Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jalan pintas lewat atas

Perumtel akan menyiapkan 2.000 stasiun bumi mikro. akan ditempatkan di 500 kecamatan terpencil di luar pulau jawa. diharapkan isolasi telekomunikasi di daerah terpencil dapat diatasi dengan biaya murah.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG petani di Sulawesi rindu pada anaknya yang bersekolah di Pulau Jawa. Ia pun berjalan ke kantor kecamatan dan mengirim sebuah surat. Lantas . . ., "Sreet . . .," beberapa menit kemudian surat itu sampai di asrama anaknya di Bandung, ribuan kilometer dari kebun cengkih tempat sang ayah tinggal. Sebuah khayalan belaka? Mungkin tidak. Bahkan mulai tahun depan hal ini bisa menjadi kenyataan. Pasalnya, pekan-pekan ini Perumtel sedang mengadakan negosiasi dengan empat pihak untuk pengadaan 2.000 Stasiun Bumi Mikro (SBM). Yakni PT Inti, Lembaga Elektroteknika Nasional (LEN), PT Radio Frequency Communication (RFC), dan PT Elektrindo Nusantara. Yang terakhir ini adalah salah satu kelompok dari Bimantara Group. SBM ini diharapkan tahun depan akan bisa dibangun sedikitnya di 500 kecamatan terpencil di luar Pulau Jawa. Maklum, dana pinjaman lunak 10 juta dolar AS sudah disetujui Bank Dunia untuk tahap ini. Dengan demikian, hubungan teleks ataupun telecopier (facsimile) dapat dilakukan dari lokasi yang memiliki SBM. SBM ini akan ditempatkan di kantor pos kecamatan atau -- jika tak ada -- di kantor camatnya. Namun, saluran telepon, menurut seorang pejabat Perumtel, belum dapat dilakukan dengan SBM itu. Hambatan utama pengembangan jumlah saluran telepon di Indonesia terutama karena biayanya yang tinggi. Menurut seorang pejabat Perumtel, untuk setiap saluran telepon perusahaannya harus mengeluarkan lebih dari lima juta rupiah sebagai investasi. Wajar kalau Perumtel pun lebih memprioritaskan pemasarannya di daerah yang bisa cepat kembali modal. Ini, tentu saja, berarti daerah perkotaan yang tingkat perdagangannya tinggi. Sebab, selain kalangan bisnis, siapa lagi yang rekening teleponnya bisa mencapai jutaan rupiah sebulan? Untunglah, keterbatasan biasanya melahirkan kiat baru. Dengan menggunakan SBM ini diharapkan isolasi telekomunikasi di daerah terpencil dapat dipatahkan dengan biaya jauh lebih murah daripada menyambungkannya ke jaringan telepon. Tak ada telepon, teleks pun jadi, bukan? Penyebab utama biaya tinggi pemasangan telepon di daerah terpencil biasanya adalah pemasangan dan pengadaan kabelnya. Nah, bila menggunakan SBM yang langsung berkomunikasi melalui SKSD Palapa, tentu kebutuhan kabel-mengabel ini bisa diminimumkan. Ada dua jenis SBM yang ditawarkan kepada Perumtel, yaitu jenis komunikasi data saja atau komunikasi data dan satu saluran suara (telepon). Perbedaan SBM dengan ratusan Stasiun Bumi Kecil (SBK) yang sudah dimiliki Perumtel -- dan ditaruh di tingkat kaupaten -- adalah ukuran dan kemampuannya. Sebuah SBK biasanya mempunyai antena parabola berdiameter sekitar 5 m, sedangkan SBM di bawah 2 m. Selain itu -- ini yang lebih penting harganya yang lebih murah. "SBM yang kami tawarkan harganya sekitar 150 ribu dolar," kata Ir. Djoko Gianto, manajer proyek telekomunikasi satelit dari PT Centronix, yang mengageni SBM merk Scientific Atlanta buatan AS. Ini adalah jenis yang mampu mengomunikasikan data dan suara (telepon) melalui satelit Palapa. Sedangkan SBM yang data saja, antara lain dikeluarkan oleh Equatorial, juga dari AS, harganya tak sampai sepersepuluhnya. Ini tentu jauh lebih murah ketimbang SBK yang di atas 200 ribu dolar itu. Lagi pula SBK, yang sanggup mengomunikasikan hingga 12 saluran telepon sekaligus, mungkin terlalu besar dan mahal untuk beberapa daerah terpencil. Bagi Prof. Dr. Iskandar Alisjahbana, salah seorang pelopor lahirnya SKSD Palapa, penggunaan SBM yang hanya mengomunikasikan data dianggapnya jalan pintas yang paling tepat untuk pemecahan masalah pertelekomunikasian Indonesia saat ini. Buat dia, SBM merupakan pilihan antara sebelum sistem telekomunikasi Indonesia memasuki era teknologi termutakhir: Jaringan Digital Layanan Terpadu (Integrated Services Digital Network -- ISDN). ISDN adalah jaringan telekomunikasi digital yang dapat dimanfaatkan untuk komunikasi suara, data, dan gambar secara bersama-sama. Saat ini hampir semua jaringan telekomunikasi Indonesia menggunakan teknologi analog. Artinya, jaringan saluran untuk suara (telepon), data (misalnya teleks), dan gambar (misalnya TV) merupakan jaringan yang terpisah satu sama lain. Kendati sepakat bahwa ISDN adalah jaringan yang ideal, "Hingga kini standar ISDN sendiri belum disepakati," kata Iskandar. Dalam teknologi transmisi (penyaluran) pun sedang terdapat penemuan baru, serat optik, yang menjanjikan banyak keunggulan dibandingkan sistem transmisi lainnya. Namun, seperti halnya ISDN itu sendiri, penggunaan serat optik juga belum mempunyai standar yang disepakati bersama. "Lantas bagaimana kalau kita salah memilih sistem yang di kemudian hari ternyata tidak menjadi standar?" tanya Iskandar, yang bekas rektor ITB itu. Di lain pihak, Perumtel tentu tak dapat menghentikan pengembangan sarana telekomunikasi untuk menunggu terpilihnya ISDN dan sistem transmisi yang standar. Maka, kata Iskandar dengan bersemangat, "SBM dapat menjawab dilema ini. Hentikan pemasangan transmisi kabel yang baru dan manfaatkan SBM." Sebab, dengan ukuran dan penggunaan energinya yang kecil, SBM dapat dipasang di mana saja, misalnya di atap rumah. Sedangkan sumber tenaganya bisa diambil dari cahaya matahari. Ini bukan berarti setiap orang harus mempunyai SBM. "Seharusnya, Perumtel tidak mengejar pembangunan berdasarkan jumlah telepon per seratus penduduk," kata Iskandar. Melainkan menggunakan standar yang lain. Misalkan saja, "Setiap penduduk Indonesia hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk mencapai sarana telekomunikasi," katanya memberi alternatif. Bagi para pengritiknya, gagasan Iskandar mungkin dianggap Impian belaka. Tapi itulah juga yang mereka katakan ketika ia mengutarakan gagasan SKSD Palapa, beberapa belas tahun silam. Jenny Ratna Suminar (Bandung) & Bambang Harymurti (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus