Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti gabungan dari University of Technology Sydney, Queensland University of Technology (QUT), dan Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), belakangan memaparkan hasil penelitian mengenai dampak banjir terhadap masyarakat di Surabaya. Peneliti bencana dari QUT, Connie Susilawati, mengatakan riset ini bertujuan memberdayakan masyarakat rentan supaya bisa bertahan dari bencana tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kelompok masyarakat yang tidak rentan cenderung memiliki antisipasi yang lebih baik dalam menghadapi banjir dan setelah banjir," ujar Connie di Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat rentan yang disebutkan dalam riset ini adalah anak-anak, perempuan, individu lanjut usia, penyandang disabilitas, dan mereka yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi. Connie menyebut masyarakat rentan memerlukan perhatian khusus dari organisasi masyarakat dan pemerintah.
Merujuk penelitian tersebut, modal sosial sangat dibutuhkan agar bisa bertahan menghadapi banjir. Tingkat kekhawatiran masyarakat rentan juga berbeda bila tinggal bersama anggota keluarga lainnya, seperti orang tua dengan anak.
“Temuan-temuan ini sangat sulit kami bandingkan dengan negara yang lain,” ucap profesor dari QUT tersebut. Masyarakat Australia, dia mencontohkan, cenderung individualis dan minim yang saling kenal meski bertetangga.
Kajian itu juga menunjukkan bahwa penanganan banjir di setiap kelurahan di Surabaya saling berbeda, baik soal manusia maupun lingkungannya. Sebagai contoh, tidak semua wilayah Surabaya terdampak banjir akibat luapan sungai. Ada juga area yang cenderung terkena banjir rob.
Ada juga gambaran peluang perbaikan dari sisi infrastruktur maupun kebijakan, misalnya pemeliharaan saluran air dan aset alami yang bisa mengatasi banjir. Mewakili tim peneliti dari ketiga lembaga, Connie mengusulkan penyusunan kebijakan antisipasi banjir yang sesuai dengan keadaan setempat. Penanganan bahala tersebut bisa berupa program yang tersentral pada kebutuhan manusia alias person centered program.
“Kalau personalized, berarti ada 20 program untuk 20 orang,” kata dia. “Person centered itu tergantung kebutuhan masing-masing,”
“Kita justru banyak mengerti tentang modal-modal kita yang sebenarnya, modal sosial kuat, di bagian infrastruktur sebagian,” ucapnya.
Hasil penelitian ihwal dampak banjir ini sedang ditinjau, sebelum dipublikasikan lewat jurnal ilmiah. Datanya dikumpulkan sejak September 2023 hingga Maret 2024, sudah mencakup survei, wawancara, dan pembahasan alias workshop. Ada sedikitnya 60 informan dari kalangan tokoh masyarakat dan pemerintah yang diwawancara oleh para peneliti.
Tim peneliti juga menyurvei 600 rumah tangga di enam kelurahan untuk studi kasus, mulai dari Pakal, Lidah Kulon, Dukuh Pakis, Sidotopo Wetan, Gundih, dan Medokan Ayu. Riset ini disokong oleh Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Australia melalui Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia (KONEKSI).
Pilihan Editor: Mantan Belandong Menjadi Penjaga Hutan Gunung Palung