Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dari "gagasan sinting"

Tim gabungan dari ilmuwan as-eropa, dibawah pimpinan dr. carlo rubbia, berhasil menemukan partikel w, yaitu unsur subatom yang membuktikan teori tentang hubungan gaya elektromagnetis dan gaya lemah. (ilt)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG Amerika terperangah. Seorang ilmuwan mereka sukses memimpin tim penemu "partikel W" di sebuah instalasi nuklir di . . . Eropa. Tak kurang dari penasihat ilmiah Presiden Reagan, Dr. George Keyworth -- yang terutama bertanggung jawab atas banyak pemenggalan anggaran untuk penelitian ilmu dasar di masa lampau -- mulai bersuara lain. "Amerika wajib berupaya merebut kembali kepemimpinannya di bidang fisika energi tinggi," ujarnya bulan lalu di Baltimore, AS. Sejak tahun 1930-an, tampuk pimpinan penelitian ilmu fisika dipegang AS. Ini, terutama, disebabkan waktu itu banyak ilmuwan Eropa terkemuka -- di antaranya Dr. Albert Einstein -- hijrah ke "Dunia Baru" itu. "Kini dikhawatirkan arus ini mulai membalik," ujar Dr. Wolfgang Panofsky, direktur Pemercepat Limier di Universitas Stanford, California beberapa waktu lalu. Panofsky memang pantas bernada pesimistis. Sebuah tim gabungan yang terdiri dari 180 ilmuwan Amerika-Eropa, awal tahun ini meraih sukses gemilang, di bawah pimpinan Dr. Carlo Rubbia, ahli fisika nuklir bangsa Italia yang bekerja di Universitas Harvard, AS. Tim Rubbia itu berhasil menemukan partikel W, unsur subatom yang membuktikan teori tentang hubungan antara gaya elektomagnetis dan gaya lemah, dua dari keempat gaya dasar yang di alam semesta. Untuk itu mereka memanfaatkan instalasi pemercepat partikel atom milik CERN (Consei Europeen pour la Recherche Nucleaire) di perbatasan Swiss dan Prancis. Ilmu pengetahuan semula hanya mengenal dua gaya dasar: gaya berat dan gaya elektromagnetis. Tapi di awal abad ke-20, di kala rahasia inti atom mulai tersingkap, para ahli fisika menyadari bahwa diperlukan dua jenis gaya lagi agar bisa menerangkan ata susun alam semesta. Kedua gaya itu: gaya kuat yang mengikat unsur-unsur inti atom dan gaya lemah yang menyebabkan pelapukan inti atom radioaktif. Masa hidup kedua gaya itu teramat singkat dan efeknya tidak langsung terasa di luar inti atom. Kendati itu, karena semua materi pada hakikatnya terdiri dari atom itu, kedua gaya itu turut membentuk alam semesta. Tapi mengapa empat jenis gaya dasar? Bukankah satu gaya tunggal dengan empat jenis perwujudan tampaknya lebih logis dan lebih memuaskan cita rasa? Maka para ahli fisika dan matematika mulai mencari bukti tentang saling hubungan antara keempat gaya itu serta mekanisme apa yang mengalihkan gaya-gaya itu. Tapi teori kesatuan semesta, yang mempersatukan semua gaya dasar itu, tetap luput dari jangkauan para ilmuwan. Hampir separuh hidupnya, Albert Einstein, pencipta Teori Kenisbian Umum, mengejar impian itu, tanpa hasil. Kegagalannya itu dikemukakannya pada ilmuwan lain. "Agar orang sinting lain jangan buang waktu mengejar gagasan itu," ucapnya berulang kali. Sekitar tahun 1940-an tersusunlah teori kuantum sebagai konsekuensi matematis pengamatan gejala partikel foton. Menurut teori ini, partikel fotonlah yang mengantar gaya elektromagnetis, dan ini memang berulang kali dibuktikan kemudian melalui berbagai eksperimen. Tapi sekaligus ini membuka cakrawala baru. Adakah partikel lain lagi yang mengantar gaya-gaya dasar yang lain ? Tapi di akhir tahun 1960-an para ahli teori ilmu fisika menemukan hubungan antara gaya elektromagnetis dan gaya lemah, yang dinamakan gaya elektro lemah. Teori ini semula dikembangkan Sheldon Glashow awal tahun 1960-an di Universitas Kopenhagen. Ia menjabarkan kehadiran sejumlah partikel "boson vektor perantara" yang kini dikenal sebagai partikel W dan Z. Tapi Glashow tak bisa menentukan masa partikel itu, padahal justru itu teramat penting untuk melacaknya melalui eksperimen ilmiah. Hampir 10 tahun kemudian, dua ahli fisika, tanpa saling berhubungan, mengembangkan teori ini lebih jauh dan bisa meramalkan di mana perlu dicari partikel itu serta memperkirakan caranya secara teoretis. Pertama ialah Dr. Steven Weinberg dari Universitas Harvard di AS dan kedua ialah Dr. Abdus Salam dari Pakistan. Sayangnya hasil kerja mereka sekian lama tak diperhatikan orang. Baru 10 tahun kemudian mulai menjadi perhatian. Tulis Sidney Coleman, seorang ahli fisika dari Universitas Harvard kemudian: "Belum pernah hasil yang begitu gemilang diabaikan kalangan sekian luas." Dari mula Rubbia yakin bahwa partikel W itu bisa dihasilkan dan dikenali melalui cara yang pada prinsipnya sama dengan cara yang digunakan untuk menemukan partikel subatom lain sebelumnya. Seperti dibuktikan Einstein, massa dan energi bisa saling ditukar. Jika dua partikel ditubrukkan, misalnya, energi yang dihasilkan tabrakan itu bisa menjelma menjadi bentuk materi yang baru. Tapi teori meramalkan bahwa partikel W itu sangat berat dengan massanya yang 80 sampai 90 kali massa proton. Tak satu pun pemercepat mampu mencapai tingkat energi yang diperlukan untuk menghasilkan partikel berat itu. Akhirnya, 1976, Rubbia berpaling ke Eropa. Di situ CERN, konsorsium 13 negara Eropa, melakukan sebagian terbesar dari upaya penelitian dasar di bidang fisika nuklir. Instalasi pemercepat partikel CERN itu berada di bawah tanah dan merupakan lingkaran raksasa dengan garis tengah 6,4 km. Dari sebuah lingkaran lebih kecil berkas partikel diluncurkan dari dua arah, hingga beredar dalam lingkaran besar, saling bertubrukan di 8 tempat. Fasilitas ini diubah oleh Rubbia dan timnya hingga memungkinkan menghasilkan partikel antiproton -- lawan dari proton menyimpannya dan kemudian meluncurkannya dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya menemukan berkas proton yang diluncurkan dengan kecepatan yang sama dari arah berlawanan. Tabrakan kedua jenis partikel ini menghasilkan ledakan energi demikian tinggi hingga terwujud bentuk materi baru dan diharapkan partikel W itu. Tahun demi tahun berlalu, penuh kesibukan merancang semua peralatan itu. Mesin untuk menghasilkan antiproton, mempercepatnya, menganalisa setiap tabrakan serta macam lagi. Akhirnya di awal 1982, semua siap. Tapi suatu kecelakaan menyebabkan perbaikan berbulan-bulan hingga baru November lalu pekerjaan persiapan eksperimen pokok bisa dimulai. Eksperimen yang berlangsung selama satu bulan penuh tak menemui kegagalan. "Bisa saja lebih rumit dari yang kita duga," ujar Rubbia kemudian. Ia memang hati-hati. Dan baru, ketika yakin betul tentang hasilnya, Rubbia mengumumkan penemuannya Januari lalu. Dr. Abdus Salam, yang kini berada di Trieste, Italia, angkat topi buat Rubbia yang telah membuktikan kebenaran teorinya. Teorinya itu menghasilkan Hadiah Nobel bagi Abdus Salam, 1979, bersama dengan Sheldon Glashow dan Steven Weinberg. Dr. Salam sendiri tak pernah ragu akan adanya partikel itu. Ia seorang santri dan karena itu yakin akan keindahan dan keseimbangan alam. Partikel itu pasti ada jika yang berlaku keberaturan dan bukan kekacauan dalam alam semesta. Ketika ia menerima Hadiah Nobel di Stockholm, Abdus Salam mengutip sebuah ayat Quran: "Tak terlihat dalam ciptaan Yang Maharahman suatu kejanggalan. Lihatlah lagi, terlihatkah satu pun yang retak? Lihatlah lagi dan lagi. Pandangan itu kembali, letih namun penuh kagum." Bagi Salam, nilai penelitian dasar seperti itu tak ditentukan oleh kemungkinan aplikasinya langsung. "Negara Dunia Ketiga tidak memahami tentang nilai penelitian dasar itu," ujarnya dalam wawancara dengan majalah South bulan lalu. "Selama negara-negara kita masih mendambakan pengalihan teknologi dan bukan pengalihan ilmu, selama itu kita akan tergantung..," sambungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus