Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Arie Sujito, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), meluncurkan buku "Secangkir Politik" di Jakarta, Sabtu malam, 21 Desember 2019. Peluncuran buku ke-8 Arie Sujito di Tjahaja Kopi ini diisi dengan bedah buku dan obrolan bertajuk "Refleksi Demokrasi akhir tahun 2019".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, menjadi pembahas buku tersebut bersama aktivis sosial Mickel Hoelman. Diskusi diampu Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Buku “Secangkir Politik” setebal 111 halaman terdiri dari 40 artikel yang membahas situasi politik sepanjang tahun 2019. Sumber artikel berasal dari obrolan dalam acara ‘Kolom Bicara’ di RRI Pro 3 FM yang diasuh Arie setiap Kamis, jam 06.30 WIB. "(Buku) ini intisari obrolan di radio tersebut," ujar Ah Maftuchan.
Ada beragam topik yang diobrolkan dalam buku ini, dari soal literasi politik, politik identitas, hingga Kabinet Jokowi periode kedua dan pemindahan ibu kota dari Jakarta. "Semua topik ini juga dibicarakan di warung-warung kopi, di seluruh negeri, jadi tidak hanya wacana di tingkat elit," ujar Arie. "Dari sana (warung kopi) pula judul buku ini terinspirasi."
Menurut Arie, pembicaraan politik di warung kopi, agak berbeda dengan diskursus lewat pidato kampanye atau pidato kenegaraan. "Dalam perbincangan di warung kopi dan di kafe-kafe dengan ditemani secangkir kopi itu, didapat diskursus politik yang sesungguhnya, yang lebih jelas. Cangkir kopi adalah penanda, relasi simbolik dari diskursus demokrasi," kata Arie.
Arie menggarisbawahi soal politik identitas sepanjang 2019 dan selama masa kampanye Pemilihan Presiden. Ia mengatakan, saat kampanye, dampak dari politik identitas terasa sekali, termasuk di warung kopi. "Ini catatan kritis saya terhadap demokrasi yang sedang berlangsung. Memang tak ada kerusuhan, tapi tak bisa dipungkiri ada fragmentasi. Jadi politik tak usai pada 2019," kata Sekjen Ikatan Sosiolog Indonesia ini.
Menanggapi soal politik identitas tersebut, Budiman mengakui soal ini sedang mengancam demokrasi. "Kita mesti mewaspadai kecenderungan Pragmatism-driven society ini dan mendorongnya menjadi Transformed society," ujar Budiman. "Dan saya kira kuncinya ada pada generasi muda," dia menambahkan sambil menunjuk anak-anak muda yang menghadiri peluncuran buku ini. */**