Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Cip Kecil 'Hidung Digital'

5 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika belajar hingga ke Negeri Cina belum cukup, belajarlah juga kepada binatang. Itulah yang dilakukan Dr Andrew Koehl. Ahli penemu teknologi mikrocip pengukur spektrum ini mempelajari kemungkinan membuat keping mikro yang berkemampuan "mengendus" berbagai macam penyakit melalui napas seseorang. Cip itu akan memiliki kemampuan menemukan gelombang yang tepat sehingga dapat mendeteksi penyakit.

Anjing dan kucing sudah lama diketahui memiliki indra penciuman yang sangat sensitif. Binatang peliharaan ini bahkan bisa dilatih untuk mengidentifikasi zat kimia yang bergejolak (volatile) dari penyakit manusia. Bahkan ada anjing dan kucing yang dilatih mendeteksi serangan epilepsi dan kanker.

Menurut Koehl, teknologi cip pengukur spektrum itu sangat mungkin berkembang sebagai "pencium" penyakit. Sensor dari cip—yang tak lebih besar daripada uang logam yang terkecil—bekerja dengan cara menciptakan spektrum jenis-jenis zat kimia di udara. Cip itu mampu mengidentifikasi jenis zat kimia tersebut. Jika sensor ditata dan dikalibrasikan pada level tertentu, alarm pun berbunyi. Jadi bila si "hidung digital" mencium jenis bau tertentu—teridentifikasi terkait dengan penyakit—ia akan memberi peringatan. "Kita dapat melakukan deteksi per miliar level," Koehl menjelaskan. "Ibaratnya, seperti satu tetes air di kolam renang ukuran Olimpiade."

Koehl mengembangkan penelitian "hidung digital" di laboratorium Universitas Cambridge, Inggris, dan sekarang sedang dikembangkan untuk kebutuhan komersial oleh perusahaan Owlstone. Perusahaan minyak BP dan Shell serta Coca-Cola sudah menggunakan teknologi sensor seperti ini. Namun tujuan utama Koehl mengembangkan cip ini adalah agar mampu mendeteksi penyakit dari bau napas seseorang.

Teknologi canggih pengendus ini sebenarnya sudah digunakan di bidang militer dan pertahanan. Cip mampu mendeteksi zat-zat berbahaya yang bisa menimbulkan ledakan dan radiasi serta bahan kimia berbahaya. "Beberapa karya tulis ilmiah telah menyatakan bahwa kita bisa mendeteksi kanker, tuberkulosis, dan asma," kata Koehl.

Ilmuwan lain juga ada yang melakukan upaya seperti Koehl, yaitu dengan menciptakan "e-nose". Tim dari Stony Brook University, The State University of New York, yang dipimpin Perena Gouma, salah satunya. Gouma, profesor di bidang ilmu dan rekayasa material, mengembangkan sensor keramik bersemikonduktor untuk mendeteksi penyakit-penyakit yang ditimbulkan sistem metabolisme. Menurut dia, alat yang sebesar gantungan kunci itu diharapkan bisa masuk tahap uji coba klinis, awal tahun ini.

Sedangkan Koehl ingin mengembangkan "hidung digital"-nya agar bisa menjadi bagian dari perangkat rumah tangga. Maka alat itu juga mampu melakukan tugas lebih "sepele", seperti memperingatkan orang apabila ada makanan yang sudah tidak segar, atau menjadi tolok ukur makanan sudah matang sempurna dalam panggangan. "Kami ingin mencari kemungkinan agar alat ini bisa sekecil mungkin sehingga bisa menjadi bagian dari telepon seluler," ujar Koehl.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus