Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Kartu merah untuk mahasiswa

Sekitar 30 mahasiswa ITB tak boleh mengambil formulir rencana studi (frs). rektor wiranto arismunandar menganggap mereka tak sopan ketika ITB menyambut mendagri Rudini. kemungkinan mereka dipecat.

19 Agustus 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK seperti biasanya, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Wiranto Arismunandar, hari-hari ini bersikap keras terhadap mahasiswanya. Kamis pekan lalu, misalnya, sebuah surat edaran dikeluarkan Rektor untuk menohok sejumlah mahasiswa. Dalam surat itu, pimpinan ITB merasa dipermalukan atas sikap sekelompok kecil mahasiswa yang sudah melampaui batas sopan santun dan melanggar ketertiban kampus. Dalam menghadapi ulah mahasiswa kali ini, Wiranto Arismunandar mendudukkan dirinya seperti wasit sepak bola. Ia tak segan-segan akan memberi kartu merah bagi mahasiswa yang melampaui batas sopan santun itu. "Kartu merah akan jatuh bagi mereka yang telah dapat 2 kartu kuning," katanya gemas. Rupanya, sebelum ini sudah ada mahasiswa yang dikategorikan memperoleh kartu kuning itu. Sikap tegas Rektor itu bermula dari kejadian Sabtu dua pekan lalu di Gedung Serba Guna ITB. Ketika itu ITB menerima kedatangan Rudini yang diundang secara resmi untuk membuka penataran P-4 bagi mahasiswa baru. Menteri Dalam Negeri ini dikenal juga sebagai Dewan Pembimbing BP-7 Pusat. Pada saat Rudini hendak memasuki ruangan, secara mendadak sejumlah mahasiswa berkerumun sambil menggelar poster. Karena ulah itu dianggap kurang sopan untuk tamu penting dan merusakkan citra keramahtamahan ITB yang selama ini ada, Rektor pun mengancam menguarkan kartu merah alias drop out (DO). "Saya ingin mereka kesatria. Kalau dipecat, mereka harus mau menerima dengan gagah. Itu merupakan risiko dari kekacauan yang mereka bikin sendiri," kata Wiranto. "Mahasiswa bilang jangan mempolitisir kampus, padahal apa yang mereka lakukan itukan kegiatan politik juga." Tindakan tegas ini mengejutkan, karena sebelumnya Rektor justru bertekad menerapkan model zero drop out (menghindari DO) bagi mahasiswanya. "Zero drop out memang tetap kita laksanakan, tetapi itu bagi mahasiswa yang punya semangat belajar tinggi dan bisa dipompa," katanya. Untuk oknum-oknum yang bikin kacau, kata Wiranto, pemecatan sudah sangat layak. "Orang pandai yang jahat itu berbahaya," katanya. Ucapan Rektor ITB ini tidak main-main. Sampai Senin pekan ini, sekitar 30 mahasiswa berbagai jurusan tak diperbolehkan mengambil formulir rencana studi (FRS). Artinya, mereka tak bisa mengikuti kuliah pada semester baru nanti. Sebagian dari mereka itu adalah para ketua himpunan. Hukuman ini, menurut Wiranto, sebanding dengan besarnya kesalahan. Mahasiswa yang hanya menjadi penonton ketika aksi itu terjadi, kabarnya, hanya mendapat teguran. Kepada yang aktif dalam aksi tapi bukan "dalangnya", bisa jadi dikenakan skorsing minimal 2 semester. Sedangkan "dalangnya" sendiri diancam DO. Mahasiswa yang ditolak mengambil FRS itu belum jelas sampai di mana tingkat kesalahannya. Ancaman Rektor itu membuat beberapa mahasiswa yang biasa nongkrong di Student Centre Timur kampus ITB tampak kuyu. "Kalau pemecatan memang dilakukan, kami cuma ingin bertanya, apakah sanksi yang sedemikian berat itu pantas," kata Ammarsya, mahasiswa elektro angkatan 1984 yang tak diizinkan mengambil FRS. Beberapa temannya menambahinya, "Kalau drop out jatuh, ada kemungkinan kami mogok." Sabtu pekan lalu, Student Centre Timur ternyata disegel pimpinan ITB. Ruangan ini memang kerap digunakan sebagai tempat kumpul-kumpul sejumlah mahasiswa. Berbagai coretan, kliping koran dan majalah yang ada di kaca-kaca ruangan itu dipeteteli. "Ruangan ini akan digunakan untuk unit kegiatan yang lebih jelas, sepertl unit kesenian dan olahraga," kata Dr. Indra Jati, Purek III ITB. Sementara itu, kampus ITB hari-hari ini kemungkinan masih tetap sepi. Karena selain kegiatan pengambilan FRS, tak ada kuliah-kuliah sampai akhir Agustus ini. Tentu saja, kecuali mahasiswa baru yany sedang melaksanakan penataran P-4.Gatot Triyanto dan Sigit Haryoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus