TENTARA Birma meneriakkan pekik peperangan lagi terhadap suku
Karen yang berkubu di dekat perbatasan Thailand. "Inilah
serangan terbesar sejak 1949," ujar sebuah sumber di Bangkok,
pekan lalu. Akibat operasi besar-besaran itu sedikitnya 2.000
penduduk suku Karen telah hengkang ke wilayah Thailand.
Sejak Birma merdeka, 1948, suku Karen, yang mendiami wilayah
Birma Tenggara, memang sudah menunjukkan sikap ingin berdiri
sendiri. Mereka menuntut pemerintahan otonom -- yang tidak
pernah diberikan Rangoon. Karena itu mereka mendirikan Kesatuan
Nasional Karen (KNU), dan Tentara Pembebasan Nasional Karen
(KNLA). Diperkirakan mereka mcmiliki 4.000 pejuang bersenjata.
Suku Karen terdiri dari Karen Putih dan Karen Merah. Karen Putih
menghimpun puak Sgaw dan Pwo. Sedang Karen Merah memayungi puak
Bre, Padaung, Yinbauw, dan Zayein. Warga Karen Putih dan Karen
Merah, yang saling bersaing satu sama lain, bertebaran di
kawasan Pegu Yoma, Delta Irawadi, bahkan di perbatasan Thailand.
Kendati demikian, dalam melawan pemerintahan Ne Win, semua puak
itu berlindung di bawah panji-panji Karen. Semua berpandangan
sama dalam melihat langkah-langkah politik yang dijalankan
Rangoon. Karen Putih dan Karen Merah sama-sama tak menyukai
sistem sosialis a la Ne Win. Juga merasa berasal dari ras yang
tinggi -- berbeda dengan orang Birma lainnya. "Karen adalah
Karen," ujar Panglima KNLA Letnan Jenderal Byo Mya.
Suku Karen, yang berjumlah 7% dari 30 juta penduduk Birma,
memang lain sendiri. Mereka memiliki bahasa dan adat-istiadat
sendiri -- konon lebih dekat dengan kebudayaan Thailand. Tapi
dari puak-puak itu hanya Pwo dn Sgaw yang memiliki aksara.
Pemerintah Birma selalu menggenjot suku Karen antara awal dan
akhir musim hujan Mei hingga November. Tahun ini tekanan militer
mereka pusatkan ke Maw Pokay yang dianggap sebagai pusat
pertahanan KNLA. Tapi serangan itu mendapat balasan kuat dari
pasukan bersenjata Karen. Sumber KNLA di Mae Sot, Thailand, yang
terletak 80 km dari Maw Pokay, mengungkapkan bahwa mereka
berhasil mengepung satu kompi tentara Birma dan membunuh 27
orang di antaranya.
Juru bicara KNLA menambahkan mereka juga menangkap sejumlah
serdadu Birma. "Kami akan menyerahkan mereka kepada Palang Merah
Internasional sebagai tawanan perang," katanya. Korban di pihak
KNLA, konon, hanya dua orang tewas dan beberapa luka-luka
ringan.
Serangan tentara Birma ke Maw Pokay membuat ribuan penduduk
sipil Birma dan Karen, sebagian besar perempuan dan anak-anak,
menyeberangi perbatasan. Sampai akhir pekan lampau tercatat
sekitar seribu pengungsi berlindung di Desa Huay Kaloke, dan
beberapa ratus orang lagi tinggal di rumah sanak saudaranya di
Mae Sot -- kedua tempat itu terletak sekitar 420 km dari
Bangkok.
Para pemimpin KNLA meramalkan pertempuran akan meningkat seru.
"Tentara Birma akan melancarkan serangan lebih besar," ujar
Komandan KNLA Mayor Jenderal Thal Maueng kepada wartawan di Mae
Sot. Sumber KNLA yang terlibat pertempuran di Maw Pokay menyebut
satuan yang dikirim Pemerintah Birma berjumlah sekitar 1.400
orang dari kesatuan Divisi ke-44.
Menurut Thal Maueng, motif utama Birma menaklukkan Maw Pokay dan
Kwa Moo Rah lebih bersifat ekonomis ketimbang politis. "Daerah
ini kaya akan sumber minyak," kata Thal. "Itulah sebab utama
Birma ingin merampas daerah ini dari bangsa Karen."
Tapi KNLA, seperti diungkapkan Thal, bertekad mempertahankan
daerah itu. Sumber militer Thailand melaporkan sekitar 300
tentara Karen nampak berperahu menghiliri Sungai Myawadee,
minggu lalu. Mereka diperkirakan dari basis Ban Chapa yang
terletak di seberang Distrik Tha Song Yang, Thailand. Selain itu
dilaporkan pula enam truk serdadu Karen menyusul lewat darat ke
Maw Pokay untuk ikut mempertahankan kubu penting itu.
Melihat situasi gawat itu, Thailand langsung menyiagakan pasukan
di sepanjang perbatasannya dengan Birma. Mereka bahkan
melancarkan operasi dengan nama sandi: Kilat. "Kami tidak ingin
kebagian akibat apa pun juga dari keributan yang sedang terjadi
di Birma," kata seorang pejabat tinggi Thailand.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini