Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JURUS Australia mengintip tetangga makin canggih. Dengan memberikan sejumlah perintah pada komputer di stasiun radar Alice Springs, yang terletak di bagian tengah Australia, operator jaringan radar Jindalee dapat mengintai hampir semua wilayah Indonesia dan kawasan Malaysia serta Muangthai. Kalau sekadar mengintip, tentu bukan soal baru. Semua pelanggan satelit Landsat (Amerika Serikat) atau sateli SPOT (Prancis), termasuk Indonesia, dapat melakukannya dengan memesan obyek yang diinginkan pada operator satelit. Hanya saja, pengambilan gambar terhadap suatu daerah tertentu tak dapat dilakukan setiap saat. Karena kedua satelit itu bergerak mengedari bumi - dan ini tidak memungkinkan satelit-satelit tersebut meliput suatu kawasan terus-menerus. Kekurangan lain, kedua satelit itu tak mungkin melakukan pengambilan gambar bila wilayah yang dituju tertutup awan. Tapi sistem radar tembus cakrawala milik Australia, Jindalee, yang diresmikan awal bulan ini, mampu mengintip sebuah kawasan terus-menerus. Radar ini bahkan mampu menjejak (tracking) pesawat terbang kecil di atas Laut Jawa. Jindalee, yang mampu memantau daerah sejauh ribuan kilometer, memang diarahkan Australia untuk memantau kawasan sebelah utara mereka. Hal itu tak mungkin dilakukan dengan radar konvensional, yang hanya mampu mendeteksi sasaran sebatas garis cakrawala. Karena gelombang radar dipancarkan lurus bagaikan berkas cahaya, sementara permukaan bumi yang akan memantulkan cahaya itu melengkung, maka radar biasa hanya sanggup mendeteksi kapal laut atau pesawat yang terbang rendah pada kawasan sekitar 70 km. Bila jangkauan itu ingin diperluas, maka radar tersebut harus diletakkan di pesawat terbang. Repotnya,karena daya angkut pesawat terbang umumnya terbatas, maka radar yang dapat dibawa pun terbatas kekuatannya - sekitar 400 km saja. Itulah sebabnya, beberapa negara yang tidak begitu luas, antara lain Israel dan Arab Saudi, mengandalkan kecanggihan pengintipan pada pesawat beradar AWACS (Airborne Warning And Control System). Bagi Australia, yang wilayahnya jutaan kilometer persegi, tentu diperlukan puluhan pesawat AWACS. Karena mengunakan pesawat AWACS dinilai tak ekonomis, Australia lalu mencari kiat lain. Jawabannya akhirnya ditemukan Departemen Pertahanan Australia lewat Jindalee. Konsep Jindalee, dan juga semua teknisinya, menurut Brigjen. T.H. Holland, asli Australia. Atase Pertahanan Australia di Jakarta itu menambahkan, untuk memantau selumh wilayah utara dan barat Australia, hanya diperlukan tiga radar Jindalee yang ditempatkan terpisah. Keseluruhan sistem Jindalee, yang dinamakan JORN (Jindalee Operational Radar Network), diharapkan Australia berfungsi penuh pada 1990. Sedangkan biaya pengembangan program ini, menurut buku Jane edisi tahun lalu, sekitar Rp 675 milyar. Jika program tersebut berjalan sesuai dengan rencana, tahun depan Australia bahkan mampu mendeteksi pesawat pengebom mutakhir milik Amerika, B-2, dari jarak 2.500 km. Kehadiran pesawat B-2 itu bisa diketahui operator Jindalee, karena panas yang dikeluarkan mesin pesawat tersebut akan memantulkan gelombang radar JORN ke lapisan ionosfer (lapisan di atas atmosfer). Gelombang itu oleh ionosfer akan dipantulkan kembali ke stasiun penerima, yang letaknya sekitar 100 km dari stasiun pemancarnya. Pesawat pengebom B-2 memang tak dirancang untuk menyelinap terhadap sinyal radar dari atas - umumnya pesawat yang menyelinap ke daerah lawan menghadapi sinyal radar dari arah depan. Pendeteksian jarak jauh JORN dimungkinkan oleh pancaran gelombang frekuensi tinggi (HF)ke lapisan ionosfer dengan sudut tertentu. Besar sudut dan kuatnya pancaran yang dilakukan akan menentukan daerah jangkauannya. Australia diduga akan menggunakan jangkauan sekitar 2.700 km. Menurut Jane, radar Jindalee di Alice Springs menggunakan rangkaian antena sepanjang 2,8 km, dan mengeluarkan daya sekuat 400 W. Dengan jaringan itu, Australia mampu memantau daerah hingga 4.500 km. Pada percobaan di awal 1980-an, JORN terbukti mampu mendeteksi kehadiran pesawat terbang kecil, helikopter, dan kapal kecil yang melintas di daerah pantauannya. Sebelumnya, resolusi radar dengan gelombang HF hanya 20--40 km, itu pun benda bergerak pada radius resolusi itu akan kelihatan diam. Kuatnya kemampuan deteksi radar itu diduga karena JORN menggunakan perangkat komputer canggih dalam menganalisa hasil pantauannya. Tanpa itu, analisa tak mungkin dilakukan. Itu sebabnya, teknologi pemancaran dan penerimanya, meski sudah lama dikenal, baru dimanfaatkan belakangan ini. "Soalnya, gelombang yang diterima itu tak diketahui persis dari mana arahnya," kata Bagun Sutjipto, pakar komputer pada Sekretariat Dewan Pembina Strategis BPPT. Soalnya, perubahan cuaca membuat sifat pantulan lapisan ionosfer akan berubah pula. Karena itu, Australia bangga sekali dengan JORN, yang mampu mengatasi kelemahan tersebut. Di seluruh dunia. agaknya baru Australia dan Amerika yang menguasai teknologi pantulan ini.Tommy Tamtomo, BHM (Jakarta), dan Dewi Anggraeni (Australia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo