BARANGKALI ini adalah loudspeaker paling lantang di dunia. Tanpa perlu kabel atau sinyal elektronik, suara benda yang dapat berdentam di Hawaii ini - dengan menempuh jarak ribuan kilometer - mampu berkumandang sampai ke Alaska dan Selandia Baru. Dan karena merambat hampir 1.000 meter di bawah laut, getaran pengeras suara itu tidak akan mengganggu orang tidur malam. Loudspeaker bawah laut itu kini sedang digarap para ahli yang mewakili lembaga riset kelautan dari tujuh negara, di antaranya Amerika Serikat, Australia, Kanada, Inggris, Jerman, dan Selandia Baru. Mereka bergabung dalam proyek yang disebut ATOC (Acoustic Thermometry Ocean Climate). Dua pengeras suara telah dipasang di perairan Hawaii dan California. Lantas, 18 mikrofon penerimanya dipasang di pelbagai tempat, termasuk di Australia, Selandia Baru, dan Alaska. Kalau loudspeaker yang bentuknya mirip tabung berdiameter 75 cm dengan panjang 150 cm itu berdendam, gelombang suara pun terpancar, merambat di dalam air laut dengan kecepatan 1.440 meter per detik - empat kali kecepatan di udara. Getaran suara tersebut ditangkap oleh mikrofon mitranya satu atau beberapa jam sesudahnya. Kalau suhu air lebih hangat, perjalanan gelombang itu lebih cepat. Pendek kata, kecepatan rambatan getaran suara itu mudah dikonversikan menjadi suhu air laut. Proyek ATOC ini, sebagaimana ditulis di koran Washington Post dua pekan silam, bermaksud mengukur temperatur air laut dalam skala yang luas dan jangka panjang. Pengukuran seperti ini tidak dapat dilayani oleh termometer konvensional. Satelit cuaca, yang bisa mengindra suhu laut secara luas, tak ada yang diprogram membuat pengamatan jangka panjang. "Padahal datanya diperlukan untuk pengamatan pemanasan global," kata Andrew Forbes, ahli dari Australia yang ikut meramaikan proyek ATOC. Isu pemanasan global memang sudah menggelinding sekitar sepuluh tahun silam. Yang dituding sebagai biang keroknya adalah penumpukan zat asam arang (CO2) di atmosfer, terutama sebagai hasil pembakaran minyak bumi dan pembabatan hutan. Semakin banyak CO2 lepas ke atmosfer, udara semakin hangat - dan keadaan ini yang sering disebut sebagai efek rumah kaca. Jadi, mau tak mau, bila udara makin panas, suhu air laut pun bakal meningkat. Sejauh mana efek rumah kaca mendongkrak suhu atmosfer? Selama ini datanya simpang-siur karena belum ada riset jangka panjang yang memberi data tepercaya dan dapat dilakukan secara murah. Proyek ATOC itu bermaksud merintisnya dengan mengukur suhu. "Perubahan suhu air laut dapat dipakai sebagai indikator perubahan suhu atmosfer," tutur Forbes. Dua pengeras suara ATOC yang ditanam 900 meter di bawah permukaan air laut itu tak akan berbunyi sepanjang hari. Selama dua bulan pertama nanti, benda ini berdentam tiap-empat jam, masing-masing 20 menit. Mikrofon bisa membedakan suaranya dari derum tanker, kapal selam, atau pekikan ikan paus. "Ada sinyal dan kode khusus yang menjadi cirinya," kata Forbes. Setelah dua bulan, frekuensi pengoperasiannya diperjarang menjadi sekali sehari. Evaluasi akan dilakukan sesudah proyek tadi berjalan setahun. Ini jika data yang dihasilkan ternyata akurat - setelah dikonfirmasikan dengan pengamatan melalui termometer elektronik dan satelit. Bila datanya tepercaya, proyek ini akan dioperasikan untuk jangka panjang, sehingga kecenderungan suhu air laut global pun terukur. Tapi proyek ATOC itu tak sepi dari kritik. Sejumlah aktivis penyayang binatang memprotesnya. "Proyek itu berbahaya bagi makhluk laut," kata Lindy Weilgart, salah seorang aktivis itu. Menggelegarnya suara loudspeaker itu, menurut Weilgart, dapat mengganggu siklus reproduksi ikan paus, dan salah-salah dapat membuatnya tuli. The National Marine Fisheries Service (NMFS), lembaga perikanan laut di Amerika Serikat, yang punya otoritas memveto proyek ini, tak mau bertindak gegabah. NMFS tengah melakukan penelitian soal dampak proyek ATOC. Dan itu bukan pula satu- satunya cara mengambil keputusan. "Kami juga akan mengadakan dengar pendapat," ujar Scott Smullen, tokoh NMFS, kepada Sudirman Said dari TEMPO di Washington, D.C. Tapi para ahli di ATOC optimistis. "Saya tak yakin mereka yang memprotes memahami proyek kami," kata David W. Hyde, salah satu penanggung jawab program ATOC. Satwa laut sudah akrab dengan segala macam kebisingan. Deburan badai, gelegar gempa, dan derum kapal, menurut Hyde, sudah biasa didengar penghuni laut. Itu memang tidak mendatangkan perkara serius bagi mereka. "Lagi pula, proyek ini juga bertujuan penyelamatan lingkungan," ujar Hyde. Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini