RAJA Cheops memerlukan sebuah perahu untuk mencari Tuhan. Sebelum mangkat, raja Mesir ini berwasiat agar disediakan perahu dalam piramid besar, yang bakal menjadi kuburnya. Titah sang maharaja pun terlaksana. Kapal kayu sepanjang 40 meter disimpan pada sebuah ruang piramid, tak jauh dari kamar tempat mumi raja berbaring. Perahu Surya, nama kapal itu, ditemukan 33 tahun silam dan kini menjadi penghuni museum di Kairo. Saudara kembar Perahu Surya, pekan lalu, ditemukan pada ruang lain dalam Piramid Cheops. Para ahli, gabungan dari Amerika dan Mesir, menemukan perahu kedua itu setelah membuat lubang sedalam 10 meter selebar 10 cm pada salah satu dinding piramid. "Sayang, tubuh perahu itu telah ambruk," ujar Pieter Tan, seorang anggota tim gabungan ini. Kendati demikian, menurut Pieter Tan, rentangan-rentangan kayu yang masih tegak tetap mencirikan sosok sebuah perahu zaman purbakala. Para ahli memperoleh foto-foto perahu itu melalui sebuah kamera yang dimasukkan ke dalam perut piramid. Gambar yang disajikan oleh kamera itu menunjukkan sebuah runtuhan kapal sepanjang 40 meter, dalam sebuah ruang yang berdinding batuan gamping. Alat foto itu bisa dikendalikan dari jarak jauh, dan mampu menangkap serta mengolah sinar laser yang dia pancarkan. Pada mulanya, para ahli bertujuan mengambil contoh udara, yang diduga tersekap di balik dinding batu selama lebih dari 4.600 tahun itu, untuk diteliti. Tapi, "Justru sebuah penemuan arkeologi yang dihasilkan," kata Omar Arini, koordinator riset itu. Maka, untuk sementara, pembicaraan soal perahu baru ini tampak lebih sengit dibanding soal hawa piramid. Rusaknya Perahu Surya II, menurut dugaan Pieter Tan, adalah akibat merembesnya udara luar ke dalam lorong piramid itu. Kendati tampaknya kedap udara, Tan menduga udara mampu menerobos dinding batu itu. "Dinding batu piramid itu berongga-rongga kecil, seperti spons. Rasanya, mustahil dinding ini bisa menyekap udara sampai puluhan abad," katanya. Lapuknya tubuh perahu itu, tutur Tan adalah bukti bahwa udara luar bebas keluar masuk. Tanpa adanya udara luar, kata ahli fisika atmosfer dari Amerika ini, proses pelapukan kayu kecil kemungkinannya bisa berlangsung. Atmosfer ruang penyimpanan perahu telah mencapai titik keseimbangan kimia dengan tubuh perahu. Tanpa intervensi udara luar tak bakal terjadi reaksi-reaksi pelapukan. Pieter Tan menyebut bukti tambahan: ternyata tekanan udara di luar dan di dalam ruang penyimpanan itu sama. Ini merupakan indikasi adanya pertukaran gas melalui dinding batu itu. Piramid Cheops adalah bangunan batu terbesar di Mesir. Puncak piramid ada pada ketinggian 140 meter. Alas bangunan batu ini berbentuk bujur sangkar, sekitar 50.000 m2 luasnya. Bangunan ini mempunyai banyak lorong dan banyak pintu. Lorong-lorong itu menghubungkan satu ruang dengan ruang lain. Pintu-pintu batu yang berat menjadi pembatas antara lorong-lorong itu dan kamar-kamar piramid. Pelbagai macam perhiasan, senjata, dan barang kesukaan raja terserak di antara ruang-ruang yang puluhan jumlahnya. Dua Perahu Surya itu termasuk dalam daftar kekayaan piramid. Perahu memang lazim tersimpan dalam piramid Mesir. Menurut kepercayaan Mesir kuno, perahu itu menjadi kendaraan arwah raja dalam mencari Tuhan. Ada dua perahu yang dibutuhkan arwah Firaun. "Sebuah menjadi kendaraan siang, sebuah lagi untuk perjalanan malam," kata seorang arkeolog Mesir. Satu perahu Cheops telah ditemukan dan diangkat tahun 1954. Menurut catatan yang tertulis pada dinding penyimpanan perahu itu diberi nama Surya. Sayang, tubuh perahu itu mendadak hancur ketika dibawa keluar. Perubahan komposisi atmosfer secara mendadak membuat perahu itu berantakan menjadi 1.200 keping. Restorasi tubuh perahu ini memerlukan waktu 26 tahun. Pengalaman buruk itu membuat pemerintah Mesir mengambil sikap ekstrahati-hati untuk mengeluarkan setiap benda purbakala dari piramid. Pengambilan contoh udara, seperti dilakukan pekan lalu, adalah dalam upaya mengenali sifat atmosfer dalam ruang piramid: tekanan udara, misalnya, atau komposisinya. Proyek ini sebetulnya telah dimulai tahun lalu, tapi macet. Alat bor biasa tak lagi bisa digunakan ketika berhadapan dengan batuan gamping keras yang melindungi ruang penyimpanan Perahu Surya II itu. Selain untuk menyingkap misteri atmosfer zaman itu, informasi ilmiah tadi akan dijadikan dasar membuat udara tiruan untuk menyimpan warisan raja yang kini masih berada dalam perut piramid. "Udara tiruan ini kami perlukan agar barang-barang peninggalan Firaun bisa tersimpan secara aman," ujar Dr. Kamal Barakat, Direktur Pusat Riset dan Restorasi Purbakala Mesir. Namun, Pieter Tan ragu. Dia tak percaya bahwa dinding batu itu mampu mengisolasi udara sampai ribuan tahun. Sampel udara yang diambil dari ruang penyimpanan Perahu Surya II itu, menurut Tan, tak mungkin mewakili sifat atmosfer zaman Firaun. "Sampel udara itu hanya menunjukkan komposisi udara ketika Perahu Surya II mulai melapuk, entah kapan," ujar Tan. Nasib Perahu Surya II belum jelas. Tan setuju reruntuhan perahu itu diangkat keluar dan direstorasi, untuk kemudian disimpan dalam ruang yang cocok udaranya agar lebih aman. Namun, Kamal Barakat menolak. "Sebaiknya ruang itu dibiarkan tertutup barang yang ada di dalamnya tak perlu buru-buru dijamah," katanya. Agaknya, Kamal masih dihantui ambrolnya Perahu Surya I begitu menyentuh udara luar. Sejauh ini, para ahli belum menawarkan cara yang aman untuk mengangkut dan menyimpan warisan Firaun itu. Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Dja'far Bushiri (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini