alat pendeteksi Covid-19 bernama GeNose yang beberapa waktu lalu telah dipublikasikan ke publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami membahas perkembangan dari inovasi GeNose atau alat pendeteksi bagi pasien, untuk melihat apakah dia mengidap virus Covid-19 atau tidak. Alat ini sekarang dalam proses untuk uji klinis, uji diagnosis, dan menunggu izin edar dari Kemenkes RI," ujar Rektor UGM Panut Mulyono usai pertemuan di Kantor Gubernur Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin, 12 Oktober 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panut mengatakan pihaknya juga memohon doa restu dan dukungan Sri Sultan agar alat itu bisa cepat beredar di masyarakat setelah segala tahapan ujinya rampung.
Salah satu peneliti GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra, mengatakan saat ini pihaknya sedang dalam persiapan uji diagnosis di sembilan rumah sakit. Bahkan bimbingan teknis untuk uji diagnosis pun sudah berjalan.
"Jika semuanya berjalan lancar, tim peneliti berharap pertengahan November 2020 atau paling tidak di akhir November 2020, proses produksi massal GeNose bisa dimulai," ujarnya.
Dian mengatakan saat ini UGM tengah menanti terbitnya surat kelayakan uji fungsi dari alat itu dan persetujuan dari komite etik sebagai satu syarat produksi massal.
"Tapi setelah (surat kelayakan dan persetujuan komite etik diperoleh) juga masih menunggu. Sebab setelah uji diagnosis, kami juga harus presentasi kepada Kemenkes, apa hasil yang dikeluarkan alat betul-betul akurat, baru Kemenkes RI mengeluarkan izin edar,” ujarnya.
Terkait hambatan dalam proses uji klinis dan uji diagnosis GeNose ini, Dian mengatakan lebih kepada persoalan penyediaan plastik pembungkus udara napas pasien yang akan diujikan.
Saat ini peneliti masih mengandalkan jenis plastik yang dijual di pasaran dengan harga kisaran Rp 40.000-Rp50.000 per plastik. “Tapi sekarang kami ada kerja sama dengan mitra bisnis yang bisa mendesain dan membuat plastik yang sesuai kriteria kami, tapi harganya hanya Rp 10.000 per plastik. Apalagi limbah plastiknya bisa didaur ulang. Tapi sebenarnya ini bukan hambatan yang berarti juga,” ujarnya.
Terkait status kegunaan alat ini, Dian menegaskan, untuk saat ini terlalu dini jika GeNose disebut alat diagnosis. Untuk bisa mencapai standar diagnosis, dari ilmu kedokteran mensyaratkan sebuah alat harus punya akurasi medis, meliputi sensitivitas, spesifisitas, dan positive predictive value yang nilainya harus di atas standar.
“Karena belum ada hasil uji diagnosisnya, kami baru bisa mengatakan posisi alat ini sekarang masih bersifat alat screening mendampingi rapid test dan PCR,” katanya.
GeNose ialah sebuah inovasi yang telah dikembangkan peneliti UGM sebagai alat pendeteksi Covid-19. Alat ini dibekali dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Alat yang dijuluki sebagai teknologi pengendus Covid-19 ini dibuat dapat mendeteksi virus hanya dengan napas pasien.
GeNose diklaim mampu memberi hasil yang lebih cepat dan akurat daripada metode rapid test yang digunakan selama ini. Sedangkan jika dibandingkan dengan tes PCR yang memang dinilai akurat, GeNose juga bisa dikatakan lebih unggul karena PCR masih membutuhkan waktu atau proses pengecekan yang relatif lama dan berbiaya mahal.
GeNose dikembangkan atas kerja sama berbagai disiplin ilmu. GeNose bekerja dengan mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas pasien. Proses kerjanya, yaitu napas pasien yang telah ditampung dalam plastik diindra melalui sensor-sensor, kemudian diolah datanya dengan bantuan AI untuk deteksi dan pengambilan keputusan.
PRIBADI WICAKSONO