TAK usah repot jika jalan macet di Puncak. Dengan mesin sepeda
motor Yamaha atau Suzuki, anda bisa terbang dari Bandung dan
mendarat di lapangan parkir Senayan. Ini bukan khayalan. Pernah
Ir. Herudi Kartowisastro, Direktur Lembaga Instrumentasi
Nasional (LIN) LIPI, menerbangkan pesawat mini itu berkeliling
Pondokjati, Jakarta. Bahkan jarak Wonogiri-Solo (45 km) sudah
ditempuhnya dalam tempo hanya 25 menit.
Bernama Ultra Light Plane (ULP), pesawat itu sangat ringan,
hanya 80-130 kg. Bentuknya sangat sederhana, seperti pesawat
terbang biasa tapi tanpa tubuh. (jak enam bulan lalu,
sedikitnya 10 ULP--sebagian diimpor dalam bentuk jadi dari
Amerika --sudah terpakai di indonesia.
ULP yang dirakit sendlri oleh Herudi, di garasi mobilnya,
memiliki sayap selebar 80 cm dan bentangannya 10 m, terbuat dari
dacron (kain sintetis yang biasa dibikin bahan pakaian) yang
dilapisi plastik supaya kedap udara. Persis di bagian tengah
sayap--sebelah belakang-kemudi menempelkan mesin Cuyana, yang
biasa dipakai untuk menggerakkan kcreta salju (snow mobile),
berkekuatan 30 PK.
Mesin itu sudah dimodifikasi pada bagian belakangnya ditempelkan
sebuah baling-baling. Berbagai jenis mesin sepeda motor di
bawah 500 cc bisa dimodifikasi, menurut Herudi, asal kekuatannya
di bawah 40 PK.
Kerangkanya terbuat dari pipa aluminium jenis 6061-T6. Pipa itu
menghubungkan sayap dengan ekor pesawat, vang dibikin jadi dua
bagian: vertikal dan horisontal. Yang vertikal berfungsi
mengatur naik-turunnya pesawat, sedang ekor horisontal
mengendalikan pesawat untuk membelok ke kiri dan ke kanan.
Pesawat ini memang menggunakan prinsip kapal terbang, yaitu
kontrol tiga sumbu (tbree exist control). Sayapnya pun
dilengkapi aleron, alat untuk mengatur terbang miring dan
berputar.
Dengan kerangka pipa aluminium juga, di bawah mesin, ada kursi,
satu-satunya untuk pengemudi. Ada 3 roda kecil sebesar piring
makan -- satu di depan dan dua di belakang--yang digerakkan
mesin ketika pesawat landing atau take off: Kabel kecil
memainkan sayap, atau menggeser ekornya.
Ide membuat ULP di Amerika, 1978 berasal dari layang gantung
bermesin (motorized hanggliding), tapi jelas ULP lebih mampu
terbang miring dan berputar, sampai ketinggian sekitar 300 m.
lebih penting lagi, pesawat itu bisa dibongkar-pasang dalam
tempo 40 menit.
Ia hanya membutuhkan lapangan sepanjang 20 m untuk landing dan
30 m untuk take off: Karena tanpa kabin, awaknya harus pakai
helm, kacamata dan jaket.
Kecepatannya maksimal hanya 80 km per jam, dcngan bahan bakar
bensin campur (2 taks), bukan avtur. "Satu liter untuk terbang,
8 atau 9 km," ungkap Herudi. "Kalau mesinnya ngadat di udara,
pesawat ini bisa aman mendarat sebagaimana layang gantung
biasa."
Di Amerika sekarang ULP cukup populer sebagai sarana olahraga
dirgantara. Di sana harganya sekitar US$ 4.000 (Rp 2,6 juta).
Sejak September lalu kepolisian di Monterey Park dan Downey
(kota kecil di pinggiran Los Angeles) menggunakan pesawat itu
untuk patroli rutin, menguber pencuri mobil dan perampok. Biaya
operasionalnya hanya US$ 5 per jam terbang dibandingkan dengan
helikopter sampai US$ 600 per jam terbang.
Di Indonesia, selain unuk olahraga dirgantara, ULP bisa
bermanfaat untuk mengecek waduk, atau kegiatan pertanian lain.
Dan, tentu, mengasyikkan unnlk rekreasi.
Selaku Ketua FASI Bidang Layan, Clantung, Ir. Herudi
Kartowisastro sedang menghubungi Departemen Perhubungan untuk
menyusun ketentuan tentang ULP di Indonesia. Dia juga, katanya
akan membentuk organisasi penggemar ULP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini