Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Sampah antariksa berupa satelit mati, bekas roket peluncur, dan serpihan obyek yang bertabrakan dapat mengancam keberadaan satelit-satelit yang masih aktif di orbit dan berpotensi jatuh menimpa bumi.
Pemerintah Inggris berhasil menggolkan Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang
Beragam upaya untuk mengurangi terbentuknya sampah antariksa baru, di antaranya mencegah terjadinya tabrakan dengan memasang alat pendorong pada satelit agr dapat bermanuver menghindar; menjatuhkan satelit yang masti secara terkendali ke bumi; dan menjari
HARI masih pagi saat telepon seluler Syafrijon, Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Agam, Sumatera Barat, berdering. Penelepon pada Selasa, 18 Juli 2017, itu adalah polisi di Agam yang memberi tahu bahwa ada benda bulat jatuh dari langit di depan Kantor Pos Jorong Kubu, Kabupaten Agam, di pinggir Danau Maninjau. Syafrijon dan timnya bergegas menuju lokasi.
Setibanya di tempat kejadian, tampak sebuah tabung bulat lonjong berdiameter 110 x 55 sentimeter dengan berat sekitar 7,4 kilogram menghunjam jalan aspal sehingga jalan retak. Jatuhnya benda asing itu terjadi sekitar pukul 09.30. “Untung saat itu jalannya sedang kosong. Kalau menimpa orang, akibatnya bisa fatal,” ucap Syafrijon, Selasa, 17 November lalu, mengingat peristiwa tiga tahun lalu tersebut.
Keesokan harinya, 19 Juli 2017, laporan kembali datang soal penemuan lempengan logam dua meter dan lebar 50 sentimeter serta berbobot 5 kilogram jatuh di sawah warga Suliki, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. Menurut Syafrijon, tidak ada saksi mata saat benda itu jatuh. Peristiwa tersebut mungkin terjadi bersamaan dengan kejadian di Maninjau, tapi baru ditemukan keesokan harinya.
Meski terpaut jarak sekitar 30 kilometer, kedua benda itu diidentifikasi Lapan sebagai bekas roket tingkat tiga Chang Zheng-3A (Long March 3A) milik Cina dengan nomor katalog NORAD 31116. Peristiwa di Sumatera Barat itu merupakan kasus sampah luar angkasa yang jatuh ke bumi paling baru di Indonesia. Persoalan sampah antariksa menjadi keprihatinan dunia karena ancaman jatuh ke bumi dan bisa menabrak satelit aktif.
Pemerintah Inggris meluncurkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang “Pengurangan Ancaman Luar Angkasa melalui Norma, Aturan, dan Prinsip Perilaku yang Bertanggung Jawab”, yang disahkan 6 November lalu. Inisiatif itu didukung 150 negara, termasuk Indonesia. “Kami berterima kasih karena Indonesia mendukung resolusi kami. Bersama-sama kita melindungi sistem antariksa yang vital dari ancaman di masa depan,” tutur Kepala Penasihat Sains Inggris Carol Mundell kepada Tempo melalui e-mail, 17 November lalu.
Jumlah satelit dan roket yang berada di luar angkasa memang terus bertambah setiap tahun. “Era satelit dimulai pada 1957 saat satelit eksperimen Rusia Sputnik 1 diluncurkan. Sejak itu peluncuran satelit terus meningkat,” kata Kepala Lapan Thomas Jamaluddin, 16 November lalu. Menurut data Badan Antariksa Uni Eropa (ESA), jumlah roket yang diluncurkan sejak 1957 sebanyak 5.560 dan satelit yang ditempatkan di orbit bumi berjumlah 9.600.
Sampah luar angkasa itu tercipta karena berbagai sebab, dari pecahan bagian roket peluncur, satelit mati, dan pecahan akibat tabrakan. “Ditambah juga sampah yang muncul akibat uji coba penembakan obyek antariksa,” kata Thomas. Ada sejumlah negara yang dilaporkan pernah menembak satelit mereka yang ada di orbit, yaitu Cina, Amerika Serikat, dan India.
Menurut Thomas, sampai saat ini sampah antariksa yang ukurannya lebih dari 10 sentimeter—kira-kira seukuran kepalan tangan—sudah belasan ribu keping yang jatuh. “Ini yang menjadi keprihatinan negara yang mempunyai satelit, karena khawatir satelit aktif mereka akan bertabrakan dengan sampah yang makin banyak,” ujarnya. Menurut perkiraan ESA, jumlah obyek puing di luar angkasa itu ditaksir sekitar 22.300.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo