KESIBUKAN di sekitar telepon belakangan ini tak cuma soal
pulsa. Masih banyak perkara lain. Misalnya, bagaimana melayani
100 ribu calon langganan, yang menunggu giliran penyambungan,
dalam waktu singkat. Sementara itu, penambahan jaringan baru
memerlukan waktu panjang - berhubung dengan pembangunan gedung,
serta penggalian, dan pemasangan kabel. "Pokoknya, sangat
kompleks, terutama untuk kota padat seperti Jakarta," ujar Ir.
M.H. Twigt, manajer divisi telepon publik Philips Development
Corporation.
Melalui ceramahnya di depan Simposium Elektronik Asia tentang
Telekomunikasi dan Komputer dalam Pembangunan Negeri Berkembang,
di Hotel Sahid, Jakarta, pekan lalu Twigt menawarkan sisten dan
produk baru perusa haannya untuk mengatas masalah itu. Sistem
ini diberi nama PRX - semacam pengembangan jaringan darurat
sebelum jaring an telepon permanen di rampungkan di suatu
lokasi.
Alat yang ditawarkan dan bakal didatangkan tahun depan, adalah
PRX/IRT 1500. Alat ini yang berupa peti kemas beroda, berfungsi
sebagai sentral telepon dan bisa dipindah-pindahkan menurut
kepentingannya.
Mampu melayani seribu sampai tiga ribu sambungan, PRX/IRT 1500
hanya membutuhkan waktu empat minggu untuk langsung beroperasi.
Bila sentral permanen sudah berfungsi, gardu beroda itu dengan
mudah ditarik truk untuk melayani daerah lain.
PRX/IRT 1500 dapat menggunakan frekuensi radio hingga tidak ada
masalah pemasangan kabel. "Ia juga tidak memerlukan bangunan
sipil yang rumit," ujar Twigt, bangga. Seluruh sistem sudah
dirakit di pabrik hingga pekerjaan di lapangan tinggal memasang
antena dan instalasi telepon, serta sambungan ke rumah
langganan.
Sebuah antena dapat digunakan oleh 128 langganan. Pengaturannya
dilakukan sentral kecil yang dipasang dekat antena itu. Hubungan
dari langganan ke sentral kecil dilakukan melalui kabel biasa.
Antena yang digunakan pun sederhana: Yogi - yang biasa
melengkapi pesawat televisi. PRX ini menggunakan frekuensi
pengantar sinyal (carrier frequency) 1,5 gigahertz (=
1.500.000.000 cycle/detik). Frekuensi gelombang elektromagnetik
setinggi ini masih termasuk daerah gelombang radio, tapi sudah
jarang dipakai. "Karena itu, kami pilih," ujar Twigt yang
berkebangsaan Belanda itu.
Sentral darurat itu sendiri berukuran panjang 12,3 meter, lebar
2,9 meter, dan tinggi 3,3 meter. Di dalamnya ditempatkan
rangkaian elektronik tersusun pada rak. Di sudut atas dipasang
alat pendingin (AC), untuk melindungi peralatan yang dirancang
mampu bekerja nonstop 24 jam itu.
la tak memerlukan tenaga manusia. Penggunaan komputer
memungkinkan alat ini melaporkan kerusakan yang terjadi.
Pengontrolannya cukup dilakukan melalui telepon. PRX/IRT 1500
juga bisa disambungkan dengan berbagai sistem sentral dari merk
lain. Bahkan dapat dikembangkan untuk sistem lain. Misalnya,
teleks. Hubungan langsung ke satelit Palapa bisa dilakukan
dengan menambah antena dan perlengkapan lain.
Listrik yang dibutuhkannya sekitar 10 kilowat. Daya sebesar ini
bisa dipenuhi jaringan kabel listrik di sekitar lokasi, atau
dengan penggunaan sel matahari. "Di Arab Saudi, hampir semuanya
pakai sel matahari," kata Twigt. Panel sel matahari itu
diletakkan di atap gardu.
Dengan sistem PRX/IRT 1500 ini. Philips merencanakan pemasangan
15 ribu sambungan baru di Jakarta. Harga satu unit PRX/IRT 1
500, menurut Twigt, Rp 2 milyar. Cukup mahal, memang. Namun,
Philips yakin bahwa dari unit ini Perumtel bisa mengutip Rp 50
juta per bulan - belum termasuk uang pangkal. Dan setiap unit
mampu bekerja 25 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini