Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIM Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Bandung membuat alat terapi oksigen beraliran tinggi atau high flow nasal cannula (HFNC). Keandalan alat kesehatan itu telah teruji di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Kementerian Kesehatan pada Maret lalu. Mesin itu merupakan HFNC pertama buatan Indonesia yang lolos uji teknis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim pembuat HFNC itu terdiri atas Hendri Maja Saputra, Budi Prawara, Haznan Abimanyu, dan Catur Hilman. Sejak awal riset mereka bekerja sama dengan PT Gerlink Utama, yang juga memberikan bantuan dana pembuatan alat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para peneliti LIPI mengembangkan model HFNC sendiri karena ada masalah ketersediaan alat bantu pernapasan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama masa pandemi Covid-19. Alat kesehatan itu selama ini selalu diimpor.
Hendri mengatakan HNFC lokal itu memiliki konfigurasi sistem yang berbeda dengan produk yang selama ini diimpor Indonesia. Karena didesain dan diproduksi di dalam negeri, perangkat ini memiliki keunggulan dalam hal jaminan dan layanan purnajual. “Harga alatnya sekitar Rp 38 juta,” ujarnya pada Kamis, 9 Juli lalu.
Mesin Terapi Oksigen Pasien Covid-19/Tempo
Menurut Hendri, HFNC merupakan alat terapi oksigen. Fungsinya sebagai alat bantu bagi pasien yang mengalami masalah pernapasan. Alat ini mengeluarkan oksigen beraliran tinggi. Alat tersebut, dia menambahkan, didesain dengan spesifikasi keluaran oksigen dengan kisaran aliran 5-60 liter per menit.
Sistem HFNC LIPI itu dilengkapi alat penyalur aliran oksigen, heater humidifier untuk mengatur temperatur dan kelembapan udara, serta breathing circuit alias slang pernapasan. Tingkat aliran dan fraksi oksigen bisa diatur berdasarkan putaran sepasang kenop di mesin. Alat ini dapat beroperasi dengan daya listrik sebesar 360 watt.
Tim LIPI juga memasang baterai untuk menyokong operasi mesin tatkala listrik mendadak padam. Baterai itu mampu mengoperasikan mesin selama dua jam. Meski demikian, dayanya hanya bertahan sekitar 30 menit jika dipakai untuk memanaskan dan melembapkan udara. Mesin perlu segera disambungkan ke sumber listrik cadangan. “Jika dalam waktu 30 menit listrik belum menyala, disarankan untuk mematikan alat,” ucapnya.
Berbekal izin edar dari Kementerian Kesehatan, HFNC lokal itu tengah menjalani proses produksi. Mesin tersebut ditargetkan bisa dibuat hingga 50 unit selama bulan ini. Saat ini sudah ada 10 unit untuk produksi percobaan. Sebagian mesin telah diserahkan ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin di Bandung dan RS Dr Soetomo di Surabaya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo