AKISAH ada sebuah kerajaan. Sang raja benar-benar hidup menurut
pola Kisah 1001 Malam: istana dengan puluhan kamar, anggur
berguci-guci, dan para bidadari yang berenang-renang dalam kolam
remang-remang. Hanya berenang-renang? O, tidak. Ada yang lain,
tentunya.
Sang Raja bernama Hugh Hefner. Ia Ketua Dewan Direksi, Direktur,
dan pemilik (66%) Playboy Enterprises Inc. yang berpangkalan di
Chicaco, AS. Penerbit majalah ternama Playboy ini, dan pemilik
sejumlah kasino dan hotel mewah, memang tokoh sukses, setidaknya
menurut ukuran sana.
Tapi kini lampu merah, minimal lampu kuning, mulai menyala.
Agustus lalu Playboy Enterprises Inc. dinyatakan rugi US$ 30
ribu untuk 9 bulan terakhir. Dalam rupiah hampir 19 juta. Dan
ini baru permulaan.
Seorang gadis cantik berambut cokelat dan tinggi lenjang,
tiba-tiba berdiri di hadapan Hefner. Piaraannya? Bukan. "Gadis
itu langsung saja mengoreksi Hefner -- perbuatan yang tak pernah
dilakukan seorang pun sebelumnya," tulis Shawn Tully dalam
majalah Fortune. Marahkah sang bos? Hefner justru terkesan. Si
brunette itu anaknya sendiri."
Dan seperti yang lumrah terjadi dalam regenerasi kerajaan,
Christie Ann Hefner pun menjadi putri mahkota. Dan memang cewek
cakep 29 tahun itu pantas sekali menduduki jabatan tersebut.
Sebab, "ia tak mirip ayahnya dalam banyak hal," menurut Tully.
Mewarisi kecerdasan sang ayah, di Universitas Brandeis Christie
tidak hanya terkenal karena cantik. Tapi juga cemerlang dalam
hal otak. Ia lulus summa cum laude, 1974. Memang, untuk menjadi
manajer tidak cukup hanya pintar, tapi juga bakat dagang. Dan
itu pun diwarisinya dari Hefner --"yang jarang terjadi pada
kalangan entrepreneur," tulis Tully. Tapi yang lebih penting
adalah, sekali lagi, perbedaan-perbedaan antara mereka.
KONON Christie punya semangat menggali fakta dan mengolahnya,
dalam rangka merombak struktur organisasi bagi kemajuan usaha
Bertolak-belakang dengan 'Hef', sang putri menaruh minat pada
neraca perusahaan, senang bekerja siang hari, sementara si ayah
yang suka bergadang mungkin masih mendengkur. Ia juga suka
berteman dengan semua kalangan dan jenis kelamin, sementara
Hefner hanya senang bergaul dengan cewek.
Perusahaan Playboy, yang memiliki putaran US$ 389 juta pada
1981, menderita rugi besar setelah dua kali memperoleh
keuntungan besar akhir tahun sebelumnya. Itulah yang membuat
sejumlah kasino mereka di Inggris terpaksa dijual, kemudian juga
yang di Atlantic City. Untung, Playboy masih memiliki usaha
menguntungkan di dua bidang, menurut Tully.
Pertama di majalah Playboy. Dan yang lain di bidang pemasaran
barang-barang berlabel 'Playboy', termasuk penyewaan merk yang
sama untuk jenis produksi tertentu. Mengikuti penjualan
kasino-kasino di Inggris dan pelbagai jenis usaha lain, mereka
berhasil melunasi utang-utang, dan kini memiliki uang kontan US$
32 juta.
Kini Christie, yang sebenarnya tak pernah punya pendidikan
formal di bidang bisnis, mengontrol ketat perusahaan, ia
berharap mampu mencetak pendapatan kotor US$ 10 juta tahun ini,
setelah setahun sebelumnya merugi US$ 40 juta--dan percaya akan
dapat menutup kerugian itu dengan strategi yang sederhana dan
luwes. Yaitu dengan memberi lebih banyak kebebasan kepada para
manajernya, memperkecil overhead perusahaan, dan menghimpun
setiap sen pendapatan dalam bentuk kontan.
Sebagai Presdir, Tuan Hefner masih penentu final kebijaksanaan.
Tapi hasratnya untuk memakai palu kekuasaan sering tertahan oleh
kesalahan-kesalahannya sendiri di masa lalu. Dan kini, "tanpa
kesulitan yang berarti, Hefner mewariskan pengelolaan perusahaan
kepada Christie. Gadis ini mulai berfungsi sebagai pimpinan
eksekutif yang de facto.
"Kesulitan-kesulitan yang diderita Playboy belakangan itu
dibikin sendiri oleh pencipta majalah Playboy dan penelur
sejumlah sukses cemerlang ini," tulis pengarang yang sama.
Hugh Hefner, dulu, konon menjual perabotan rumah tangganya
guna membiayai pengeluaran awal Payboy, 1953. Ketika untung
mulai masuk, ia menanamkannya di pelbagai pusat pelayanan dan
hiburan bagi kaum berdarah muda (bandot-bandot), dalam bentuk
penyewaan hotel-hotel, gedung-gedung bioskop, rekaman dan
sedan-sedan limousine. Belakangan, setelah Inggris
melegalisasikan judi, Hefner mempertaruhkan hidupnya dengan
membuka sejumlah kasino di sana. "Masa depan tampaknya
cemerlang," Tully menulis.
Tapi kemunduran dimulai ketika oplah majalah beringsut merosot.
Pada pertengahan 1970-an, sirkulasi Playboy menderita dalam
'perang pinggul' lawan majalah Penthouse--pesaing tangguh yang
didirikan oleh Bob Guccione.
Berbagai kegiatan Playboy lainnya ikut-ikutan memburuk.
Usaha-usaha dibidang perhotelan, bioskop dan produksi TV secara
keseluruhan merugi sebesar US$ 11,6 juta pada 1975 dan 1976.
Kemerosotan mewabah ke mana-mana. Banyak di antara usaha Playboy
memiliki sistem akunting yang jelek filing SEC-nya sering
ketinggalan Audit tahunan memerlukan waktu tiga bulan ketimbang
enam minggu di kebanyakan perusahaan.
Gaya manajemen Hefner yang ganjil, menyebabkan Playboy berjalan
terseot-seot dan semerawut. Seorang editor berbakat mengakui,
"bisnisnya tidak merangsangku". Tugasnya adalah: menata dekor
klub-klub Playboy dan mengawasi tatamuka dan tatacetak Playboy.
Pada hari-hari awalnya, Hefner--memakai piyama, mengisap pipa
dan minum Pepsi Cola--mengawasi rapat para manajer yang
berlangsung dari tengah malam hingga pagi esoknya. Bahkan dengan
keuntungan besar dari meja judi, Playboy hanya mampu menutupi
ongkos pada tahun fiskal 1975.
Akhirnya Hefner sendiri menyadari: sudah masanya mencari seorang
Dirut yang mampu membenahi perusahaan dan menimba untung. Dan ia
menengok ke luar. Lalu merekrut Derick January Daniels, wakil
presiden direktur perusahaan surat kabar Knight Ridder.
Si Daniels itu mengembangkan profesionalismenya dengan selera
setengah binal yang bahkan untuk Playboy terasa ekstrim. Caranya
berpakaian urakan--juga jika hendak menghadap bankir. Misalnya:
celana kulit tambah loafer (sepatu tak bertali), tanpa kaus
kaki. Dan minum kopi 30 gelas sehari. Ia wartawan yang
laporannya tergantung pada rilis humas, dengan suntingan ala
kadarnya.
Ketika mengambil alih tugas Hefner pada 1976, Daniels buru-buru
membenahi staf organisasi Playboy yang membengkak. Ia memecat
sekitar 100 pegawai. Dia dan Hefner melepaskan beberapa bidang
usaha yang tidak menguntungkan, termasuk usaha bisnis dan
bioskop. Terbukti itu membantu Playboy memperoleh pemasukan uang
yang lumayan, pada 1977.
Malah oplah majalah kembali melonjak. Pendapatan dari judi turut
mendukung pemakmuran kembali. Sejak 1976 sampai 1981,
kasino-kasino Inggris menghimpun US$ 130 juta. "Dibanjiri uang,
Playboy mengabaikan pelajaran masa lalu," tulis Tully.
Dari keuntungan judi itulah berasal subsidi untuk proyek-proyek
rugi: penerbitan buku, hotel-hotel tetirah, dan Oui. Oui adalah
majalah yang diterbikan untuk menyaingi Penthouse yang cabul.
Staf perusahaan kembali membengkak. Sebagian karena SEC
memerintahkan Playboy menaikkan auditing-nya--untuk mencegah
penyalahgunaan pemakaian berbagai mansion (rumah besar),
apartemen, dan berbagai sarana kemewahan yang disubsidi lainnya,
oleh para eksekutif.
Tidak hanya itu. Si urakan Daniels juga merekrut sejumlah besar
staf untuk mendukung gaya manajemennya. Setelah awal peragaan
keagresifannya, sejumlah eksekutif Playboy mengatakan: Daniels
mulai menarik garis dan memerintah melalui sebarisan opsir yang
terpilih. Mereka mengeluh sulit bertemu dengan sang President.
"Keputusan turun ke bawah secara lamban," kata mereka.
Sebuah grup konsultan melaporkan, orang-orangnya yang
menjalankan tugas ternyata diabaikan. Daniels menekankan agar
divisi-divisi menyerahkan bujet tahunan untuk pengeluaran pokok.
Dan para staf tidak melayaninya sampai separuh dari tahun
fiskal. Tahun fiskal 1979 sampai 1982, overhead perusahaan
berlipat sampai sekitar dua kali--menjadi US$ 22 juta.
Berkata Hefner: "Derick menguranginya (overhead), kemudian
mengembalikannya lagi. Dan Daniels, terbuai oleh mwsik manis di
meja judi, cuma mengangkat bahu. "Ketika aku mengambil alih, di
Playboy tak ada apa-apa kecuali kelumpuhan," katanya anteng.
"Aku memang bukan si manis muka atau sang peramah." Tapi menurut
dia, tindakannya dalam struktur manajemen dan mengumpulkan para
wiraswasta dalam organisasi Playboy itulah yang menimbulkan
amarah orang.
Hefner sebenarnya enggan menjual usaha-usahanya yang merugi.
Misalnya kasus Great Gorge, hotel tetirah yang memerlukan US$
35,5 juta untuk membangunnya--dua kali dari yang dirancangkan
semula. Terletak di kawasan hutan lengang New Jersey Barat,
hotel yang bersuasana istana dongengan ini benar-benar sepi
kekurangan langganan. Ketamuan rata-rata per tahun di bawah 70%
itu berakibat kegurian sekitar US$ 2 juta.
Para eksekutif puncak ingin menjual perabotannya. Tapi Hefner
melalui hembusan cangklongnya malah mengusulkan penambahan klub
sauna atau mulai lagi mencoba mengadakan promosi penuh
iming-iming. Toh yang dilakukan Hefner akhirnya: Great Gorge
dilego. Terpaksa.
Dan sekali lagi usaha judi berhasil menutupi kemalangan di
bidang lain. Tapi tak lama, keuntungan dari sektor ini juga
mulai terancam. Kasino-kasino di Inggris dioperasikan bagai
'negeri taklukan' di bawah kontrol markas besarnya di Chicago.
Yang menjadi kambing hitam kerugian rumah-rumah judi di negeri
Tante Thatcher ini adalah: peraturan sana di bidang perjudian,
yang mengharuskan pengelolaan tempat judi berada di bawah sebuah
dewan pengawas Iggris. Agaknya semacam "alih teknologi judi".
Dan orang yang akhirnya ditugasi untuk itu terbilang wiraswasta
yang bernafsu mengelola usaha menurut selera perutnya sendiri,
menurut yang empunya cerita.
Dialah Victor Lownes, 54 tahun adalah sobat lama Hefner Ia ini
promotor cemeerlang yang mengundang penjudi-penjudi Arab pada
saat yang lainnya menolak. Di pertengahan 1970-an, para sheikh
membalas keramah-tamahan Lownes dengan ngeriung di sekitar meja
judinya, mempertaruhkan petrodollar mereka. Lownes segera
menjadi 'Hefner Eropa', menggayakan diri sebagai tukang
foya-foya yang mapan.
Tongkrongannya memang boleh: tampan, bercambang, dengan topi
bowler singit di kepala. Kelahiran Buffalo, Negara Bagian New
York, AS, si Victor ini senang menuntun anjing hias, tinggal
direalestate Hertfordshire, gulang-galing dengan para sheikh
Arab dan earl Inggris, membumbui percakapannya dengan bloody dan
smashing.
Playboy menggajinya US$ 580 ribu setahun--hampir Rp 423 juta,
pada 1979--menyamai gaji Hefner, dan ter masuk top di antara
para eksekutif Inggris menurut Guinness Book of World Records.
Tapi Lownes ternyata jagoan pemberontak, dan tampaknya senang
memainkan peranan itu. Dengan rasa tersinggung, dibiarkannya
Daniels menempatkan seorang akuntan baru dan pengacara di
Inggris yang menyiapkan Laporan keuangan untuk Markas Besar.
Tapi ia menolak penanganan rencana studi staf klubnya yang
setebal 250 halaman. Dalam rapat dengan eksekutif puncak dari
Chicago, sambil dengar angkuh keluar dari ruangan, ia berseru
lantam: "Semua kontrol dan birokrat ini, seperti tragedi Yunani
yang bertengkar sesama sendiri." Utak-atik terhadap overhead
dianggapnya sebagai "mengencingi pendapatanku".
Bagaimanapun Lownes dan Daniels sukses mengembangkan kerjasama
pada sejumlah proyek--termasuk proyek kasino Atlantic City.
Namun bersamaan dengan itu mereka saling mengintai bagai kucing
dan anjing. Dan Lownes terbukti berada di pihak kalah dalam
berpacu dengan Daniels ketika memperebutkan kursi presdir.
Saling kasak dan saling kusuk terjadi. Lownes, misalnya, yang
perlente da!am busana Savile Row, sering mengeJek cara
berpakaian Daniels yang norse-norak. Di meja rapat, Lownes
bahkan mempergunjingkan Daniels-di depan dan di belakang
punggungnya.
Yang berada di bawah divisi pimpinan Lownes tidak hanya
kasino-kasino. Juga proyek-proyek yang merugi. Misalnya
klub-klub, dan hotel-hotel tetirah yahg rata-rata metugi US$ 3
juta setahun. Percaya bahwa Lownes tidak mempedulikan kerugian
di sektor hotel dan klub, Hefner jengkel pada Daniels yang tidak
memecat Lownes.
Tapi Hefner sendiri sering gagal mendukung Daniels dalam
konfrontasi dengan Lownes. Sekali pernah Daniels mencoba memecat
staf puncak Lownes, Daniel Stone, karena tak mengindahkan
perintah menutup mulut kepada wartawan. Tapi Lownes menghardik
Daniels: "Ia bekerja padaku, bukan padamu!" lantas
mengeluhkannya kepada Hefner. Juga kepada Christie-Stone sendiri
yang menemuinya. Hefner sebenarnya menolak melangkahi para
direkturnya, dan karena itu meminta Daniels "Menangani situasi
sedarlt-dapatnya. Daniels akhirnya tetap mempekerjakan Stone,
tapi memotong gajinya. Dan sebulan kemudian, Lownes menaikkannya
kembali.
Kekacauan dan kekisruhan manajemen itu mengarah pada
kejutan-kejutan di markas besar. Tahun 1979 Lownes mengoceh
kepada pejabat perjudian Inggris, dalam suatu kesempatan
pengurusan izin. Ia mengeluh tentang Ladbroke Group Ltd.,
pengelola persaingannya, yang secara ilegal memikat
'tukang-tukang kocok dadu' yang cakap keluar dari Playboy.
Tindakan Lownes itu cukup mengagetkan Chicago.
Akibatnya, memang, Ladbroke kehilangan izin perjudiannya. Tapi
kemudian membalas dendam dengan menyingkapkan kesalahan dan
kecurangan yang diperbuat Playboy ke hadapan hamba wet. Dan
benar: awal tahun lalu, gerebek dan yang dilakukan polisi di
kasino-kasino Playboy London berhasil membongkar
pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perjudian Inggris
itu. Yaitu, terutama, memberikan potongan terhadap utang-utang
judi, dan menerima cek dari langganan yang tidak
dipertanggungjawabkan validitasnya. Dalam rapat Direksi Playboy
akhir Maret lalu, Lownes mencoba meyakinkan para direktur bahwa
tidak ada hal yang gawat. "Percayalah," katanya.
Namun guntur menggelegar lagi sebulan kemudian. Para pejabat
perjudian Inggris meminta pihak kehakiman menolak pembaruan izin
Playboy. Tersengat oleh salah langkah yang diambil Lownes, dan
khawatir akan ketidak berhasilan mereka meyakinkan kembali para
pejabat bersangkutan, Daniels dan Hefner buru-huru memecatnya.
Lownes angkat kaki pada hari Jumat, 17 April.
Tapi peristiwanya tidak berhenti sampai di situ. Para pejabat
Inggris berhasil membuktikan hal ini: Pelanggaran sebenarnya
tidak dilakukan oleh perwakilan Inggris, tetapi oleh manajemen
Chicago. Dan akhir Oktober kemarin Kehakiman London menindak
Playboy. Apa daya: perusahaan itu akhirnya menjual usaha judinya
US$ 31 juta - di bawah harga beberapa bulan sebelumnya.
Bagaimanapun, bencana London mengubah citra Playboy. Apa yang
terjadi di sana menular ke Atlantic City-dengan diadakannya
penelitian izin kash1o di sana. Akhirnya tidak berbeda: Komisi
Pengawasan Kasino New Jersey, melalui sidang tertutup,
menolakpembaruan izin perusahaan tersebut. Alasan: selama 20
tahun, para pejabat pemerintah yang korup mendapat sogokan dari
Playboy sekitar US$ 60 ribu--untuk izin pabrik minuman keras di
Negara Bagian New York.
Tak syak Playboy kehilangan ruang geraknya. Namun yang punya
masih yakin, mereka dapat melego usaha kasinonya paling sedikit
US$ 45 juta kepada partnernya, Elsinere Corp Alau menjajakannya
di luaran, dipasar bebas.
Dengan lenyapnya rezeki dari meja judi, overheod perusahaan yang
cukup besar tiba-tiba muncul lebih menggunung. Sehingga awal
tahun ini Daniels dan Hefner terpaksa pula melego usaha
penerbitannya, dua hotel tetirah (termasuk Great Gorge) dan
gedung klub Playboy, untuk jumlah total di atas US$ 50 juta.
Christie, saat itu bekerja sebagai penerbit buku petunjuk
langganan Playboy, berkata kepada ayahnya: semangat kerja
sekarang tidak menggembirakan - dengan satu analisa yang cerdik,
bahwa di luar bidang judi "Playboy dalam masa jabatan Daniels
akan terus-menerus merugi." Kenyataan Kritis bahwa Daniels
selama ini tak mampu membendung kerugian di bidang usaha
nonjudi, bagi Hefner ternyata merupakan berita baru.
Maka di bulan April Hefner menendang Daniels. Dan petang hari
saat meninggalkan Playboy, Daniels memakai jump suit kulit warna
putih, mengendarai Mercy putih, dan mereguk champagne dari botol
serbet handuk. Tujuannya bukan ke rumah, tapi gedung opera.
Bukan main.
Kini, bekerja di peranginan rumahnya yang menghadap ke Danau
Michigan, Daniels sedang merancang-rancang usaha restoran dan
menanam modal di bidang tv dan suratkabar. Saingan lamanya,
Lownes, sementara itu baru saja menyelesaikan naskah
otobiografinya, Playboy Extraordinary.
AKAN halnya Christie sendiri, perjalanannya sebelumnya terbatas
pada usaha bisnis kelas dua. Bahkan penampilannya "belum sangat
impresif", menurut Tully. Setelah bergabung dengan Playboy di
tahun 1975, ia membuka butik yang menjual kombinasi komoditi
yang cukup ganjil: kaset rekaman dan pakaian olahraga wanita.
Oleh Tully, itu dianggap dagangan butut. Setelah itu ia bekerja
pada perusahaan yang mendukung wiraswasta yang ingin membuka
usaha penerbitan majalah.
Boleh dibilang di situ ia ada meraih sukses. Berhasil mengelola
buku penuntun konsumen, yang terbit setengah tahun sekali--satu
di bidang busana pria, yang lain barang-barang hiburan
elektronik. Disebarkan gratis kepada 900 ribu pelanggan majalah
Playboy, dan dijual di kios-kios koran dan majalah, berkala
penuntun itu berhasil menarik pemasang iklan yang lumayan. Usaha
yang rapuh ini memang turut menyedot keuntungan Playboy, tapi
berhasil mendukung citra gagah majalah Playboy sebagai bacaan
orang-orang yang punya 'gaya hidup'.
Kendati bisa dianggap angin-anginan, tak syak Christie terbilang
manajer yang menganut garis serius. Memang ia terlalu banyak
omong. Dalam satu rapat para eksekutif, ia pernah menyela dengan
umpatan: "Sapi lu" Ramping bagai seorang model, ia bergerak
dengan berisiknya dalam ruangan kantor, tak henti-hentinya minum
air soda seperti ayahnya minum Pepsi. Tapi kendati tampak kasar,
ia hampir menjadi teman semua orang. Ia menyelenggarakan
sejumlah pesta untuk menghormati beberapa eksekutif Playboy. Dan
ia memiliki segudang lelucon cabul terutama yang berhubungan
dengan para bekas gundik ayahnya. Gawat.
Kini, kendati titel Presdir tetap pada bapaknya, kenyataannya
Christie yang memegang kendali--semacam Presdir pelaksana.
Hefner meneruskan Jabatan Ketua Dewan Direksi, dan Christie
masih memerlukan pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang
menentukan. Menilik gaya-gayanya ia akan berhasil. Ia terbilang
putri langka yang tidak gentar di bawah cemeti kekuasaan ayah.
Ketika masih pegawai biasa saja Christie sudah mampu berbicara
kepada dan atas nama ayah--yang tidak setiap anak, apalagi anak
perempuan, bisa melakukannya. Keinginan Hefner untuk
mempertaruhkan dirinya dengan menempatkan anaknya memang suatu
tindakan yang termasuk berani.
Sebab Christie akan mewarisi pekerjaan yang cukup berat dan
bertindak sebagai pengendali perusahaan--dan untuk itu menerima
sekitar 40% pendapatan Playboy.
Strategi Christie sekarang adalah mengalihkan kembali kekuasaan,
dari staf perusahaan ke pimpinan puncak-yang memang jadi tak
keruan pada masa-masa sebelumnya. Ia menganggap perusahaan
sebenarnya masih terlalu kecil untuk mempunyai lapisan dan
jenjang administrator yang tumpangtindih. Ia menghapuskan
kelompok lima orang yang bertindak selaku penganalisa data
keuangan divisi-divisi untuk manajemen puncak. Kini giliran
divisidivisi bersangkutan sendiri yang harus menjelaskan kepada
Christie apa arti angka-angka yang ada pada mereka.
Berbeda tajam dengan ayahnya (yang berbulan-bulan menyiksa diri
scndiri sebelum memutuskan pemecatan atas seorang anak buahnya),
Christie dengan cepat menendang seorang wapresdir yang menangani
perizinan, perdagangan dan komunikasi perusahaan. Dan dalam
beberapa bulan terakhir ia berhasil mengurangi overhead
perusahaan US$ 8 juta setahun--penurunan sekitar 35% dari tahun
fiskal 1981.
Bisnisnya yang paling menguntungkan masih saja sang 'bendera'
majalah Playboy, yang meraih US$ 16 juta keuntungan pada tahun
fiskal 1982 dari pemasukan US$ 138 juta. Setelah merosot pada
pertengahan 1970-an, sirkulasi Playboy kembali lima juta.
Tapi waktu telah berubah: Playboy sudah tak mampu bersaing
dengan majalah-majalah porno sebangsa Penthouse, misalnya. Dan
penjualan eceran merosot dari 70% menjadi 52%. Memang, gelombang
penerimaan dari iklan, bergandengan dengan peningkatan yang
berarti di sektor langganan, tetap berhasil mengerek kemunduran
pada sektor eceran.
Sejak 1977 pemasukan iklan melipat dua--US$ 77 juta. Banyak
pemasang advertensi mengangkat jempol atas supremasi Playboy di
sektor langganan tetap. "Sebagai bukti ia satu-satunya
majalah-penuh-cewek yang pantas sebagai bacaan keluarga dan
dipajang di cafe cafe, " begitu konon tanggapan mereka.
Majalah itu juga menjual lisensi Playboy pada penerbit-penerbit
luar negeri yang ingin nimbrung untung dari daya pikat namanya.
Operasi bidang ini, ditangani seorang staf dengan lima
eksekutif, berhasil menyodok US$ 3 juta pada tahun fiskal 1982.
Playboy mengharuskan penerbit asing mengikuti bentuk dan selera
edisi AS--bahwa foto telanjang haruslah "berselera," tasteful.
Playboy juga menggaet US$ 4 juta pada tahun fiskal 1982, dari
hasil menjajakan produksinya sendiri: kacamata, busana, dan
berbagai jenis barang lain dengan logonya yang terkenal.
Yang kini masih membikin kepala Crhistie pusing tetap yang
dulu-dulu juga: klub-klub--yang berusaha mati-matian agar, untuk
sementara ini, pulang pokok saja jadilah. Klub-klub itu dimulai
pada 1960-an sebagai klub malam. Tapi kini lebih utama sebagai
restoran-restoran yang menyuguhkan makanan sederhana, dengan
tamu-tamu setengah baya.
Playboy sendiri sebenarnya hanya memiliki lima dari 15 klub yang
dikelolanya. Sepuluh yang lain milik sekelompok pemonopoli.
Christie ingin membenahi yang 10 biji itu--kalau perlu mengambil
alih--dan menjadikannya terutama sebagai rumah makan. Ia juga
merencanakan mendirikan klub gaya lama--yang mewah-untuk
orang-orang yang ingin menghabiskan waktu malamnya di bawah
remang-remang yang asyik.
Christie tidak ingin menanam keuntungan di luar perusahaannya
sendiri. Tak hendak menghambur-hamburkan uang seperti di masa
lalu, misalnya dengan memulai usaha bisnis yang mahal di atas
parut-parut lama. "Kami sudah banting setir beberapa kali,"
katanya. Proyek-proyek 'mercu suar,' Playboy memang sudah pernah
menjajalnya. Maka kalau kini mengulanginya, harus benar-benar
dengan perhitungan dagang. Untuk usaha di bidang pemancar tv
umpamanya, daripada membuang uang menyewa sebuah satelit
pemancar sebesar US$ 40 juta, 'kan lebih baik berpatungan dengan
perusahaan yang sudah memiliki peralatan itu. Dan yang dipilih
ialah Rainbow Programming Service. Dan yang diputar dalam
siarannya, versi video bulanan majalah itu sendiri--berikut
gambar-gambar yang dirancang Boccacio dan penulis fiksi (semi-)
porno lainnya. Lebih sedikit biayanya, lebih besar untungnya.
Christie meramalkan US$ 10 juta keuntungan kotor untuk tahun
fiskal 1982--dari pemasukan yang oleh Fortune diperkirakan
sekitar US$ 250 juta. Ia mengharap dapat meraih keuntungan US$
21 juta dari penerbitan dan penyewaan merk. Lalu US$ 1 juta dari
klub-klub, US$ 6 juta dari bunga, dan sekitar US$ 18 juta dari
penciutan overhead (kalau ini juga dihitung) dan dari siaran tv.
Pajak dihitungnya juga menciut-sebagian merupakan 'bawaan' tahun
lalu. Mengejutkan juga, gambaran pendapatan bersih Playboy
mendekati US$ 9 juta. Itu seperti yang didapat perusahaan itu
tiga tahun lalu, saat keuntungan dari judi dipergunakan begitu
banyaknya untuk mensubsidi proyek-proyek rugi.
Namun Christie sendiri masih sering 'bertabrakan' dengan
ayahnya. Misalnya, ia masih sulit "menerobos" majalah. Di sana
Hefner masih suka 'nongkrong'--walaupun belakangan mengurangi
kegiatan menyuntingi Playboy.
Tua bangka itu kini lebih menyibukkan diri di studio tv.
Rekaman-rekaman siaran tv tertentu diterimanya melalui satelit,
dan pesawat penerima itu berdiri di samping lapangan tenisnya.
Ia sering menontonnya semalam suntuk, diselingi dengan menonton
kaset video dengan cerita favoritnya: Donkey Kong.
Crhristie merasa bahwa kehidupan Hef dicemburui kebanyakan bos.
Sedang dalam perusahaan "sejumlah eksekutif masih tetap
berpura-pura sebagai anggota sebuah kelompok yang teguh seraya
meneruskan tidurnya dengan sekretarisnya masing-masing," kata
gadis itu. Tapi dengan Christie di kursi pimpinan, Hef kini
punya banyak waktu luang untuk menonton Donkey Kong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini