Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Studi baru menemukan sebuah kubur kuno di Austria yang diduga merupakan pemakaman bayi kembar tertua yang pernah tercatat. Kubur itu dan fosil di dalamnya berusia 31 ribu tahun itu berasal dari periode Paleolitik Muda (40 ribu - 10 ribu tahun yang lalu), yang juga dikenal sebagai Zaman Batu Tua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut hasil studi, satu bayi meninggal tak lama setelah dilahirkan dan yang lain hidup sekitar 50 hari, atau lebih dari 7 minggu. Ada fosil bayi ketiga, diperkirakan bayi berusia 3 bulan, ditemukan berjarak sekitar 1,5 meter yang diduga adalah sepupu si kembar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Studi dan hasil-hasilnya itu dipublikasikan secara online di jurnal Communications Biology yang terbit 6 November 2020. “Ini adalah bukti paling awal kelahiran kembar," kata peneliti senior studi Ron Pinhasi, seorang profesor di Departemen Biologi Evolusi di University of Wina, dalam sebuah pernyataan.
Dikutip dari Live Science, 13 November, kubur kembar berbentuk oval berlokasi di situs arkeologi Krems-Wachtberg, di tepi Sungai Danube di pusat kota Krems. Kubur itu sendiri telah ditemukan pada 2005 di mana bagian permukaannya tertutup oker, pigmen merah yang sering digunakan dalam pemakaman kuno di seluruh dunia.
Kubur itu juga berisi 53 manik-manik yang terbuat dari gading gajah purba yang kemungkinan pernah diikatkan pada kalung, gigi seri rubah berlubang, dan tiga moluska berlubang yang mungkin merupakan liontin kalung. Sebuah tulang belikat raksasa juga ditempatkan di atas makam, melindungi tubuh-tubuh kecil yang dikuburkan di bawahnya selama ribuan tahun.
“Kuburan bayi lain di dekatnya juga mengandung oker, serta pin dari gading mammoth sepanjang 3 inci (8 cm), yang mungkin telah mengikat pakaian kulit saat penguburan,” tulis para penelitinya.
Penemuan ini sempat menghiasi pemberitaan utama di Austria. Para peneliti bahkan membuatkan replika kubur si kembar untuk dipamerkan di Vienna Museum of Natural History pada 2013. Saat itu tim penelitinya mengaku masih harus banyak belajar tentang pemakaman kuno tersebut.
Jadi, dalam studi terbaru, sekelompok peneliti lintas bidang ilmu bekerja sama untuk mengurai hubungan antara ketiga bayi ini dan menentukan jenis kelamin dan usia mereka saat meninggal. “Studi ini adalah yang pertama dalam catatan yang menggunakan DNA purba untuk mengkonfirmasi orang kembar dalam catatan arkeologi,” ujar Pihasi dkk.
Hasilnya tak disangka-sangka karena ternyata fosil bukan sembarang menunjuk bayi kembar, tapi kembar identik. Para peneliti tidak tahu seberapa umum kelahiran kembar selama Paleolitik Muda (tingkat berfluktuasi menurut wilayah dan waktu). Bandingkan dengan masa kini di mana kelahiran kembar diketahui terjadi setiap 85 kelahiran, dan kembar identik lahir pada sekitar satu dalam 250 kelahiran.
Ketua tim peneliti, Maria Teschler-Nicola, mengungkapkan, untuk menemukan kubur ganda dari periode Paleolitik adalah spesialisasi tersendiri. ”Fakta bahwa jumlah DNA tua yang cukup dan berkualitas tinggi dapat diekstraksi dari sisa-sisa kerangka anak yang rapuh untuk analisis genom itu sendiri sudah melebihi semua harapan kami,” kata ahli biologi di Vienna Museum of Natural History itu.
Analisis genetik dari bayi ketiga mengungkapkan bahwa ia adalah kerabat laki-laki, kemungkinan adalah sepupu. Sementara, untuk menentukan pada usia berapa bayi meninggal, para peneliti mengamati gigi seri kedua setiap bayi. Tim memberikan perhatian khusus pada apa yang disebut garis bayi baru lahir.
“Yang merupakan garis gelap di enamel gigi (lapisan pelindung gigi) yang memisahkan enamel yang terbentuk secara pranatal dari yang terbentuk setelah lahir,” kata Teschler-Nicola.
Temuan ini mengkonfirmasi praktik budaya-sejarah pembukaan kembali kuburan untuk tujuan pemakaman, yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya dalam pemakaman Paleolitik. Tim juga menganalisis unsur kimia, termasuk isotop karbon, nitrogen, dan barium, di enamel gigi, yang mengungkapkan bahwa masing-masing si kembar disusui.
Meskipun sepupu si kembar bertahan selama tiga bulan, analisis bagian giginya menunjukkan bahwa dia mengalami kesulitan makan. Dugaanya, sang ibu menderita infeksi payudara yang menyakitkan atau dikenal sebagai mastitis.
Tidak diketahui secara pasti mengapa bayi-bayi ini meninggal, tapi kematian si
kembar ini dan sepupu mereka kemungkinan besar merupakan peristiwa menyakitkan bagi kelompok pemburu-pengumpul zaman batu. Mereka dikenal hidup dengan mendirikan kemah dan menguburkan bayi mereka di sungai Donau sejak lama.
"Bayi-bayi itu jelas sangat penting bagi kelompok itu dan sangat dihormati serta dihargai," kata Teschler-Nicola menambahkan. “Penguburan yang luar biasa tampaknya menyiratkan bahwa kematian bayi-bayi itu merupakan kerugian besar bagi masyarakat dan kelangsungan hidup mereka."
LIVE SCIENCE | COMMUNICATIONS BIOLOGY