SENGKETA rumah pasangan kumpul kebo, Heryati Kosasih dan Budiman Hanafi, ternyata berbuntut melayangnya surat protes dari Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Gara-garanya, Hakim Bambang Soeparyo, yang memutuskan kemenangan Heryati, mengeluarkan Surat Perintah Pelaksanaan Penetapan Hakim setelah tervonis mengajukan bandingnya. "Setelah adanya banding tersebut, hakim pertama tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan surat penetapan," tulis Ny. Aslamiah Soelaiman, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, yang menandatangani surat protes itu akhir Desember lalu. Aksi protes yang belum pernah terjadi itu bermula dari keterkejutan Heryati, ketika mendatangi PT Sunrise Garden, untuk menanyakan kabar sertifikatnya. "Rumah Anda sudah dijual oleh Hanafi," ujar Sri Handayani, salah seorang pegawai dl perusahaan itu, yang menjual rumah secara cicilan kepadanya. Padahal, Heryati tinggal melunasi Rp 1,5 juta lagi dari cicilannya. Tak pelak lagi, dia segera melaporkan pasangan kumpul kebonya kepada polisi. Di hadapan polisi, janda beranak empat itu mengaku telah ditipu Budiman Hanafi untuk menandatangani blangko kosong yang sedianya untuk membereskan sertifikat induk rumah tinggalnya. Ternyata, yang terjadi di luar rencana. Hanafi mengkhianati kekasihnya yang sudah berjalan empat tahun. Blangko itu diisi dengan kuasa balik nama, dari Heryati kepada dirinya. "Saya tandatangani blangko segel kosong karena percaya sama Hanafi," ujar Heryati. Tak kalah sengitnya, Hanafi pun melancarkan serangan balik. Rumah yang selama ini memakai atas nama kekasih gelapnya itu diakui dibeli dengan uang miliknya, termasuk segala perabotannya. "Saya beli pakai nama Heryati karena takut ketahuan anak-istri," ujar Hanafi, di pengadilan tigkat pertama yang mengganjarnya dengan 5 bulan penjara, karena penipuan, Agustus tahun lalu. Tipuan blangko segel kosong juga ditolaknya mentah-mentah. Hanafi mengaku, ketika disodorkan kepada Heryati, blangko itu sudah diketik rapi. Dengan blangko itulah kemudian Hanafi berhasil memperoleh surat pemilikan dari Sunrise Garden, dan menjualnya kepada adik kandungnya, Ho Tah Tjing. "Rumah itu laku Rp 27 juta," ujar Hanafi, yang juga mengaku mengambil perabotan rumahnya. Karena itu, seminggu setelah divonis, Hanafi segera mengajukan banding. Sementara itu, dua tertuduh lainnya -- direktur Sunrise Garden dan Sri Handayani yang semula dituduh Heryati ikut berkomplot untuk mencundangi rumahnya, sudah diputus bebas. "Baik secara hukum maupun keyakinan,hakim tidak bisa membuktikan adanya unsur membujuk," ujar Prastowo, kuasa hukum Ho Tah Tjing. Di samping itu, Prastowo juga melihat adanya kontradiksi dari vonis Soeparyo. Di satu pihak hakim itu mengakui surat kuasa Hanafi, di pihak lain dia menyerahkan kembali barang bukti kepada Heryati secara langsung. "Hakim telah melakukan putusan perdata, karena dalam putusannya tidak menyebut 'yang paling berhak'," ujar Prastowo. Namun, belum lagi berkas banding itu sampai di pengadilan tinggi, November lalu, Hakim Bambang Soeparyo sudah mengeluarkan surat perintah pelaksanaan penetapan vonisnya: Heryati berhak menerima kembali perabotan, rumah, dan tanahnya di kompleks Sunrise Garden. Dengan syarat, barang bukti itu harus diserahkan kembali bila pengadilan memerlukannya. Dari sinilah muncul surat protes dari pengadilan tinggi. "Surat saya hanya penetapan dari putusan. Saya tidak tahu kenapa beliau mengirim surat protes itu," ujar Bambang. Lalu, apa maksud Soeparyo mengeluarkan surat pelaksanaan itu? "Rumah dan perabotannya memerlukan perawatan yang baik," ujar Soeparyo. Dan Heryati, ternyata, memang hanya menempati-kembali rumah sengketanya berdasarkan permohonan pinjam pakai barang bukti. Kata Soeparyo, itu sudah diatur dalam KUHAP. Praginanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini