Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kita sering melihat film atau karya lain yang mengimajinasikan tentang kondisi dunia yang serba indah, damai, dan sejahtera. Sebaliknya, kita juga sering melihat film atau karya lain yang mengisahkan hal sebaliknya dimana dunia digambarkan dengan sangat tragis dan mengerikan. Kedua hal ini biasa disebut dengan utopia dan distopia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara etimologi, kata utopia berasal dari bahasa Yunani ‘ou’ yang berarti ‘tidak’, dan ‘topos’ yang berarti tempat. Dilansir dari laman Oxford dictionary, kata utopia secara spesifik menjelaskan tentang tempat imajiner atau negara dimana semuanya berjalan sempurna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahayu dalam artikelnya di repository.unpar.ac.id berjudul “Kota Kreatif: Utopia ataukah Distopia? mengatakan bahwa kata utopia pertama kali digagas oleh Sir Tomas More di tahun 1516. Ia menceritakan tentang sebuah pulau imajiner dengan kesempurnaan sistem hukum, sosial, dan politik.
Pada 1610, istilah utopia menjadi penyebutan untuk setiap tempat yang sempurna. Hal ini juga sudah ada sejak konsep asalnya di mana kita hanya dapat bermimpi tentang realitas yang ideal. Singkatnya, utopia dapat dikatakan sebagai sebutan tentang sebuah tempat, negara, atau kondisi yang ideal sempurna dalam hal politik, hukum, adat istiadat, dan kondisi.
Sebaliknya, distopia diciptakan sebagai antonim atau lawan kata dari utopia yang merujuk pada situasi “membayangkan situasi yang buruk”. Kamus Merriam Webster mengartikan distopia sebagai tempat imajiner dimana orang tidak bahagia dan biasanya takut karena tidak diperlakukan secara adil.
Kata distopia pertama kali digunakan oleh J.S. Mill pada tahun di salah satu pidato parlemennya pada 1869.
NAUFAL RIDHWAN ALY