Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Ilmuwan Deteksi Gelombang Gravitasi Raksasa, Bahaya Buat Bumi?

Dalam penemuan gelombang gravitasi raksasa kali ini, pendekatan yang digunakan adalah melacak perubahan jarak antara Bumi dan bintang suar.

3 Juli 2023 | 21.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tabrakan dua lubang balok supermasif memancarkan gelombang gravitasi dalam ilustrasi. (Kredit: Aurore Simonnet untuk Kolaborasi NANOGrav)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang gravitasi kembali terdeteksi dan itu jauh lebih besar daripada sebelumnya. Getaran ruang-waktu pertama dalam sejarah ditemukan pada 2015 menggunakan detektor berbasis darat, tetapi para peneliti baru-baru ini menangkap gelombang Einstein tersebut dengan teknik yang sama sekali berbeda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam penemuan gelombang gravitasi raksasa kali ini, pendekatan yang digunakan adalah melacak perubahan jarak antara Bumi dan bintang suar “pulsar” di lingkungan galaksi Bimasakti. Jarak itu mengungkap bagaimana ruang di antara keduanya diregangkan dan diperas oleh gelombang gravitasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara gelombang gravitasi sebelumnya ditemukan dari tabrakan dua lubang hitam berukuran bintang, sumber yang paling memungkinkan dari penemuan terbaru adalah sinyal gabungan dari banyak pasang lubang hitam yang jauh lebih besar—jutaan hingga miliaran kali massa Matahari—yang perlahan mengorbit satu sama lain di jantung galaksi nan jauh.

Oleh karena itu, gelombang gravitasi raksasa tersebut ribuan kali lebih kuat dan lebih panjang dari yang ditemukan dengan teknik interferometri pada 2015. Panjang gelombangnya mencapai puluhan tahun cahaya, sedangkan di 2015 hanya puluhan atau ratusan kilometer.

Menurut ahli fisika Scott Ransom dari NANOGrav—salah satu dari empat lembaga sains yang berkolaborasi dalam temuan gelombang gravitasi raksasa, Bumi bergoyang karena gelombang gravitasi menyapu galaksi Bimasakti. Ransom menyebut bahwa mereka memang belum benar-benar sampai kata “deteksi”, tetapi itu adalah bukti yang kuat. Para ilmuwan telah melihat petunjuk tentang tanda gelombang gravitasi yang diharapkan, tetapi tanpa kepastian statistik.

Ketika data yang terkumpul sudah dapat mencapai ambang deteksi gelombang gravitasi, Ransom dan kawan-kawan akan bekerja selama 20 tahun ke depan untuk mempelajari latar belakang temuan tersebut. Saat itulah pasukan ahli astrofisika bakal terlibat lebih jauh.

Proses Menangkap Gelombang

Sejumlah kolaborasi mengumpulkan data pulsar selama beberapa dekade dan melaporkan hasil yang serupa: NANOGrav Amerika Utara, European Pulsar Timing Array dengan kontribusi para astronom India, dan Parkes Pulsar Timing Array di Australia. Sementara itu, Chinese Pulsar Timing Array, mengklaim telah menangkap sinyal hanya dalam tiga tahun berkat sensitivitas luar biasa dari Teleskop Aperture Spherical 500-Meter yang dibuka pada 2016 di wilayah Guizhou.

Kelompok lain menggunakan teleskop radio besar untuk memantau pulsar “milidetik”, bintang neutron yang sangat padat yang memuntahkan gelombang radio dari kutub magnetnya. Setiap kali pulsar berputar pada poros, pancaran radionya keluar masuk garis pandang Bumi dan menghasilkan pulsa (denyutan) secara teratur. Pulsar milidetik berputar paling cepat, yakni beberapa ratus kali per detik.

Peneliti kemudian menggunakan data pulsar tersebut sebagai jam. Perubahan kecil dalam waktu kedatangan sinyal pulsar dapat berarti bahwa ruang antara bintang dan Bumi telah diubah oleh gelombang gravitasi.

Pemantauan waktu satu pulsar saja tidak cukup andal untuk mendeteksi gelombang gravitasi, maka setiap kolaborasi biasanya memantau puluhan pulsar. Alhasil, mereka menemukan tanda “kurva Hellings–Downs” yang memprediksi bagaimana korelasi antara beragam pasangan pulsar dengan adanya gelombang gravitasi yang datang dari segala arah. Banyak anggota tim mengaku terpukau ketika melihat hasil tangkapan mereka.

Sejarah Panjang Gelombang Gravitasi

Albert Einstein pertama kali memprediksi gelombang gravitasi pada 1916. Pada 14 September 2015, detektor kembar dari Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory (LIGO) di Louisiana dan Washington State memastikan prediksinya dengan mendeteksi semburan gelombang dari penggabungan dua lubang hitam. Sekumpulan fisikawan telah menangkap gelombang gravitasi dari lusinan peristiwa semacam itu.

Kalau saja sinyal terbaru memang berasal dari gabungan gelombang gravitasi ribuan pasang lubang hitam supermasif di seluruh alam semesta, itu akan menjadi bukti mutlak bahwa beberapa di antaranya memiliki orbit yang cukup rapat untuk menghasilkan gelombang gravitasi terukur. Implikasi utamanya yakni masing-masing pasangan pada akhirnya akan bergabung dan menciptakan semburan seperti yang dilihat oleh LIGO, tetapi dalam skala jauh lebih besar.

Para peneliti berharap bahwa mereka bisa melampaui kurva Hellings–Downs dan melihat sinyal dari biner lubang hitam supermasif individu yang cukup dekat dengan Bimasakti. Kekuatannya cukup besar untuk melihat sumber yang terisolasi. Namun untuk saat ini, asal-usul lain dari gelombang gravitasi raksasa tidak dapat dikesampingkan, termasuk kemungkinan kebisingan sisa gravitasi dari peristiwa Big Bang.

NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM | NATURE.COM

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus