SUDAH hampir dua tahun lamanya seberkas rencana peraturan
Menteri PUTL nongkrong di meja ir. Sutami. Isinya: konsep
peraturan baru instalasi listrik, hasil garapan Tim Tujuh PLN
yang diketuai HS Joesoef Pradjawasita. Selesai dan
ditandatangani ketuanya 22 September 1975, sampai sekarang
rancangan itu masih menunggu tandatangan Menteri PUTL, sebagai
'atasan' Perusahaan Listrik Negara. Namun mengingat Menteri yang
sibuk itu kini sedang cuti sakit ke luar negeri (jabatan Menteri
PUTL ad interim dipegang Presiden sendiri), PLN harus bersabar
lagi.
Tak banyak yang baru dalam konsep peraturan pemasangan instalasi
listrik itu. Namun yang penting: ada pasal-pasal tertentu yang
diharap dapat memecahkan pertikaian yang sering timbul antara
PLN, sebagai produsen listrik, dengan konsumen. Terutama
konsumen kecil dan menengall yang berlangganan listrik dari 300
sampai 1300 wat -- atau lebih tepat: 300 Sampai 1300
Volt-Ampere (VA). Mereka ini sering merasa dirugikan PLN: oleh
sekering yang putus atau pembatas arus (begrenser) yang anjlok
sebelum beban listriknya mencapai jumlah wat yang dijanjikan.
Ambillah misalnya Hilman Madewa yang tinggal di Gang Batik 3.
Bendungan Hilir, Jakarta. Dalam surat di Harian Kompas, 6 Mei
lalu, dia marah-marah 1antaran listriknya sudah mati pada beban
600 wat. Padahal dia katanya berlangganan 1300 wat dengan
tegangan baru 20 volt. Dan dengan ilmu berhitung yang sederhana
digambarkannya bagaimana dia mencapai 600 wat itu: 7 lampu neon
@ 10 wat, 9 lampu neon @ 20 wat, 1 lampu pijar 5 wat, 1 lampu
pijar 10 Witt, dan sebuah pompa air sanyo 100 wat. Total 590
Wat.
Maka dia melapor ke PLN di Merdeka Timur. PLN memanggil
instalatir yang memasang instalasi di rumah Madewa. Tapi
keduanya tak dapat memberi jalan keluar. Di depan petugas PLN
itulah Hilman mendemonstrasikan pemakaian listriknya yang tak
melebihi 600 wat, tetapi tetap anjlok. Jadinya Hilman penasaran.
Lebih-lebih karena gangguan itu tak dialaminya ketika listriknya
masih 110 volt. "Waktu itu kami leluasa memakai strom: semua
lampu bisa hidup, TV dan lemari es listrik tidak pernah mati,"
tutur Madewa. Maka, "kalau ada yang salah, di mana letak
salahnya?
Itu Cosinus Phi
Nah. Konsep Pradjawasita itu - yang masih di meja Menteri Sutami
- meucari pemecahan bagi sengketa ini (tanpa menjelaskan
teka-tekinya sendiri). Khususnya melalui pasal 9 tentang Syarat
Peralatan Listrik, dan pasal 10 tentang Kondensator Statis.
Pasal 9 ayat 2 menekankan: "lampu bukan pijar seperti lampu
fluorescent, mercuri yang dapat menyebabkan turunnya faktor
kerja melampaui batas yang dibenarkan, harus dilengkapi dengan
kondensator, sehingga faktor kerja dari lampu dan
perlengkapannya menjadi sekurang-kurangnya 0,8". Sedang pasal 10
ayat I berbunyi: "Bagi instalasi yang penggunaan tenaga
listriknya mengakibatkan turunnya faktor kerja sehingga kurang
dari 0,8 harus menggunakan kondensator dan/atau alat lainnya,
sehingga faktor kerja mencapai sekarang-kurangnya 0,8."
Tapi apa sih sebenarnya faktor kerja atau istilah teknisnya
cosinus phi? (petugas PLN yang berurusan dengan Hilman Madewa
tempo hari juga menggunakan rumus cos phi itu dalam
argumentasinya). Tapi Madewa - dan ratusan konsumen PLN lain --
tak bisa mengerti apa hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka
sebenarnya bisa memanfaatkan arus listrik banyak, tapi tak
memperolehnya.
Kesalahfahaman pertama timbul, karena daya listrik yang menjadi
jatah sang langganan sebenarnya bukan dinyatakan dalam wat, tapi
dalam Volt Ampere (VA) itu tadi. Sedang usaha listrik yang
terpakai secara riil tiap bulan, itulah yang dinyatakan dalam
kilowat/jam (kWh). Bedanya begini. Dalam dunia listrik arus
bolak-balik sebenarnya dikenal tiga macam daya. Yakni 'daya
tersamar yang dinyatakan dalam volt ampere, 'daya aktif' dalam
wat dan 'daya reaktif'. Yang terakhir tak begitu penting.
Yang menghasilkan duit bagi PLN hanyalah daya aktif (wat). Bagi
konsumen, komponen daya ini pun penting sekali. Sebab daya aktif
inilah yang menghasilkan usaha -- baik berupa panas, terang,
bunyi maupun gerak berputar pada motor listrik. Angka yang
tercantum pada aparat listrik seperti generator, transformator,
kipas angin, lemari es dan pompa air, biasanya daya tersamar
itulah - bukan daya aktif.
Adapun daya aktif yang tertulis pada lampu TL--sialam wat--dalam
praktek memang tercapai. Tapi dengan risiko: volt ampera yang
dimakan jauh lebih besar dari jumlah watnya, akibat daya reaktif
dalam kumparan ballast trafonya. Nah, perbandingan daya aktif
(wat) dengan daya tersamar (VA) itulah yang disebut "faktor
kerja" alias cos phi.
Baru Satu Produsen
Angka itu berkisar dari 0 sampai 1. Lampu pijar, faktor kerjanya
1. Dengan kata lain, VA yang dikonsumir sama dengan jumlah
watnya. Motor-motor listrik, oleh pabrik sudah dirancang
sehingga faktor kerjanya tidak kurang dari 0,8. Namun faktor
kerja lampu neon -- akibat jeleknya kwalitas trafo ballast-nya -
berkisar antara 0,3 sampai paling banter 0,5. Akibatnya, lampu
neon yang berdaya aktif 20 wat pada tegangan 127 volt dalam
praktek mengkonsumir 46 VA. Bahkan pada tegangan 220 volt lebih
boros lagi: sampai 70 VA.
Konsumsi daya tersamar yang hampir 2 x daya aktif itu ditemukan
pula pada lampu neon 40 wat, yang pada tegangan 127 volt
mengkonsumir 89 volt. Sedang pada tegangan 220 volt, dengan
merek trafo ballast tertentu mengkonsumir 78 volt.
Begitulah kesimpulan riset yang dilakukan ir Suryono, ahli
listrik lulusan Tiongkok yang kini memimpin sebuah perusahaan
asembling kondensator buatan Jepang. Alat ini -- yang kelak akan
diwajibkan pemakaiannya bila konsep peraturan Menteri PUTL sudah
ditandatangani - dipertontonkan pemakaiannya di Pekan Raya
Jakarta yang baru lalu (lihat skema). Katanya kepada TEMPO:
"Negeri-negeri tetangga seperti Malaysia, Muangthai dan
Singapura sudah lama mewajibkan pemakaiannya dalam instalasi
listrik. Khusus untuk lampu TL, keharusan memasang kondensator
sudah dituangkan dalam peraturan instalasi listrik setempat.
Nah, kapan PLN menyusul?"
Dengan memasang kondensator yang harganya sama dengan 2 bungkus
rokok kretek, faktor kerja lampu neon dapat dikatrol dari 0,4
menjadi 0,8. Sehingga konsumen dengan jatah listrik 650 VA akan
mampu memasang 18 lampu neon @ 20 wat. Padahal tadinya paling
banter separohnya saja, begrenser sudah anjlok. Dan frustrasi
orang seperti Madewa -- maupun PLN yang terus-menerus dituding
sebagai penjegal arus listrik konsumen -- dapat terobati.
Sayangnya, produsen alat listrik yang kecil tapi vital ini baru
satu. Yakni di Tangerang, di bawah pengawasan Lembaga Masalah
Ketenagaan (LMK)/PLI. Sehingga kalau saatnya penggunaan
kondensator diwajibkan oleh Menteri dapatkah semua langganan
dilayani?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini