Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mesin yang lapar sampah

Mesin pemusnah sampah model sids (soska incenerator development system), diketemukan oleh stefanus otto saela kailuhu (soska). dengan sids, suplai sampah diduga tak akan cukup untuk mesinnya.(ilt)

13 Maret 1982 | 00.00 WIB

Mesin yang lapar sampah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SAMPAH, terutama di kota-kota besar, meminta biaya sangat mahal. Di Jakarta, misalnya, biaya memberantas tumpukan sampah Rp 9 milyar, atau 4,7% dari APBD Jakarta. Dan kalau ibukota RI ini mau terbebas dari sampah, menurut perhitungan WHO, diperlukan biaya sepuluh kali lipat dari kemampuan DKI Jakarta selama ini. Selama ini, masalah sampah di Indonesia (khususnya Jakarta) masih ditangani secara konvensional. Setiap harinya, penghuni Jakarta membuang sebanyak 17.000 m3 sampah. Tapi 954 LPS(Lokasi Penampunan Sementara) cuma sanggup mengangkut sekitar 12.750 m3, atau 75% dari jumlah sampah keseluruhannya. Dari LPS, sampah tersebut diangkut lagi ke. LPA (Lokasi Penampungan Akhir) yang ada di Cawang, Sunter dan Jalan Pramuka. Ketiga tempat ini sudah penuh dan Pemda DKI terpaksa mencari tempat yang lebih jauh lagi, yaitu di jalan raya antara Cakung dan Cilincing. Sampah yang bisa diangkut ke LPA pun cuma 80%, mengakibatkan bertumpuk kotoran di banyak sudut kota. DKI memang punya 6.500 petugas armada sampah, tapi alat mereka tidak lengkap. Masih mempergunakan sapu lidi dan pengki, 402 truk sampah yang sebagian dalam keadaan tidak jalan -tetap tidak isa menyedot sampah di seantero kota. Dalam keadaan btgitu, sudah sejak sepuluh tahun lalil, ada niat mendirikan pabrik kompos fermentasi. Biayanya tidak kecil. Belum ada pengusaha yang ingin mempertaruhkan uangnya dalam hal pupuk kompos ini. Ada pula yang mengusulkan pembakaran sampah yang -- seperti Singapura--kemudian dijadikan bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Walhasil, dipakai cara yang termurah (dan termudah). Yaitu cara timbun dan bakar. Jakarta mempergunakan sistem pengerukan dan pemadatan (sanitar landfill system). Tetapi cara ini mengakibatkan pencemaran lingkungan. Misalnya, sumur penduduk tercemar selama masih dalam radius 500 m dari timbunan sampah. Kebakaran sering terjadi pada timbunan sampah ini yang berlangsung lama dan sulit dipadamkan. Kalau Ibukota ini nanti tidak mempunyai tanah rendah yang bisa dijadikan lokasi timbunan sampah, ke mana lagi akan dibuang? da jawabannya dari Bandung. "Kita cukup dengari bismillah dan sebatang korek api, sampah bisa musnah," ujar seorang lulusan MIT (Massachusetts Institute of Technology), AS. Inovasinya tidak memerlukan BBM ataupun kayu, sedang mesinnya bisa dibuat dengan bahan lokal. Penemu alat baru tersebut: Stefanus Otto Saela Kailuhu, bisa disingkat menjadi Soska, berusia 65 tahun. Mesin pemusnah sampahnya sudah dipatentkan dengan nama SIDS (Soska Incinerator Development System). SIDS bekerja dengan prinsip fisika aerostatika dan bekerja tanpa bahan bakar (nonfuel basic system) Tuneku incinerator (pembakaran), yang seluruhnya dibuat dengan bahan-bahan dalam negeri, bisa dioperasikan secara nonstop. Hanya, kalau sudah mencapai 5000 jam kerja, tungku ini perlu dibongkar (overhaul) untuk servis. Umur alat ini diperkirakan 10 tahun lamanya. Soska telah mendisain beberapa model dan ukuran, sehingga diperoleh hasil incinerator dengan berbagai kapasitas pemusnahan. Model mono standard, dengan waktu pembuatan mesin sekitar 2 bulan, kapasitasnya 3-6 m3/jam. Lokasi yang diperlukannya 1000 m2. Model supertwin, mempunyai kapasitas 12-30 m3 sampah yang musnah tiap jam. Lokasi yang diperlukannya sekitar 5000 m2. Model tetra, dengan keperluan lokasi 10.000 m2, bisa memusnahkan sampah 30-40 m3/jam. Tungku terdiri dari cerobong dan tabung pembakar yang dibuat dari bata tahan api, semen portland, pasir beton, besi beton, baja antikarat, dan sebagainya. Yang dimusnahkan lewat SIDS ialah jenis sampah organik (buangan dari daging, daun, kertas, kayu, dan sebangsanya). Karena sistem membuang sampah di Indonesia masih bersifat campurbaur, Soska juga telah menyiapkan alat pemisah untuk sampah organik, anorganik (pasir, aluminium, timah, besi, dan sebangsanya) dan sintetis (yang memiliki komposisi petrokimia). Berbagai jenis sampah itu masuk dalam sebuah tanur. Dengan curahan air di dalam tanur, alat itu bisa memisahkan tiap partikel dari sampah tersebut. Tinggallah kini sampah organik dan lembaran plastik yang dalam temperatur 52øC akan mencair, semuanya itu kemudian siap dimasukkan ke dalam tungku. "Dalam tempo 3 menit saja, sampah akan musnah," kata Soska. Prinsip yang dipakainya ialah mengubah udara yang diam (aerostatis) menjadi angin yang bergerak (aerodinamis) yang gunanya untuk menghembuskan api. Kalau api sudah sekali menyala, umpan sampah harus diberikan secara berkesinambungan. Panas di dalam tungku bisa mencapai 700øC. Untuk mencegah kerusakan, panas harus diturunkan sampai 370øC dengan sistem pendingin. Karena itu, pembakaran sampah ini sebaiknya di tempat yang dekat dengan sumber air. Tiap kubik sarnpah organik, menurut Soska, bisa menghasilkan 80 kg kompos. Sedangkan recycling (daur ulang) dari lembaran plastik, katanya bisa dijadikan bahan pembuat genteng atau eternit. Sedangkan dari uap pembakaran plastik, lewat proses tertentu, bisa didapat aquadestilata. Soska, bersama Ir. Theo Pietersz dan Mayor (Pur) Soehanda dari Yasindo (yayasan yang mendukung proyek SIDS), sejak 1978 mengadakan percobaan di desa Cigugur, Cimindi dan tempat lain di sekitar Bandung. Dan Yasindo telah mcngirim usulan kepada Mcnteri Ristek Habibi dan Menteri PUTL Poernomosidi. Model SIDS memang bukan satu-satunya (Libat box) untuk memusnahkan sampah. Tapi cara Soska ini mungkin yang termurah, termudah dan tercepat. Kalau SIDS dipakai, katanya pula, pasti Jakarta atau kota besar lainnya di In.ionesia "akan kekurangan sampah" karena tungku itu bekerja terus-menerus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus