Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bermula Dari Susu Basi

Cecep sudana, alumni tehnik kimia itb, berhasil memanfaatkan susu basi menjadi minyak gemuk. (ilt)

21 Januari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGAI susu di Pujon, Malang, konon mengilhami Cecep Sudana memulai sesuatu. "Melihat begitu banyak susu dibuang, sejak itu saya mengadakan penelitian," kata alumni Teknik Kimia ITB, 1978, itu. Hasilnya boleh juga: susu basi yang selama ini terbuang, ternyata bisa dijadikan macam-macam. Antara lain, minyak gemuk, bahan pelincir roda atau gigi-geligi berbagai nesin. Dan Cecep, 31, tak sekadar mencoba-coba saja. Sejak akhir Desember lalu, dia mulai memasarkan produk temuannya itu ke Jakarta, rata-rata 200 kg per hari. Minyak gemuk itu diberinya label Black Bird Ring (BBR). "Biar sedikit keren," katanya. Harganya memang sedikit murah, Rp 1.100 per kg, dibandingkan minyak gemuk buatan Korea Selatan yang mencapai Rp 1.300. Modal membikin gemuk dari susu basi itu, menurut Cecep, cuma Rp 995 per kg. Pabriknya di Desa Caringin, Sukabumi, cuma bekas gudang padi KUI) berukuran 8x20 m. Di situ ada empat drum bekas oli, masing-masing berukuran 100 liter, ada ayakan bambu berlapis kain belacu, sebuah kompor tekan, dan beberapa ember plastik. Pekerjanya pun tak lebih dari 10 orang. Tapi, sekarang, ke situlah para peternak yang kecewa - karena susunya tak tertampung pabrik - membuang susu basi. Setiap hari, Cecep menampung lebih dari 1.000 Iiter susu basi dari KUD Caringin, atau dari peternak desa tetangga. Harganya paling tinggi Rp 40 per liter. Pekerjaan yang sangat sederhana ini pun dimulai. Susu basi itu disaring dengan ayakan, sehingga bagian susu yang kental tertahan, dan airnya tertampung di dalam drum. Bagian yang kental itu - yang lazim disebut kepala susu - mengandung casein dan butter fat. Dari 100 liter susu, hanya diperoleh 4 kg kepala susu. Itulah bahan baku minyak gemuk. Kepala susu kemudian dicuci bersih dengan air. Setelah mencapai kadar keasaman yang dikehendaki (pH 4,5) baru dinetralisasikan dengan memberinya sejemis basa organik. Selanjutnya, 4 kg kepala susu itu dicampur dengan 15 kg berbagai bahan kimia yang biasa dipakai membuat minyak gemuk, seperti anti-oksidan, anti-korosi, anti-aus, dan minyak mineral. Pekerjaan selanjutnya adalah mengaduk-aduk campuran itu, mirip memasak dodol, di dalam drum yang dipanaskan dengan kompor tekan bersuhu 150". Setelah 2 jam di atas kompor, kerja ini usailah sudah. Kalau dihitung-hitung, semua proses ini hanya berlangsung selama empat jam. Minyak gemuk berwarna kuning muda itu didinginkan untuk kemudian siap dikemas. Meskipun proses membuatnya begitu sederhana, Cecep Sudana mengatakan bahwa kualitas produknya itu sudah memadai: memenuhi standar minimal SAE (Society of American Engineers). Dari pengujian yang dilakukannya sendiri, minyak gemuk itu belum terurai dalam suhu 210, padahal batas yang ditentukan untuk minyak gemuk cuma 150". Begitu menamatkan kuliahnya, semula Cecep mengajar tekmik kimia di ITS, Surabaya. Ketika di Malang mulai ramai oleh cerita peternak membuang susu basi ke sungai, 1979, lelaki kelahiran Sukabumi ini mulai meneliti susu untuk bahan baku minyak gemuk. Penelitian itu dilakukannya di ITS dan di laboratorium sebuah pabrik spiritus di Mojokerto. Ketika formula baru itu ditemukannya, tahun itu juga dia pulang ke kampungnya, meninggalkan pekerjaan dosen. "Saya mau jadi wiraswasta saja," katanya tegas kepada TEMPO. Karena tak punya modal, dia memulai usaha ini di kampungnya sendiri. "Saya 'kan belum mampu bikin pabrik," katanya. Di sana, dengan istri dan seorang anaknya, Cecep mondok di rumah orangtuanya sambil meneruskan percobaan dengan susu basi ini. Selama ini, minyak gemuk dibikin dari minyak babi, minyak kelapa sawit, berbagai sabun-sabunan lainnya, dan polimer. Masih ada lagi formulanya yang lain dari susu basi, yaitu lem perekat kayu lapis. Tapi itu belum diproduksikannya, "karena belum ada pemesan," katanya. Siti Kami, kepala Balai Penelitian Bahan dan Barang Teknik, Departemen Perindustrian, gembira pada penemuan Cecep itu. Namun, dia ragu apakah produk itu cukup ekonomis kalau nanti dibikin dari susu biasa. "Kasus susu basi sampai dibuang ke sungai itu 'kan temporer," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus