Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Lima Titipan Buat Wiwik

TPPAI memutuskan lima jenis penelitian yang akan di titipkan kepada astronaut pratiwi: pertumbuhan sel darah merah flora mikro sel katak & kepompomg: biji bijian: dan pengindriaan jarak jauh.

18 Januari 1986 | 00.00 WIB

Lima Titipan Buat Wiwik
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PENELITIAN apa yang akan dilakukan Astronaut Pratiwi selama mengorbit dengan pesawat ulang-alik Columbia di angkasa luar nanti? Ada lima jenis penelitian yang dititipkan para ahli Indonesia kepadanya: pertumbuhan sel darah merah, pertumbuhan flora mikro, perkembangan sel katak dm kepompong ulat, pertumbuhan biji-bijian - semua dalam keadaan tanpa gaya berat (micro gravity) - dan penelitian pengindriaan Jarak Jauh. Topik titipan itu ditetapkan setelah dibahas sehari penuh oleh sekitar tiga puluh ahli berbagai disiplin ilmu di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu pekan lalu. "Maksud pertemuan ini adalah untuk menyempurnakan topik-topik penelitian yang feasible dilaksanakan," kata Prof. D.A. Tisnaamidjaja, Ketua Tim Pembina Program Antariksawan Indonesia (TPPAI). Ia menambahkan sebelum memutuskan menjadi lima topik penelitian, tim telah membahas 26 usulan dari berbagai lembaga penelitian dan universitas di Indonesia. Penelitian mengenai pertumbuhan sel darah merah dalam keadaan tanpa gaya berat, yang didiskusikan 30 ahli itu, merupakan titipan dari Biolog Dr Soelaksono Sastrodihardjo dari ITB Ia ingin mengetahui apakah bentuk sel darah merah di ruang tanpa gaya berat akan berubah. Secara teoretis, agar sel darah merah dapat menyerap oksigen sebanyak-banyaknya, bentuknya harus bulat atau bundar pipih, dan dengan ketebalan seminimal-minimalnya. Kenyataannya, bentuk sel darah merah itu berada di antara kedua bentuk ideal tersebut, yakni seperti cakram. Penyimpangan bentuk ini diduga Soelaksono karena adanya medan gravitasi (gaya tarik bumi). Berdasarkan pemikiran itu, timbul hipotesa bahwa bentuk sel darah merah akan menjadi bulat sempurna pada keadaan tanpa gaya berat seperti di ruang angkasa. Jika hipotesa tersebut benar, maka akan terjawab teka-teki selama ini, yaitu mengapa antariksawan sering menderita Space Adaptation Syndrome (SAS)--merasa tak enak badan--bila berada di ruang angkasa. "Soalnya, perubahan bentuk sel dapat mengakibatkan aliran darah terhambat," ujar Dr. Musa, ahli darah pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bagian mana tubuh yang terasa terganggu, kata Musa, tergantung di bagian mana saluran darah terhambat. Pratiwi, ahli rekayasa genetika, akan mencoba meneliti penyebab lain dari SAS. Ia mengusulkan penelitian pengaruh micro gravity terhadap pertumbuhan flora mikro pada tubuh antariksawan. Alasannya: betapapun kerasnya usaha seseorang menjaga kebersihan, ia tak dapat menghilangkan seluruh tumbuhan mikro yang ada di tubuhnya. Tumbuhan mikro itu ada yang berbahaya (pathogen), ada pula yang tidak. Pada tubuh orang sehat, banyaknya tumbuhan mikro ini berada dalam tingkat keseimbangan: kecepatan pertumbuhannya sama besar dengan kebinasaannya oleh zat antibodi tubuh. Dalam hal seperti itu, jumlah tumbuhan mikro yang pathogen tidak akan menimbulkan gangguan. "Saya menduga keadaan tanpa gaya berat akan mengubah keadaan seimbang ini," kata Pratiwi. Ia menambahkan, ke arah mana keseimbangan ini berubah merupakan hal penting. Jika mempercepat pertumbuhan flora mikro pathogen tentu membahayakan antariksawan itu. Andai kata keadaan itu mengurangi keberadaan flora mikro berbahaya tersebut, tentu menguntungkan. "Siapa tahu ruang angkasa bisa jadi tempat menyembuhkan orang sakit?" kata Pratiwi setengah berkelakar. Gurauan segar memang terlontar ketika Wiwik, panggilan Pratiwi sehari-hari, menceritakan cara melakukan penelitian flora mikro. Tumbuhan kecil itu, kata Wiwik, akan diambilnya dari organnya sendiri, yaitu pada daerah-daerah lipatan di tubuh. Soalnya, flora mikro ini menyenangi daerah yang agak lembap, seperti ketiak, telapak tangan, dan tenggorokan. Cara mengambilnya pun sederhana: cukup menggosok-gosokkan kapas yang diberi larutan kimia pada bagian-bagian lembap itu. Kesederhanaan serupa tak mungkin dilakukan untuk penelitian yang diusulkan Prof. D. Sastradipradja, Prof. N. Sugiri, Dr. R. Widjajakusuma, dan Dr. Linda Himawanti Boentaran - nama terakhir ini sempat mengikuti tes lanjutan calon antariksawan Indonesia. Penelitian yang diusulkan empat ahli IPB ini membutuhkan sel katak dan ulat sutera sebagai bahan. Tim, antara lain, ingin mengetahui: Apakah keadaan tanpa gaya berat dapat merangsang perkembangan sel telur katak? Apakah parthenogenetic (pembiakan sel telur tanpa pembuahan oleh sperma) dapat terjadi di ruang angkasa? Pada penelitian dengan ulat sutera, tim ini ingin mengetahui perubahan yang terjadi pada pembuatan kepompong (pupae) di ruang angkasa. Walau penelitian Ini leblh bersifat murni ilmu, pengetahuan tentang pengaruh luar terhadap pembuatan kepompong dapat memperkaya khazanah usaha menghasilkan benang sutera yang lebih baik. Tapi TPPAI cukup pusing tujuh keliling untuk menyediakan sel telur katak dan ulat kepompong yang bakal dibawa Pratiwi. Soalnya, usia sel telur katak dan ulat kepompong itu hanya pada jangka tertentu, sementara keberangkatan pesawat ulang-alik tersebut terkadang tak tepat jadwal. Masalah serupa, tapi sedikit lebih ringan, juga dihadapi dalam merencanakan penelitian pertumbuhan kecambah. Prof. S. Sadjad, Prof. D. Sastradipradja, Dr.Anwar Nur, dan Dr. Sudarsono, semuanya dari IPB, ingin meneliti pengaruh micro gravity pada pertumbuhan kecambah jagung dan kacang hijau. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tumbuhan mana yang lebih dahulu ada di bumi: tumbuhan berkeping dua (dikotil) atau berkeping tunggal (monokotil)?. "Seandainya terbukti akar sekunder kacang hijau tumbuh lebih pendek dari normal, maka kemungkinan besar tumbuhan dikotil berada lebih dahulu dari monokotil," kata Prof. Sadjad. Penelitian kelima, soal pengindiraan jarak jauh, merupakan yang paling mudah. Sebab, berupa pemotretan wilayah Indonesia dengan kamera berlensa 70 mm saja. Karena itu, masalah ini tak dibahas dalam pembicaraan Indonesian Space Experim (Inspex). Lagi pula, TPPAI tak punya banyak waktu untuk menyiapkan keseluruhan penelitian. Seluruh perangkat percobaan, menurut Ketua Subtim Teknis Prof. Bambang Hidayat, harus segera dikirim ke NASA, akhir bulan ini. Padahal, persyaratan yang diberikan NASA terhadap kecanggihan peralatan yang dibawa terhitung berat. Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus