Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
LIPI merintis pembuatan rel untuk kebutuhan kereta api cepat.
Menggunakan bahan paduan nikel karena memiliki kekuatan lebih baik.
Kini dalam tahap membuat purwarupa skala utuh.
Kereta api merupakan sarana transportasi massal penting di Indonesia. Namun sayangnya salah satu komponen pentingnya, yaitu rel, masih diimpor. Hal ini berpengaruh terhadap proses dan biaya pemeliharaan. Hal itu menginspirasi Fatayalkadri Citrawati dan timnya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk merintis pembuatan rel. Perempuan peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Tangerang Selatan, Banten, itu merancang rel untuk kereta cepat. Ini sejalan dengan rencana pemerintah yang akan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung.
Penelitiannya dimulai pada 2017. Menurut Fataya—panggilan akrab Fatayalkadri Citrawati—ia awalnya memang lebih memilih untuk memanfaatkan mineral lokal, ilmenit, yang mengandung nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Pada saat yang sama, pemerintah menetapkan prioritas riset yang ada kaitannya dengan sarana transportasi. Ia pernah ke kantor PT Kereta Api dan mengetahui bahwa rel di negara kita itu masih diimpor dan hanya sebagian baut yang bisa diproduksi di dalam negeri. “Maka jadilah penelitiannya diarahkan ke sana,” tutur lulusan Institut Teknologi Bandung itu saat diwawancarai pada Rabu, 30 Desember 2020.
Rel kereta api kita saat ini jenisnya UIC 54, dengan standar per 1 meter seberat 54 kilogram. Adapun kereta cepat menggunakan UIC 60 dengan berat 60 kilogram per meter. Selain spesifikasinya berbeda, bahannya berbeda. “Yang terpasang sekarang menggunakan mangan. Kalau bahan yang kami kembangkan cenderung basisnya adalah nikel,” ujar peneliti yang menempuh pendidikan strata-2 di Technische Universiteit Delft, Belanda, dan program doktoral di University of New South Wales, Australia, itu.
Jenis struktur logam untuk pembuatan rel yang dikembangkan adalah bainite—struktur mikro seperti pelat yang terbentuk pada baja pada suhu 125-550 derajat Celsius. Struktur ini bisa diketahui saat logam dipotong dan dilihat melalui mikroskop. Jenis ini memiliki kekuatan lebih tinggi dan sesuai untuk kereta cepat, yang lajunya di atas 150 kilometer per jam. “Jadi rel memang harus memiliki kekuatan lebih tinggi,” ucapnya. Yang terpasang saat ini adalah jenis pearlite untuk kereta api dengan kecepatan 100 kilometer per jam.
Proses pembuatannya, menurut Fataya, dimulai dari mempelajari artikel-artikel di luar negeri. Pembuatan rel yang menggunakan nikel masih sangat jarang. Mungkin karena nikel merupakan unsur pemadu yang mahal. Peneliti menggunakan software untuk melakukan simulasi pencampuran bahan, menentukan komposisi, temperatur, dan lamanya pemrosesan di dalam tungku. Setelah itu, produksi dilakukan dengan skala laboratorium.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, menurut Fataya, sudah ada contoh rel skala laboratorium. Ukurannya 10 sentimeter. Skala kekuatannya berkisar 1.100-1.200 megapascal. Rel kereta saat ini kisaran kekuatannya 1.050 megapascal. Saat ini tim peneliti sedang merancang pembuatan rel jarum crossing—jenis rel untuk kereta pindah jalur. Untuk kebutuhan ini, jenis yang lebih kuat dibutuhkan agar rel tak cepat aus. Setelah ini selesai, barulah akan masuk ke pembuatan rel skala utuh, yang dimensinya sekitar 2 meter. Fasilitas di LIPI tak memadai untuk itu. Rencananya, LIPI akan bekerja sama dengan PT Pindad.
Setelah skala utuh dibuat, menurut Fataya, akan ada uji coba lagi. Uji pertama dilakukan melalui laboratorium. Tahap ini bertujuan untuk memastikan kekerasan bahan dan kekuatannya sesuai dengan standar internasional. Setelah itu, baru pengujian secara langsung dilakukan. Untuk pengujian tahap ini, LIPI sedang berkoordinasi dengan PT Kereta Api untuk mencoba memasang purwarupa itu di salah satu lintasan yang sepi. “Kalau hasilnya oke, tidak patah, bisa dinaikkan ke jalur yang lebih ramai.”
Dengan perkembangan sekarang, menurut Fataya, masih butuh waktu untuk pembuatan skala utuh. “Untuk pembuatan rel jarum crossing, jika pendanaannya kontinu, mungkin dalam lima tahun bisa dibuat dalam skala utuh,” katanya. Rel batangan masih cukup lama pembuatannya karena mereka masih mencari BUMN yang memiliki alat pembuatnya. Pembuatan rel batangan itu menggunakan proses deformasi, melewati alat roll untuk membuatnya melengkung. Rel jarum crossing, karena bentuknya cukup rumit, metodenya memakai pengecoran.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo