Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendalanya klasik: eksplorasi pemanfaatan sumber daya laut untuk kemakmuran rakyat belum optimal. Hal itu bukan lantaran ekspansi bisnisnya yang tak beres, melainkan lebih karena teknologinya yang belum mumpuni. Bidang penelitian laut terhambat antara lain karena sarana teknologinya, yakni kapal periset, jumlahnya bisa dihitung dengan jari satu tangan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), misalnya, hingga kini cuma punya koleksi lima unit kapal penginvestigasi. Keadaannya pun tak memadai lagi.
Kapal riset Baruna VII, contohnya, meski sudah dilengkapi berbagai peralatan modern, badannya hanya kecil dan berbobot 800 ton. Bila sedang meriset potensi laut, ia tak sanggup berkelit terhadap serangan gelombang setinggi dua meter. Walhasil, kapal rakitan PT Perusahaan Angkatan Laut pada 1984 itu tak dapat melintasi lautan lepas.
Kondisi kapal Samudera, buatan tahun 1952, lebih parah. Tak satu pun peralatan penelitian ada di kapal itu. Bila hendak meriset lokasi ikan atau pertambangan di dasar laut, peneliti mesti membawa peralatan dari darat. Fisik kapal juga tak segar lagi sehingga LIPI memutuskan untuk memensiunkan Samudera pada awal tahun depan.
Bandingkan keadaannya dengan Benua Eropa. Dengan luas laut yang hanya 200 kilometer persegi, kapal riset yang dimiliki negara-negara Eropa mencapai 42 unit. Semuanya dilengkapi peralatan canggih. Tak mengherankan bila eksplorasi hasil laut dan tambang di sana jauh lebih maju.
Berdasarkan hal itulah, LIPI mendatangkan kapal peneliti baru yang lebih canggih pada akhir tahun lalu. Kapal seharga US$ 26 juta atau sekitar Rp 195 miliar itu--berdasarkan kurs Rp 7.500 per dolar--berasal dari Norwegia.
Kini setumpuk tugas berat menanti kapal penginvestigasi yang diberi nama Baruna Jaya VIII itu. Soalnya, menurut Ketua LIPI, Prof. Dr. Sofyan Tsauri, seluruh isi perut laut Indonesia harus sudah dipetakan sebelum tahun 2004.
Sementara ini, Baruna Jaya VIII akan menyampaikan informasi tentang lokasi ikan secara berkala kepada dinas perikanan, untuk diteruskan ke nelayan. Juga data arah angin, gelombang, dan gerakan arus di bawah dasar laut. Informasi itu sangat berguna bagi kapal yang melintasi perairan Indonesia.
Dibandingkan dengan kapal periset sebelumnya, Baruna Jaya VIII lebih modern. Kemudi pengendalinya tak lagi konvensional, melainkan menggunakan joystick, seperti kemudi pesawat terbang. Untuk menjalankan kapal berbobot mati 1.300 ton itu, kecepatan dapat diatur secara otomatis melalui fasilitas autopilot. Jadi, "Pengemudi tak harus menekan pedal akselerasi secara kontinu," kata Sofyan Tsauri.
Arah angin bisa pula dipantau oleh peneliti di kapal Baruna Jaya VIII melalui wind system. Pola arus di berbagai kedalaman, suhu, ciri-ciri seismik, parameter, kimia hingga kedalaman 20 meter maupun gaya tarik bumi, juga dapat dideteksi.
Untuk pemetaan biota laut, datanya diambil dengan mengoperasikan differential geographic positioning, radar sonar, dan alat teropong ikan. Tingkat akurasinya tinggi dan para peneliti bisa memonitor isi perut laut dari layar.
Kapal itu juga dilengkapi fasilitas pembuatan peta dan kedalaman laut--fasilitas yang tak ada pada kapal riset terdahulu. Pada kapal baru ini, dicangkokkan teknologi multibeams echo sounder dan hydrographic echo sounder. Alatnya bisa mengirim gelombang sampai menyentuh dasar laut. Lantas komputer mengolah data melalui gelombang panjang itu, untuk kemudian menyajikannya sebagai informasi tentang kondisi permukaan dasar laut berikut ketinggiannya dari atas permukaan laut.
Berbekal peralatan itu, mulai tahun depan LIPI menggelar program riset kelautan. Tahap pertama, mengumpulkan data koleksi biota laut berikut kondisinya. Bila ditemukan biota laut yang rusak atau tercemar, segera dilakukan rehabilitasi.
Perairan Irianjaya termasuk target yang akan dilalui Baruna Jaya VIII. Wilayah Indonesia timur itu diketahui sebagai daerah yang sarat dengan berbagai jenis ikan, tapi sampai sekarang potensinya belum dieksplorasi secara optimal. Begitu pula hasil tambang di dasar lautnya. Dengan riset lewat kapal baru ini, "Akan diuji kandungan tambang di laut Irianjaya," kata Dr. Onno Kurnaen Sumadhiharga, Direktur Indonesia Institute of Science di LIPI.
Ma?ruf Samudra dan Wenseslaus Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo