Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

KKP Klaim Tagline Rasa 17 Ribu Pulau Bangun Reputasi Udang Indonesia Ramah Lingkungan

KKP tanggapi adanya inisiatif praktik tambak udang ramah iklim yang merangkul ekosistem mangrove demi angkat kembali pamor udang Indonesia.

14 Maret 2025 | 22.07 WIB

Area tambak udang dan mangrove dalam Proyek Climate Smart Shrimp Farming di Desa Lalombi, Sulawesi Tengah, 19 Februari 2025. Dok. Konservasi Indonesia/Hanggar Prasetio
Perbesar
Area tambak udang dan mangrove dalam Proyek Climate Smart Shrimp Farming di Desa Lalombi, Sulawesi Tengah, 19 Februari 2025. Dok. Konservasi Indonesia/Hanggar Prasetio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menganggap produk tambak udang Indonesia dengan tagline “Discover the Taste of 17,000 Islands” memiliki brand udang yang ramah lingkungan di pasar global. Tagline itu juga diklaim telah membuat  para importir udang di Amerika Serikat lebih mempercayai eksportir Indonesia ketimbang asal negara penghasil udang lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Indonesian Shrimp dengan tagline 'Discover the Taste of 17,000 Islands' mengedepankan suplai sepanjang tahun, tanpa antibiotik, aman, dan berkelanjutan (All year supply-zero antibiotics-safe and sustainable)," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Budi Sulistyo kepada Tempo, Rabu 12 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Budi menyatakan itu saat dimintai konfirmasinya akan penilaian bahwa produk udang asal Indonesia mulai kalah pamor di pasar global. Indikasinya adalah pasar yang mulai direbut negara lain seperti Ekuador, India, dan Vietnam yang masing-masing tengah mengembangkan brand udang premium yang minim merusak lingkungan.

Penilaian datang dari Aryo Wiryawan, Chairman dan Pendiri Jala, startup teknologi tambak udang seperti yang ditulis Tempo dalam artikel 'Agar Udang Indonesia Kembali Premium di Pasar Global'. Dalam artikel yang lain, berjudul 'Tambak Udang Berkelanjutan Ramah Mangrove', maupun 'Proyek Pilot Tambak Udang Ramah Iklim Dimulai di Donggala' dipaparkan kalau Jala menggandeng Konservasi Indonesia merintis dan bereksperimen dengan praktik tambak udang ramah iklim demi keuntungan yang lebih berkelanjutan.

Menurut Budi, udang Indonesia mempunyai kekayaan beragam jenis (vannamei, black tiger, dan udang tangkapan laut lainnya) dan menghasilkan rasa yang beragam pula. "Karena dihasilkan dari hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang tidak ditemukan di negara pesaing lainnya."

Bahkan, Budi mengklaim, dari sudut pandang importir di AS, pengenaan bea masuk anti-dumping akan kecil pengaruhnya terhadap produk udang asal Indonesia. Alasannya, harga jual udang Indonesia masih mampu bersaing dengan kompetitor dan tingkat permintaan udang di AS yang tinggi. 

Meski begitu, secara umum, Budi mengakui pengenaan tarif bea masuk anti-dumping terhadap produk udang beku Indonesia sebesar 6,3 persen sejak 1 Mei 2024 cukup berdampak pada capaian ekspor semester 1 tahun 2024. Dengan pengenaan tarif anti-dumping ini, eksportir memikul biaya dan resiko (termasuk bea masuk anti-dumping) sampai negara tujuan (Duty Delivery Paid).

Namun, Budi menambahkan, USDOC menerbitkan Federal Register Nomor 89 FR 104982 pada 26 Desember 2024 yang menetapkan keputusan final serta penerapan Anti-Dumping Duty (AD) bagi produk udang beku asal Indonesia dan Countervailing Duties (CVD) bagi produk udang beku asal Ekuador, India, dan Vietnam. Di dalamnya terdapat keputusan penurunan margin dumping yang dikenakan kepada Indonesia dari yang semula (preliminary determination) sebesar 6,3 persen menjadi 3,9 persen. "Dan Indonesia juga tetap dibebaskan dari tuduhan praktik CVD di tahap final determination," ucapnya.

Pada saat yang sama, AS juga mengenakan bea masuk anti-subsidi (CVD) terhadap Ekuador (3,78 persen), Vietnam (2,84 persen), dan India (5,77 persen).
Jika dibandingkan dengan negara pesaing tersebut, Budi menyatakan, selisih tarif tambahan bagi Indonesia relatif kecil, yakni hanya 0,12 persen lebih tinggi daripada Ekuador, 1,06 persen lebih rendah daripada Vietnam, dan 1,87 persen lebih tinggi daripada India. 

Belum lagi India dan Vietnam masih dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dengan tarif mencapai 110,90 persen untuk India dan hingga 25,76 persen untuk Vietnam. "Dengan mempertimbangkan total pengenaan bea masuk tersebut, udang beku Indonesia masih memiliki daya saing di pasar AS," kata Budi.

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus