KOMPOR 16 atau 24 sumbu dipakai oleh banyak orang kota yang
berpenghasilan sedang. Pemakaiannya mungkin menghabiskan hampir
2 liter minyak tanah (kerosin) sehari. Mungkin itu terlalu
boros, menurut Mahdin Ompu Sumurung Tobing.
Mos (begitu singkatan namanya) baru saja berhasil menciptakan
sebuah kompor tanpa sumbu. Semburan apinya yang kebiru-biruan
mirip api kompor listrik atau elpiji. Bila seseorang memakainya
untuk memasak sekitar 5 jam sehari, maka minyak yang terpakai
cuma 1/20 liter -- atau 20 hari per liter. Sungguh hemat. "Ini
berdasarkan hasil percobaan saya," kata penciptanya.
Mos Tobing, seorang kakek lulusan HBS Medan tahun 1925,
melakukan eksperimen sejak pertengahan tahun lalu. Alat dapur
ciptaannya itu -- juga memakai tungku -- sederhana sekali.
Sebagai pengganti sumbu, dia memasang piring besi bergaris
tengah 10 cm. Piring ini dihubungkan dengan sebuah pipa besi
bergaris tengah 1,3 cm yang panjangnya 20 cm. Di tengah dipasang
keran, sedangkan di kepala pipa 1,3 cm yang bertepian dengan
piring tadi dipasang jarum sepuyer petromak. "Jarum sepuyer ini
sebagai pengganti sumbu pada kompor yang 24 sumbu," kata Mos.
Instrumen utama lainnya adalah sebuah tabung, tempat minyak yang
dihubungkan oleh pipa plastik sebesar ibu jari tangan,
panjangnya 1 meter. Pipa plastik ini disambung ke pipa besi yang
memakai kcran tadi. Sedangkan tabung minyak itu terletak
terpisah, bisa digantung di dinding. Tabung (20x16x16 cm) dibuat
dari besi pelat yang tipisnya 1,5 mm. Selintas melihat disain
kompor itu, orang mungkin teringat pada alat infus (jarum
gantung) di rumah sakit.
Kompor itu mudah dihidupkan. Segulungan kain apa saja diletakkan
ke dalam piring yang sudah diisi sedikit minyak lampu. Lalu
dibakar. Kira-kira semenit, panasnya sudah menjalar ke pipa besi
tadi. Keran yang berfungsi sebagai penggas seperti pada petromak
diputar dan dimainkan ke kiri atau ke kanan.
Yang keluar melalui sepuyer berubah jadi gas. Ini terjadi karena
ada pemanasan pada pipa sepuyer tersebut. Maka hematlah
pemakaian bahan bakar minyak.
Tingkat kepanasannya di tungku di atas 125øC, hingga semburan
api jadi kebiru-biruan. Ini api yang baik untuk sebuah kompor.
Untuk air 5 liter, masa mendidihnya hanya 15 menit, dibandingkan
dengan kompor gas biasa sekitar 30 menit.
"Lihat! Apinya berkobar seperti di petromak atau di kompor gas,"
kata kakek berusia 77 tahun itu kepada Bersihar Lubis dari
TEMPO. "Kalau kompor gas harus dipompa dulu baru bereaksi,
kompor saya bereaksi sendiri."
Kompor tersebut terhindar dari risiko ledak. Tabung minyaknya
tak dirambat panas karena dipisahkan pipa plastik yang jaraknya
1 meter. Mematikan apinya gampang: dihembus atau pakai air
seperti pada kompor bersumbu. Keran penyetopnya bisa juga
menghentikan seburan gas minyak dari tabung.
"Kompor ini saya bikin terutama untuk dipakai masyarakat yang
tinggal di kampung atau desa," kata Mos Tobing. Ciptaannya itu
sekarang belum diproduksinya secara massal. Dua bulan lalu dia
mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak patent ke Jakarta,
berikut minta izin dari Departemen Perindustrian. Kalau izin dan
hak patent sudah keluar, katanya, kompor itu akan dilempar ke
pasar dengan harga Rp 15 ribu per buah.
Bengkelnya berada di rumahnya, Jalan Binjai Km 6,5 Medan. Di
situ Mos juga berhasil membikin pompa air yang beratnya cuma 1,5
kg. Sekitar 30 tahun lalu dia pula orang pertama di Medan yang
menciptakan alat penyulingan minyak nilam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini