Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Konsep Pendidikan di Daerah Kepulauan: Sekolah 1 Atap dan Asrama

Mendikbud mengaku belum memiliki konsep khusus yang komprehensif untuk pendidikan di wilayah kepualauan.

1 Oktober 2019 | 07.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dua kakak beradik suku bajo berjalan pulang dari sekolahnya melintasi jembatan penghubung antar pulau di Pulau Papan, Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, Senin, 1 Agustus 2016. TEMPO/Fahmi Ali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi mengaku belum memiliki konsep khusus yang komprehensif untuk pengembangan dan penanganan pendidikan di wilayah dengan kondisi geografis kepulauan seperti di Maluku.

"Hingga mendekati akhir masa jabatan saya sebagai Mendikbud memang belum ada konsep detail dan komprehensif tentang bagaimana cara menangani pendidikan di daerah dengan karakteristik wilayah kepulauan," kata Mendikbud di Ambon, Senin, 30 September 2019.

Menurutnya, sejauh ini sudah ada beberapa model pendidikan yang bisa dikembangkan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di antaranya konsep "sekolah satu atap".

"Sekolah satu atap ini menggabungkan SD dan SMP, bahkan jika perlu SMA dalam satu sekolah. Konsep ini juga bisa dikembangkan di daerah kepulauan, sehingga siswa tidak perlu menyeberang ke pulau lain untuk bersekolah," katanya.

Dengan pengembangan sekolah satu atap gurunya bisa lebih sedikit, tetapi memiliki kemampuan beberapa mata pelajaran sekaligus. "Kalau sekolah biasa satu kelas ditangani satu guru. tetapi konsep satu atap satu guru bisa menangani dua hingga tiga sekolah sekaligus," katanya.

Dengan model sekolah satu atap, pihaknya menyediakan fasilitas lengkap untuk menunjang pendidikan, termasuk jaringan internet yang dibutuhkan dapat disediakan oleh Kementerian Kominfo.

Dia mencontohkan, di Kabupaten Natuna, provinsi Kepulauan Riau yang termasuk daerah terdepan dan pedalaman, juga dikembangkan model sekolah satu atap. Begitu juga di provinsi Papua dan Papua barat.

Selain itu, pihaknya juga menyelenggarakan sekolah berasrama agar siswa yang rumahnya jauh dari sekolah, tidak perlu harus pulang pergi setiap hari ke sekolah.

"Siswa yang rumahnya terlalu jauh saja yang dikasih kesempatan tinggal di asrama yang letaknya dekat dengan sekolah, sedangkan yang tidak jauh tidak diasramakan. Model ini juga akan dikembangkan di Maluku," ujarnya.

Menteri Muhadjir menambahkan, untuk tahun 2019 pihaknya akan membagikan 1,7 juta komputer tablet kepada 36.000 sekolah di seluruh Indonesia yang diprioritaskan pada sekolah yang terletak di daerah 3T, termasuk di Maluku.

Pemberian 1,7 juta komputer tablet dilakukan dalam rangka mewujudkan upaya pemerintah untuk menginstitusionalisasikan proses inovasi pembelajaran berbasis digital, sekaligus menunjang proses belajar-mengajar di sekolah.

"Mudah-mudahan tahun depan kita membuat yang jauh lebih besar. Sekarang sekitar 2 juta mudah-mudahan tahun depan bisa lima atau sepuluh kali lipat," katanya.

Mendikbud berkunjung ke Ambon membuka Konvensi Nasional Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) 2019, serta meninjau sejumlah sekolah terdampak gempa bermagnitudo 6,5 pada Kamis (26/9) di kecamatan Salahutu, Pulau Ambon, kabupaten Maluku Tengah, serta menyerahkan bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan bantuan peralatan sekolah untuk siswa Paud, TK, SD hingga SMA dan SMK yang terdampak bencana alam tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus