Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Gunung Agung di Bali kembali erupsi dini hari tadi, 4 April 2019 pukul 01.31 WITA dengan tinggi kolom abu teramati menembus 2 kilometer dari puncak gunung, atau setara lebih kurang 5.142 meter di atas permukaan laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Erupsi tadi malam ini yang terbesar sepanjang tahun 2019 tapi belum sebesar November 2017, atau Juni-Juli 2018,” kata Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy K. Syahbana pada Tempo, Kamis, 4 April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PVMBG mencatat kolom abu hasil erupsi Gunung Agung tersebut berwarna kelabu dengan intensitas tebal dengan arah condong ke barat. Erupsi terekam di Seismogram dengan amplitudo maksimum 25 milimeter dengan durasi lebih kurang 3 menit 37 detik. Erupsi Gunung Agung juga teramati menghasilkan lontaran batu atau lava pijar berwarna merah. “Lontaran terjauh semalam sekitar 2 kilometer,” kata Devy.
Erupsi Gunung Agung tersebut dilaporkan terdengar hingga Pos Rendang, salah satu pos pengamatan Gunung Agung milik PVMBG. “Pos Rendang jaraknya 12 kilometer. Erupsi Gunung Agung umumnya tidak bersuara, kecuali saat (terjadi erupsi jenis) Strombolian,” kata Devy.
Devy mengatakan, jenis erupsi yang terjadi dini hari tersebut masuk kategori Strombolian-Sub Vulcanian. “Erupsi Strombolian sendiri bukan yang pertama kali tapi sudah terjadi sejak 2018. Erupsi strombolian Gunung Agung beberapa kali diikuti suara gemuruh,” kata dia.
PVMBG sempat mengeluarkan peringatan dini bagi dunia penerbangan atau VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) dengan kode Orange pada 4 April 2019 pukul 01.31 WITA terkait erupsi Gunung Agung dini hari tersebut yang menghasilkan kolom abu setinggi 2 kilometer dari puncak gunung tersebut. Kendati demikian, diperkirakan belum berdampak pada penerbangan di Bali.
“Sampai saat ini tidak berdampak pada penerbangan karena abu vulkanik tidak menerus. Selain itu juga arah sebarannya ke barat, sementara (bandara) Ngurah Rai ada di selatan (Gunung Agung),” kata Devy.
Devy membenarkan terpantau sebaran abu akibat erupsi Gunung Agung dini hari tadi. “Ada. Utamanya area barat daya, di antaranya wilayah Badeg, Rendang, Pempatan dan Besakih,” kata dia.
Devy mengatakan, tren erupsi Gunung Agung belum teramati menuju terjadinya erupsi besar. “Sekarang erupsi masih bersifat diskrit, tidak menerus, dan belum teramati tren ke arah erupsi besar,” kata dia.
PVMBG masih mematok status aktivitas Gunung Agung berada di Level III atau Siaga. Lembaga itu merekomendasikan warga agar tidak melakukan pendakian dengan memasuki areal zona perkiraan bahaya pada seputaran radius 4 kilometer dari kawah Gunung Agung. “Masyarakat juga agar tidak beraktivitas di dalam radius 4 kilometer (dari kawah Gunung Agung),” kata Devy.
Devy mengatakan, warga seputaran Gunung Agung diminta tetap waspada. “Masyarakat di sekitar Gunung Agung agar senantiasa menyiapkan masker untuk mengantisipasi hujan abu. Masyarakat di sekitar aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung juga agar mengantisipasi potensi bahaya lahar hujan terutama di musim penghujan,” kata dia.
Gunung Agung di Bali mulai teramati terjadi erupsi sejak 21 November 2017. Rangkaian erupsi gunung tersebut sempat terhenti selama lima bulan di penghujung tahun 208 terpengaruh rangkaian gempa Lombok. Erupsi pertama setelah lima bulan absen pasca gempa Lombok mulai reda terjadi pada 30 Desember 2018, disusul erupsi keduanya 10 Januari 2019. Setelah itu nyaris setiap pekan terjadi letusan Gunung Agung. Erupsi terakhir terjadi pada 4 April 2019, dini hari.