Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data statistik menunjukkan aktivitas kegempaan di wilayah Indonesia memiliki tren meningkat. Bukan hanya gempa dengan beragam kekuatan dan kedalaman yang meningkat, tapi juga jumlah gempa-gempa yang bersifat merusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkap tren itu saat mengumumkan temuan zonasi patahan atau sesar Cugenang penyebab gempa M5,6 di Cianjur dan ratusan gempa susulannya sejak 21 November 2022. Seperti diketahui gempa Cianjur itu sangat merusak dan menyebabkan lebih dari 300 orang meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau dulu tiap tahun terjadi 8-10 kali gempa merusak, sekarang, sejak 2018, bisa terjadi 15-20 kali dalam setahun," kata Daryono daring, Kamis 8 Desember 2022.
Daryono menuturkan, peningkatan tren aktivitas kegempaan dicatat BMKG sejak 2013 dan sempat memuncak pada 2018 yang mencatat lebih dari 11 ribu gempa dalam setahun. Padahal, dia membandingkan, rata-rata aktivitas gempa tahunan sebelumnya sekitar 5.500 kali.
BMKG, kata Daryono, telah memastikan peningkatan jumlah gempa tak terhubung dengan peningkatan jumlah sensor seismik yang disebar di banyak wilayah. Hasil analisis yang dilakukan mendapati tingginya jumlah gempa pada 2018 disumbang jumlah gempa susulan dari gempa Lombok dan Palu.
Kondisi Jembatan Ponulele yang hancur setelah bencana gempa bumi berkekuatan 7,4 SR dan tsunami di kawasan Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 29 September 2018. Gempa dan tsunami yang terjadi di Donggala-Palu pada Jumat sore, 28 September 2018 tersebut, menyebabkan kerusakan besar dan ratusan korban tewas. TEMPO/Muhammad Hidayat
Tapi, ternyata, tren masih berlanjut selepas dua gempa itu. Sepanjang 2020, catatan BMKG menunjukkan jumlah gempa bahkan lebih dari 12 ribu kali. Sempat turun lagi pada 2021, trennya meninggi kembali pada 2022 ini yang telah mencapai 11 ribu kali per Daryono memberikan keterangannya pada Kamis lalu.
Jumlah gempa sepanjang tahun ini masih mungkin bertambah jika melihat beberapa gempa belakangan, seperti gempa Cianjur, diikuti gempa susulan dalam jumlah besar. "Ini adalah data riil yang perlu kami sampaikan, perlu lebih banyak mitigasi, termasuk antisipasi bangunan yang lebih kuat untuk mengurangi risiko," katanya.
Cianjur, Garut, Tasik dan Sukabumi: Kenapa banyak gempa di Jawa Barat?
Dalam kesempatan yang sama, Daryono juga menjelaskan tingkat kerawanan gempa di Jawa Barat. Seperti diketahui, setelah gempa merusak di Cianjur pada 21 November lalu, terjadi rentetan gempa darat lainnya di wilayah Jawa Barat seperti di Garut, Tasikmalaya dan Sukabumi
Daryono menerangkan Jawa Barat dan Pulau Jawa pada umumnya adalah kawasan seismik yang aktif dan kompleks. "Banyak sekali sumber gempa," katanya.
Tangkapan layar yang menunjukkan peta sebaran patahan atau sesar gempa di Jawa Barat dan sebagian Pulau Jawa yang telah diidentifikasi. (BMKG)
Dia merujuk mulai dari zona outerise di sebelah selatan zona subduksi, lalu zona megathrust, zona benioff penghasil gempa intraslab sampai zona retakan atau rekahan penyebab gempa intraplate. Itu belum termasuk gempa kerak dangkal seperti yang terjadi di Cianjur 21 November.
Para penyintas gempa bumi yang melanda Cianjur di Provinsi Jawa Barat mengenang saat-saat mengerikan dari bencana tersebut.
Catatan tersendiri diberikan Daryono untuk gempa intraslab seperti yang mengguncang Garut (M6,1) dan Sukabumi (M5,8) belum lama ini. Gempa dari kedalaman di bawah zona megathrust ini--patahan yang terjadi karena lempeng Australia yang terus menghunjam di bawah Pulau Jawa--berpotensi menimbulkan guncangan yang sangat kuat.
"Guncangan atau ground motion lebih kuat daripada gempa-gempa magnitudo sekelasnya dari sumber lain, dari zona megathrust sekalipun," katanya sambil menambahkan gempa intraslab paling merusak dicatat terjadi pada 2009 di Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Sedang gempa di Garut dan Sukabumi disyukuri Daryono berasal dari kedalaman di atas 100 kilometer sehingga tidak memberi dampak guncangan kuat. "Juga tidak menimbulkan tsunami karena tidak mampu mengganggu kolom permukaan air laut."
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.