Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Video tentang seorang perempuan dengan suatu gejala yang diduga merupakan autoimun sempat viral di media sosial Instagram. Video yang juga ditampilkan oleh akun Instagram Biotek Farmasi itu menampilkan seorang perempuan dengan bibir kehitaman dan pecah-pecah, membuatnya kesulitan menelan makanan dan minuman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Unggahan tersebut dibagikan lebih dari 30 ribu pengguna Instagram. Di akun Biotek Farmasi, video itu mendapat lebih dari 6.800 komentar. Sebagian besarnya adalah pertanyaan ihwal penyakit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilik asli video tersebut, yang belakangan diketahui bernama Afina Syifa Biladina, mengklarifikasi bahwa penyakit itu bukan imbas autoimun, melainkan karena sindrom Stevens-Johnson.
"Banyak yang menanyakan bagaimana rasa penyakitku ini, kalau makan harus pelan-pelan dan bibirnya dilap tisu karena berdarah. Bukan hanya bibirku saja, tapi dalam lidah aku juga begini kondisinya (melepuh dan kulit luarnya mengeras)," katanya, dilansir dari unggahan Biotek Farmasi, Rabu, 14 Agustus 2024.
Melalui kolom komentar di akun Biotek Farmasi, Afina meminta para warganet tidak mengkaitkan penyakitnya dengan jenis gejala lain, seperti HIV atau sejenisnya. Bila ditelusuri dari akun Instagra, pribadi Afina, yaitu @afinasyf, terlihat bahwa perempuan ini sudah mengidap sindrom Steven Johnson sejak 2022, terpantau dari arsip Instagram Story yang dibagikannya. Tampak kulit wajah dan tangan Afina mengelupas, hampir menyerupai cacar air.
Mirip Namun Bukan Autoimun
Pengamat kesehatan masyarakat dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan sindrom yang dialami Afina mirip autoimun, namun berbeda dari sisi penyebabnya. Autoimun merupakan gangguan karena lemahnya sel dan daya tahan tubuh, sedangkan sindrom Steven-Johnson muncul karena reaksi tubuh terhadap obat-obatan alias semacam alergi.
"Dua penyakit ini berbeda, namun keduanya tidak menular sama sekali," kata Dicky saat dihubungi Tempo, Rabu, 14 Agustus 2024.
Epidemiolog ini menyebut autoimun maupun sindrom Steven-Johnson sama-sama jarang terjadi di Indonesia. Sindrom Steven-Johnson rentan menyasar individu yang sering memakai obat tanpa resep dokter. "Makanya perlu diingat untuk selalu waspada ketika mengkonsumsi obat-obatan tanpa resep dokter," tutur Dicky.
Dicky mengimbau masyarakat Indonesia tidak terburu-buru mengambil kesimpulan mengenai jenis suatu penyakit. Menurut dia, perlu resep dokter dan analisis ilmiah untuk mampu mendiagnosa penyakit yang didiagnosa seseorang.
"Tidak semua gangguan aneh pada tubuh itu karena autoimun, bisa saja karena penyakit lain,” kata Dicky. “Perlu konsultasi kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya.”
Pilihan Editor: Guru SLB Bisa Dapat Beasiswa ke Australia, Ini Syaratnya