MULANYA hanya omong-omong santai di lobby Hotel Hilton di
Senayan, Jakarta. "Bagaimana ya kalau kita himpun para praktisi
periklanan dalam satu organisasi," ucap Erie Suhartono,
Direktur PT Meridian Advertising. Dua rekannya, Fachry Muhamad
dari PT Poliyama Advertising dan Henry Saputra dari PT Metro
Advertising, spontan mengangguk. "Okay, mengapa tidak?" ujar
keduanya serempak.
Para pengusaha dan praktisi periklanan yang kebetulan sedang
mengadakan pertemuan di hotel itu pun menerima biikan gagasan
itu. Pertemuan 23 Desmber itu menelurkan tim perumus (11 orang)
yang akan mempersiapkan pembentukan organisasi baru. Maka 5
Februari berdirilah HPPI Himpunan Praktisi Periklanan
Indonesia).
Selama ini sudah ada P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia). Apakah HPPI akan bersaing dengan P3I? Menurut Erie
Suhartono, Ketua Umum HPPI, kedua organisasi itu bisa sejalan.
Kalau P3I menangani segi politisnya, atau segala urusan yang
berkaitan dengan pemerintah alias ke luar, katanya, HPPI
berkonsultasi ke dalam.
Tapi orang teringat pada satu seminar November lalu, yang
menyinggung masalah masuknya periklanan ke bawah wewenang
Departemen Penerangan (Dewan Pers). Tatkala disebut kemungkinan
P3I yang mewakili periklanan di sana, banyak reaksi berkeberatan
muncul. Lebih dari 200 perusahaan periklanan adalah non-P3I.
Sedang P3I baru mampu merangkul sekitar 60-an (TEMPO, 1
Januari). Maka orang mencurigai HPPI suatu buntut ketidaksetuuan
itu.
"Gagasan himpunan itu sebenarnya sudah ada juga dalam pikiran
saya sejak 2 uhun lalu," tukas Fachry Muhamad. Perusahaannya
kebetulan belum jadi anggota P3I karena, katanya, "masih
lihat-lihat, cocok apa tidak. Tapi seminar periklanan itu
mempercepat pembentukan HPPI."
Menurut Fachry, banyak perusahaan periklanan kecil yang
memerlukan wadah lain selain P3I. Kebanyakan enggan selama ini
jadi anggota karena P3I mengutip uang pendaftaran setinggi Rp
100.000 dan iuran bulanan Rp 30 000. Tapi kini kabarnya jumlah
itu diturunkan jadi Rp 50.000 dan Rp 10.000 khusus untuk menarik
anggota baru. Sedang bagi anggota lama iuran bulanan tetap
seperti dulu.
Lebih dari 50 praktisi periklanan menyambut dan kemudian
bergabung dengan HPPI, yang memungut uang pendaftaran Rp 12.500
dan iuran bulanan Rp 2.500. "Munculnya HPPI disebabkan kurang
berfungsinya P3I selama ini," komentar Ahmad S. Adnanputera,
Penasihat Grup Studi Periklanan. Berkata pula Drs. Mohammad
Hatta C.H, anggota direksi PT Gobel Dharma Cipta Yasa, yang
menangani periklanan Grup Gobel: "HPPI bisa menampung semua
praktisi periklanan, tak hanya pemilik perusahaan periklanan
saja." Sedang Drs. B.S. Tedjasendjaja, Direktur PT Benison
Advertising menyambut HPPI bila tak bertujuan mencari fasilitas.
"Kalau organisasi ini bisa meningkatkan jiwa wiraswasta
anggotanya, baru jempolan," katanya.
Baik Hatta maupun Tedjasendjaja juga menganggap organisasi baru
itu bukan tandingan P3I. Tapi siapa nanti mewakili masyarakat
periklanan di Dewan Pers? HPPI atau P3I? "Terserah pemerintah,"
kata Drs. Indra Abidin, Ketua Umum P3I.
Lalu bagaimana reaksi Soekarno, SH, Dirjen PPG (Pembinaan Pers
dan Grafika), Deppen? "Dalam suatu putusan Dewan Pers, P3I
diakui sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili masyarakat
periklanan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini