Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Paten, buat apa?

Hak paten di indonesia belum dilindungi oleh undang-undang. para penemu belum mendapatkan jaminan hukum dari bajakan.(ilt)

5 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AHLI teknologl Indonesia sebenarnya bisa dengan mudah menghindari tuduhan menjiplak ciptaan orang asing. Asalkan mereka rajin membalik-balik dokumen di gedung Paten Indonesia di Tangerang, Jawa Barat. "Dokumen paten bisa dipakai untuk mengecek apakah penemuan itu baru atau tidak," kata David Hughes, pejabat kedubes Amerika Serikat di Jakarta. Pemerintah AS, pekan lalu, menyerahkan 300.000 dokumen paten kepada Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman Nasrun Syahrun. Untuk menghindari "penjiplakan", Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman, membuka koleksinya untuk umum. "Tapi, ilmuwan dan ahli teknologi kita belum banyak memanfaatkannya," ujar Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Harsono Adisumarto. "Padahal kumpulan semacam itu, kecuali sebagai pembanding, juga menjadi pameran teknologi." Dokumen paten yang berisi formula, gambar, dan penemunya itu bisa dipelajari dan dikembangkan lagi menjadi penemuan baru yang lebih sempurna. Bagaimana dengan hak paten di Indonesia? Departemen Kehakiman sudah menyusun Rencana Undang-undang (RUU) Hak Paten. "Salah satu konsep RUU itu ialah siapa yang mendaftarkan lebih dahulu, dialah yang akan memperoleh hak paten," kata Harsono. Hak paten akan berlaku untuk tujuh tahun dan bisa diperpanjang delapan tahun lagi bila benar-benar dilaksanakan. Sampai sekarang para penemu di sini praktis tidak mempunyai hak paten. "Belum ada undang-undang yang melindunginya," kata pengacara kawakan Sudargo Gautama. Mereka hanya diberi kesempatan mendaftarkan saja dan mendapatkan prioritas hak paten bila undang-undangnya disahkan. "Dengan demikian, penjiplakan hanya dianggap kecurangan," katanya. Tapi Todung Mulya Lubis, dosen hukum dagang FH-UI, menganggap Surat Keputusan Menteri Kehakiman 1953 sudah "memberikan" perlindungan hukum bagi seseorang yang mendaftarkan penemuannya. Kini terdaftar sekitar 9.000 paten pada Departemen Kehakiman. "Cuma tidak jelas hak eksklusifnya," kata Mulya lubis. Artinya: pendaftaran itu belum melindungi penemuan yang didaftarkan, sehingga penemunya tak bisa menuntut sanksi tegas bagi peniru. Akibat belum adanya undang-undang hak paten, beberapa penemu Indonesia terpaksa mendaftarkan ciiptaannya di luar negeri. "Dengan demikian, mereka mendapatkan pengakuan," kata Mulya Lubis, "dan kemudian dapat mengadakan perjanjian untuk membuat dan mengembangkan penemuannya itu dengan perusahaan yang berminat." Ini, terutama, penemuan baru dan eksklusif oleh perorangan yang tidak terikat pada suatu perusahaan atau pemerintah. Bagi peroranan yang bekerja pada swasta? Hak paten atas penemuannya menjadi hak sepenuhnya perusahaan itu," kata Mulya Lubis. Pegawai negeri, setelah penemuannya disetujui dan disahkan LIPI, juga mesti menyerahkan hak patennya kepada departemen atau lembaga tempat mereka bekerja. Ternyata, tidak semua penemu eksklusif merasa perlu mendapatkan hak paten. Agus Gussery, perancang mesin pemisah serat jute menjadl serat halus, misalnya, menganggap pendaftaran untuk mendapat hak paten tidak bermanfaat. "Rahasia hak paten di sini tidak terjamin," katanya. "Sekarang didaftar, besok ada orang meniru." Pensiunan RPKAD itu sudah membuat 10 mesin pemisah serat. Agus menyarankan pencipta lebih bai menamankan sendiri penemuannya agar tidak mudah dijiplak. Ia sendiri misalnya menyegel "bagian inti" mesin buatannya. "Kalau mau meniru, berarti mereka mesti menghancurkan seluruh mesin," katanya. Hal sama diungkapkan pula oleh Irwan Tampubolon, pencipta alat pencatat pulsa telepon. "Di Indonesia, biar sudah dipatenkan, tetap saja akan dibajak orang," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus