Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hanya diperlukan 1,1 kilogram uranium untuk bangkitkan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan listrik manusia dari lahir hingga berumur 73 tahun. Sebagai perbandingan, dibutuhkan setidaknya 88 ton batu bara atau 47 ribu kilogram gas bumi atau 65 ribu kilogram minyak untuk mendapatkan jumlah energi yang setara. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Haryo Seno, memaparkan keunggulan energi nuklir itu dalam keterangan tertulis yang dibagikannya, Selasa 30 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan energi nuklir, masyarakat hanya membutuhkan konsumsi energi sebesar telur ayam seumur hidup. Bayangkan betapa hematnya," ujar pengembang teknologi nuklir di Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir, BRIN, itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Haryo, rata-rata orang yang sampai ke usia 73 tahun telah menggunakan sekitar 235 ribu kWh energi listrik selama hidupnya. Jumlah energi sebesar itu, kata dia, bisa didapatkan dari bahan bakar uranium yang sebesar telur ayam. Sedangkan 88 ton batu bara disebutnya setara dengan volume setara 21 tumpukan gajah.
Energi nuklir juga diklaim Haryo lebih ramah lingkungan ketimbang industri batu bara dan sejenisnya. Walaupun nuklir masih menghasilkan emisi karbondioksida tapi, kata Haryo, jumlahnya cenderung lebih kecil ketimbangkan industri energi yang lain. Bahkan, emisi ini bisa dikurangi jumlahnya melalui jenis Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang dibangun.
"Karena emisinya relatif kecil, penggunaan energi nuklir lebih ramah lingkungan dan meminimalisir terjadinya efek rumah kaca," ucap Haryo sambil menambahkan, sebanyak 1,1 kilogram energi nuklir hanya akan menghasilkan emisi 0 sampai 3.064 kilogram. Sedangkan untuk 87.975 kilogram batu bara akan menghasilkan CO2 sebanyak 253.281 kilogram. "Energi nuklir akan lebih ramah lingkungan."
Haryo memaparkan keunggulan energi nuklir ini di hadapan mahasiswa Sekolah TInggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Pranata Indonesia, Bekasi. Dia membawakan materi ihwal ekuivalensi energi nuklir dalam rangka kunjungan kawasan kerja bersama BRIN Tamansari Bandung, pekan lalu.