Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan sejumlah lembaga sejak Sabtu pekan lalu memanfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca atau TMC untuk meredam dampak banjir Demak, Jawa Tengah, serta daerah di sekitarnya. Operasi TMC yang biasanya dimanfaatkan agar hujan turun pada musim kemarau ini bisa juga diterapkan untuk mencegah hujan turun lebat, terutama di daerah yang berpotensi mengalami banjir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Harsoyo, mengatakan motode pemanfaatan TMC untuk dua urusan yang berbeda tersebut pada dasarnya sama. Hal yang berbeda, dalam penanganan banjir, TMC digunakan agar hujan turun di lautan, sebelum awan pembawanya sampai ke daratan. Sebaliknya, untuk mematasi cuaca panas dan kekeringan—juga bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla)–pada musim kemarau, TMC berupa penyemaian larutan garam atau natrium klorida (NaCl) pada awan justru dilakukan di atas daratan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Operasi terbaru TMC itu (untuk mengendalikan banjir) dilakukan di Demak, karena di sana banjirnya cukup berdampak parah. Seandainya masih turun hujan di daratan, maka bakal berdampak lebih jauh lagi," kata Budi saat dihubungi pada Selasa, 20 Februari 2024.
Sebelumnya, banjir menerjang sejumlah wilayah di Kabupaten Demak sejak awal bulan hingga pemerinta menetapkan status tanggap darurat bencana pada 6-19 Februari lalu. BNPB mengumumkan status tersebut diperpanjang sampai dengan 14 hari ke depan. Sejauh ini, banjir memaksa sedikitnya 18.739 orang mengungsi. Mereka untuk sementara tinggal di 125 titik pengungsian.
Penggunaan TMC diklaim andil meredam potensi banjir semakin buruk. Dalam operasi TMC ini BNPB bekerja sama dengan BRIN, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan TNI. Adapun penyemaian NaCl di udara menggunakan pesawat Cessna 208 Caravan dengan nomor lambung PK-SNM milik Smart Aviation.
Menurut Budi, dalam operasi TMC penanggulangan dampak banjir Demak, penyemaian NaCl dilakukan pada awan di ketinggian 9-11 ribu kaki di atas permukaan laut yang berada jauh dari daerah tersebut. Dalam sekali penyemaian, pesawat mampu mengangkut satu ton NaCl untuk disebarkan ke target kumpulan awan yang masih berada di lautan.
Budi mengatakan, penyemaian NaCl ke kumpulan awan tersebut tak sembarangan. Sebelum menentukan target, pemantauan dilakukan dengan merujuk radar pergerakan awan. Analisis juga harus dilakukan pada aliran sungai. Pasalnya, dampaknya bisa lebih berisiko bila hujan hasil penyemaian NaCl turun ke aliran sungai. "Jadi penting untuk membuat hujan turun sebelum sampai ke lokasi ini," kata Budi.
Beroperasi Pagi hingga Sore
Operasi TMC di Indonesia baru bisa dilakukan dari pagi hingga sore menjelang matahari terbenam. Syarat ini, kata Budi, mempertimbangkan faktor keselamatan petugas. Selain itu, penglihatan pilot hanya memadai saat penerbangan dilakukan saat masih ada cahaya matahari.
Budi mengatakan, proses penyemaian NaCl ke kumpulan awan hingga turunnya hujan tidak memakan banyak waktu, hanya sekira 10-15 menit. Penyemaian larutan awan ini bertujuan menambah inti kondensasi ke dalam awan, sehingga proses terjadi hujannya bisa lebih cepat dibandingkan kondisi normal. "Semakin cepat hujan turun, maka kumpulan awan akan hilang dan hujan di darat bisa saja tidak terjadi," kata Budi.
Menurut dia, saat ini operasi TMC cukup efektif mengurangi potensi dampak bencana banjir. Beberapa kegiatan berskala internasional di Indonesia, kata dia, juga memanfaatkan TMC, seperti ajang MotoGP Mandalika, pertemuan G20, dan KTT ASEAN. "Setidaknya untuk mengurangi intensitas curah hujan dan risiko banjirnya itu bisa ditekan," kata Budi.