Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Menteri Satryo Minta Perguruan Tinggi Penyedia Guru Bikin Terobosan

Menteri Satryo 'menyalahkan' guru-guru untuk tingkat literasi anak Indonesia yang terendah kedua di dunia.

24 Januari 2025 | 23.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro saat membuka acara 'Vokasi Berinovasi' di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta Pusat, pada Senin, 16 Desember 2024. Tangkapan layar YouTube Direktorat Akademik Dikti Vokasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro meminta perguruan tinggi yang mencetak profesi guru atau pendidik dapat melakukan terobosan. Satryo memintanya karena peringkat kemampuan literasi anak-anak Indonesia terutama bidang numerik, membaca, dan sains saat ini nomor 2 terendah dari 69 negara yang dievaluasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Para guru mulai yang bertugas di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SMA kelak harus dapat meningkatkan literasi anak didiknya," kata Satryo di sela menghadiri pelantikan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta di Auditorium UNY pada Jumat, 24 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atas peringkat rendah kemampuan literasi anak-anak Indonesia saat ini, Satryo menyoroti penyiapan guru-guru sekolah yang selama ini dinilainya terkesan tak ada perubahan alias biasa-biasa saja. "Belum ada terobosan dari LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan),” kata Satryo.

Ia meminta perguruan tinggi yang mencetak profesi guru menghasilkan lulusan yang bisa menciptakan metode pembelajaran dan pelatihan yang tepat bagi anak didiknya. Guru, dia menekankan, jangan hanya mengandalkan kaidah-kaidah atau teori yang selama ini melekat. Alasannya, tantangan zaman ke depan yang tidak bisa dihadapi dengan cara biasa dan tidak ada kepastian.

"Menghadapi tantangan di masa depan," kata Satryo, "Guru-guru harus bisa membuat siswa didiknya tak hanya menguasai hafalan dan memahaminya namun juga bisa berpikir kritis." 

Satryo lantas meminta LPTK seperti UNY untuk bisa menghadirkan model pendidikan afirmatif bagi para guru yang dipersiapkan. Para guru itu yang kemudian diharap mampu meningkatkan literasi anak-anak didiknya. “Jika persoalan literasi ini dibiarkan, kita akan sulit mencapai generasi Indonesia Emas nanti,” ujarnya.   

Lebih lanjut, Satryo menuturkan, pada momentum Indonesia Emas 2045 nanti, semestinya sudah tumbuh generasi dengan literasi tinggi sehingga bisa menciptakan kemajuan-kemajuan bagi bangsa. "Majunya sebuah negara salah satunya tergantung dengan tingginya literasi yang dimiliki generasi di negara itu,” katanya sambil menegaskan tidak ada yang namanya siswa bodoh.

Masyarakat Indonesia yang berada di wilayah-wilayah terpencil seperti Papua, menurutnya, selama ini hanya belum memiliki kesempatan untuk meningkatkan literasinya seperti mereka yang tinggal di Jawa. “Sehingga perlu sekali memunculkan guru-guru yang bisa meningkatkan literasi itu terutama bagi pelajar di daerah tertinggal,” kata dia.

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Koresponden Tempo di Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus