Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tujuh belas tahun lalu, tepatnya 7 September 2004, Indonesia digegerkan atas kasus pembunuhan menggunakan racun arsenik. Kasus itu menjadi catatan kelam sejarah Indonesia, di mana Munir Said Thalib menjadi korbannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Munir adalah seorang aktivis pembela HAM yang terkenal getol menyuarakan keadilan. Namun ia harus meregang nyawa di pesawat dalam penerbangannya menuju Amsterdam untuk menuntut ilmu.
Dugaan awal, Munir wafat akibat sakit yang dideritanya. Namun, pada tanggal 12 November 2004 Badan Forensik Belanda mengeluarkan hasil autopsi yang mengejutkan. Munir tewas akibat reaksi racun arsenik dalam lambungnya.
Dari hasil autopsi ditarik kesimpulan bahwa kematian Munir merupakan pembunuhan berencana. Melansir dari ABC, Munir dibunuh dengan racun arsenik yang bereaksi dalam hitungan di atas 3 jam dan tidak langsung membunuh korban.
Racun arsenik adalah arsenik buatan atau disebut juga arsenik anorganik yang umumnya digunakan untuk keperluan pertambangan, termasuk tambang batu bara dan peleburan tembaga. Senyawa ini kerap digunakan pula dalam beberapa sektor industri, seperti pengolahan kaca, tekstil, cat, pengawet kayu, hingga amunisi.
Arsenik dikenal sebagai ‘raja segala racun’ dan ‘racun para raja’. Sebab, dalam sejarah dunia, arsenik merupakan racun pilihan orang kerajaan maupun rakyat jelata. Arsenik dinilai cukup efektif karena karakternya yang tidak berwarna dan berbau.
Terdapat dua tipe arsenik, organik dan anorganik. Arsenik anorganik merupakan tipe yang paling banyak dikaitkan dengan efek merugikan kesehatan.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa paparan arsenik dalam jangka panjang atau dosis yang besar dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru, kanker kulit, kanker prostat dan kandung kemih, serta kanker hati. Melansir dari laman dartmouth, hal ini diduga terjadi karena efek beracun arsenik pada sel tubuh.
M. RIZQI AKBAR
Baca juga: