Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Peluru untuk karen

Burma menyerbu pertahanan suku karen di perbatasan thailand. daerah tersebut memiliki sumber minyak. (ln)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTARA Birma meneriakkan pekik peperangan lagi terhadap suku Karen yang berkubu di dekat perbatasan Thailand. "Inilah serangan terbesar sejak 1949," ujar sebuah sumber di Bangkok, pekan lalu. Akibat operasi besar-besaran itu sedikitnya 2.000 penduduk suku Karen telah hengkang ke wilayah Thailand. Sejak Birma merdeka, 1948, suku Karen, yang mendiami wilayah Birma Tenggara, memang sudah menunjukkan sikap ingin berdiri sendiri. Mereka menuntut pemerintahan otonom -- yang tidak pernah diberikan Rangoon. Karena itu mereka mendirikan Kesatuan Nasional Karen (KNU), dan Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA). Diperkirakan mereka mcmiliki 4.000 pejuang bersenjata. Suku Karen terdiri dari Karen Putih dan Karen Merah. Karen Putih menghimpun puak Sgaw dan Pwo. Sedang Karen Merah memayungi puak Bre, Padaung, Yinbauw, dan Zayein. Warga Karen Putih dan Karen Merah, yang saling bersaing satu sama lain, bertebaran di kawasan Pegu Yoma, Delta Irawadi, bahkan di perbatasan Thailand. Kendati demikian, dalam melawan pemerintahan Ne Win, semua puak itu berlindung di bawah panji-panji Karen. Semua berpandangan sama dalam melihat langkah-langkah politik yang dijalankan Rangoon. Karen Putih dan Karen Merah sama-sama tak menyukai sistem sosialis a la Ne Win. Juga merasa berasal dari ras yang tinggi -- berbeda dengan orang Birma lainnya. "Karen adalah Karen," ujar Panglima KNLA Letnan Jenderal Byo Mya. Suku Karen, yang berjumlah 7% dari 30 juta penduduk Birma, memang lain sendiri. Mereka memiliki bahasa dan adat-istiadat sendiri -- konon lebih dekat dengan kebudayaan Thailand. Tapi dari puak-puak itu hanya Pwo dn Sgaw yang memiliki aksara. Pemerintah Birma selalu menggenjot suku Karen antara awal dan akhir musim hujan Mei hingga November. Tahun ini tekanan militer mereka pusatkan ke Maw Pokay yang dianggap sebagai pusat pertahanan KNLA. Tapi serangan itu mendapat balasan kuat dari pasukan bersenjata Karen. Sumber KNLA di Mae Sot, Thailand, yang terletak 80 km dari Maw Pokay, mengungkapkan bahwa mereka berhasil mengepung satu kompi tentara Birma dan membunuh 27 orang di antaranya. Juru bicara KNLA menambahkan mereka juga menangkap sejumlah serdadu Birma. "Kami akan menyerahkan mereka kepada Palang Merah Internasional sebagai tawanan perang," katanya. Korban di pihak KNLA, konon, hanya dua orang tewas dan beberapa luka-luka ringan. Serangan tentara Birma ke Maw Pokay membuat ribuan penduduk sipil Birma dan Karen, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menyeberangi perbatasan. Sampai akhir pekan lampau tercatat sekitar seribu pengungsi berlindung di Desa Huay Kaloke, dan beberapa ratus orang lagi tinggal di rumah sanak saudaranya di Mae Sot -- kedua tempat itu terletak sekitar 420 km dari Bangkok. Para pemimpin KNLA meramalkan pertempuran akan meningkat seru. "Tentara Birma akan melancarkan serangan lebih besar," ujar Komandan KNLA Mayor Jenderal Thal Maueng kepada wartawan di Mae Sot. Sumber KNLA yang terlibat pertempuran di Maw Pokay menyebut satuan yang dikirim Pemerintah Birma berjumlah sekitar 1.400 orang dari kesatuan Divisi ke-44. Menurut Thal Maueng, motif utama Birma menaklukkan Maw Pokay dan Kwa Moo Rah lebih bersifat ekonomis ketimbang politis. "Daerah ini kaya akan sumber minyak," kata Thal. "Itulah sebab utama Birma ingin merampas daerah ini dari bangsa Karen." Tapi KNLA, seperti diungkapkan Thal, bertekad mempertahankan daerah itu. Sumber militer Thailand melaporkan sekitar 300 tentara Karen nampak berperahu menghiliri Sungai Myawadee, minggu lalu. Mereka diperkirakan dari basis Ban Chapa yang terletak di seberang Distrik Tha Song Yang, Thailand. Selain itu dilaporkan pula enam truk serdadu Karen menyusul lewat darat ke Maw Pokay untuk ikut mempertahankan kubu penting itu. Melihat situasi gawat itu, Thailand langsung menyiagakan pasukan di sepanjang perbatasannya dengan Birma. Mereka bahkan melancarkan operasi dengan nama sandi: Kilat. "Kami tidak ingin kebagian akibat apa pun juga dari keributan yang sedang terjadi di Birma," kata seorang pejabat tinggi Thailand.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus