Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan riset berbasis metal organic frameworks (MOFs) untuk membuat bahan bakar pesawat hayati atau bio-jet fuel dari minyak kelapa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Kimia BRIN Deliana Dahnum mengatakan bio-jet fuel adalah bahan bakar dari energi terbarukan yang menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakunya. “Indonesia memiliki potensi besar karena banyak sumber daya alam berupa minyak kelapa yang tumbuh subur di wilayah tropis,” kata Deliana dikutip Tempo dari keterangan tertulis, Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deliana mengatakan bahwa bahan bakar alternatif itu dibuat dari kelapa tua, kecil, atau yang berjamur dan sudah tidak layak konsumsi. Dengan bahan bakar tersebut, dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Selain itu, mendukung pemanfaatan sumber daya lokal yang ramah lingkungan dan mengurangi emisi.
“Pengembangan ini telah mencapai tahap uji coba laboratorium dan menunjukkan potensi untuk dikembangkan pada skala lebih besar,” kata Deliana. “Termasuk pada kelapa yang tidak layak konsumsi, guna memaksimalkan keberlanjutan energi.”
Deliana berharap riset bio-jet fuel dapat dikembangkan lagi untuk mempercepat penelitian yang lebih maju, sehingga dapat berkontribusi langsung untuk memenuhi kebutuhan energi berkelanjutan.
BRIN telah mengembangkan katalis berbasis MOF karena keunggulannya, seperti luas permukaan yang besar dan sisi aktif yang banyak di dalam material tersebut. Teknologi ini telah diuji secara laboratorium menggunakan reaktor bertekanan tinggi dan temperatur yang dapat disesuaikan.
Proses penelitian dimulai sejak 2021 dengan dukungan pendanaan dari proyek kerja sama internasional dengan Korea Selatan, kemudian berlanjut dengan Jepang pada 2023. Selain itu, pada 2024 memperoleh pendanaan dari L’oreal – UNESCO For Women in Science untuk mendukung pengembangan lebih lanjut.
“Harapannya, pada 2025 kami bisa memulai produksi dalam skala pilot. Saat ini masih dalam tahap laboratorium, tetapi potensinya besar. Tidak hanya untuk minyak kelapa, tetapi juga dari side product (limbah) kelapa sawit,” kata Deliana.