SEJAK zaman ketok kawat dan telepon engkol, kabel tembaga
merupakan andalan utama yang menghubungkan pesawat satu dengan
lainnya. Kini jaringan telekomunikasi di seluruh dunia tetap
menggunakan kabel tembaga itu. Hanya sejak beberapa tahun
terakhir, mula-mula secara eksperiment kemudian secara
komersial, di berbagai negeri mulai dipergunakan kabel yang
terbuat dari bahan kaca, optical fibre atau serat optik (TEMPO,
22 Maret 1980). Sejak awal bulan ini teknologi baru itu juga
hadir di Indonesia.
Jaringan serat optik itu menghubungkan STO (Sentral Otomat)
Gambir dengan STO Jatinegara 11 di Jakarta sepanjang 7,8 km.
Sistem itu mulai dioperasikan 7 Oktober lalu. Seluruh jaringan
serta pemasangannya merupakan sumbangan Phillips Telecomunicatie
Industrie BV dengan NFK Kabel BV, dua perusahaan yang bernaung
dalam kelompok Phillips, raksasa industri elektronika dari
Negeri Belanda. "Instalasi itu kami berikan secara donasi," ujar
G. Vos dari Phillips Indonesia. "Biaya operasinya selama setahun
pun kami tanggung."
Jika Perumtel dalam rencana perluasannya mau mempergunakan kabel
serat optik berarti tak perlu lagi membuat terowongan baru
seperti jika memakai kabel tembaga. "Cukup menyelipkan kabel
serat optik itu di sela kabel tembaga dalam terowongan yang
sudah ada," kata Ir. Henny Huisman, konsultan pada NFK Kabel.
Perbedaan antara kabel tembaga konvensional dengan kabel serat
optik memang sangat menyolok. Diameter kabel tembaga sekitar 6
cm dengan berat hampir 12 ton per kilometer. Kabel seperti ini
mampu menyalurkan sekaligus 1.200 percakapan telepon. Tapi kabel
serat optik yang berdiameter hanya 8 mm--seperti yang dipasang
baru-baru ini di Jakarta -- mampu menyalurkan sampai 3.840
percakapan sekaligus, sementara beratnya hanya sekitar 70 kg per
kilometer!
Karena berat, kabel tembaga tersedia dalam potongan 300-400 m,
terdiri dari 4 000 helai kawat. Artinya untuk setiap jarak 10
km, setiap helai kawat perlu disambung 25 kali. Suatu pekerjaan
yang jelimet dalam ruang kerja yang sempit seperti manual.
"Gangguan telepon seperti salah sambung atau terdengar suara
orang lain, kemungkinan terjadi karena salah sambung di manual
di bawah jalan itu," ujar Ir. Huisman. Sementara kabel serat
optik yang dipasang antara Gambir dan Jatinegara hanya terdiri
dari 4 helai serat kaca, dengan panjang setiap potongan sekitar
1.000 m. Jadi dalam 10 km hanya diperlukan 10 kali 4 sambungan!
Pada saat ini, dari empat helai serat optik hanya dua helai yang
dipergunakan untuk menyalurkan 480 percakapan telepon sekaligus.
Jika kelak lalu-lintas percakapan meningkat, dua helai lagi bisa
diaktifkan untuk 480 percakapan lagi. Bahkan sistemnya bisa juga
ditingkatkan hingga mencapai kapasitas maksimum, yaitu dua kali
1.920 percakapan aral 3.840 percakapan sekaligus!
Dalam jarak yang sama, ini berarti lebih 3 kali lipat kemampuan
kabel tembaga, sementara diameternya 10 kali lebih kecil dan
berat kabel bahkan 170 kali lebih ringan! Keuntungan lain dari
kabel serat optik ialah karena hambatannya relatif rendah,
hingga tidak banyak diperlukan repeater (peralatan penguat
isyarat) dalam jaringan. Cukup setiap 20 km. Dalam jarak 7,8 km
antara Gambir dan Jatinegara, tidak diperlukan repeater itu.
Sebaliknya pada sistem kabel tembaga karena isyaratnya cepat
melemah, setiap 3-4 km dibutuhkan sebuah repeater.
Perbedaan yang lebih pokok: dalam sistem kabel serat optik,
isyarat listrik (dalam sistem kabel tembaga) diubah menjadi
isyarat cahaya melalui dioda pemancar cahaya atau laser
semikonduktor. Pada ujung penerimaan, semua isyarat cahaya itu
kembali diubah menjadi isyarat listrik dan selanjutnya melalui
sistem konvensional sampai pada pesawat pelanggan.
Repeater dalam sistem serat optik itu juga menggunakan prinsip
ini. Isyarat cahaya diubah jadi isyarat listrik. Setelah diubah
kembali menjadi isyarat cahaya dikirim melalui segmen kabel
optik berikutnya. Saat ini para ahli meneliti kemungkinan untuk
meniadakan tahap pengubahan itu dan yang diperkuat isyarat
listrik itu sendiri.
Selain itu, kabel serat optik kebal terhadap pengaruh
electromagnetis. Karena itu kabel serat kaca ini kalau dipakai
untuk pesawat radio & TV, tidak akan ada storing atau gambar
kacau di pesawat TV. Begitu pula untuk penerimaan siaran TV di
balik gunung, dapat ditolong oleh kabel serat optik-TV tak perlu
lagi memasang stasiun transmisi di puncak gunung, cukup memasang
kabel serat optik dari stasiun terdekat ke stasiun relay di
pemukiman di balik gunung itu.
Apakah pengaruh pemakaian kabel serat optik terhadap perusahaan
kabel tembaga di Indonesia? "Jangan takut bahwa kami akan
mematikan perusahaan kabel pribumi. Kalau Perumtel mau pasang
1,25 juta saluran baru, saya yakin tak mungkin semua perusahaan
kabel di Indonesia mampu menyediakan," jawab Huisman.
"Kemungkinan tak akan sampai 50% kabel itu dapat disediakan
perusahaan perusahaan kabel lokal. Sedangkan kabel serat optik
kalau mau dipakai pemerintah, paling cuma mengambil jatah 10%
dari kebutuhan kabel seluruh lndonesia," tambahnya.
Sistem kabel serat optik telah dipasang Phillips & NIF, selama
ini antara lain di Nederlands, Jerman, Arab Saudi, Taiwan,
Meksiko dan Denmark. Di luar Phillips & NKF, ada pula saingan
dari AS, Jepang, Swedia. American Telepho?e & Telegraph Company
(AT & T), misalnya mengklaim proyek optical fibre cablenya yang
terbesar di dunia, yakni panjang 4.000 km untuk Britisb Post
Office (PTT Inggris). Proyek ini selcsai tahun 1982 ini dengan
biaya ? 5 juta (Rp 7,5 milyar). Di AS sendiri AT & T sedang
memasang jaringan sepanjang 963 km menghubungkan
Washington-Boston, dan New York-Connecticut.
Jepang pun lewat NEC (Nippon Electric Company) sudah memproduksi
kabel serat kaca ini. Pasarannya selain untuk PTT Jepang, juga
mulai dipakai di Amerika Latin, antara lain di Rio de Janeiro
(Brazil). Cina tidak mengimpor instalasinya, tapi mengimpor
informasi teknis melalui misi dagang asing dengan Jepang, lalu
membuat sendiri. Antara lain telah dipasang sendiri oleh Cina di
Beijing dan Hunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini