Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi di Australia menemukan antibodi sintetis (antibodi monoklonal) sotrovimab mungkin menyebabkan virus corona bermutasi hingga membuatnya resisten terhadap obat tersebut. Sotrovimab sejatinya tersedia di banyak negara untuk digunakan kepada pasien Covid-19 yang sangat rentan untuk bergejala parah dan bahkan meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sotrovimab bekerja dengan menetralisir protein paku SARS-CoV-2, protein kunci bagi kemampuan virus itu untuk menginfeksi sel. Diberikan melalui infus, terapi medis dengan sotrovimab harus diberikan kepada seorang pasien dalam lima hari pertamanya menunjukkan gejala Covid-19 untuk mencegahnya sakit bertambah parah. Sotrovimab bahkan menjadi satu dari sedikit antibodi monoklonal yang dinilai mampu menarget Covid-19 varian Omicron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Studi dilakukan Rebecca Rockett, seorang doktor peneliti genom patogen dari University of Sydney, dan koleganya. Mereka memeriksa 100 orang pertama yang menerima obat Covid-19 sotrovimab di sebuah fasilitas kesehatan di New South Wales antara Agustus dan November 2021. Saat itu Covid-19 varian Delta dominan di dunia dan Australia.
Hasil studi yang telah dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine edisi Kamis 10 Maret 2022, sebanyak delapan orang, yang pernah menjalani terapi secara persisten, terkonfirmasi positif terinfeksi SARS-CoV-2. Kepada mereka juga dilakukan pengambilan sampel dari saluran pernapasannya sebelum dan sesudah mereka menerima sotrovimab.
Hasilnya, pada empat dari delapan pasien itu, SARS-CoV-2 ternyata telah mengembangkan mutasi pada protein paku. Mutasi terjadi antara enam dan 13 hari setelah terapi sotrovimab dimulai. "Perubahan genetik hanya pada sebagian kecil pasien namun membuat obat (sotrovimab) menjadi inaktif secara efektif," kata Rockett.
Rockett dkk menyerukan peningkatan upaya pemantauan genomik sekitar penggunaan sotrovimab. Disarankan kepada mereka yang diketahui mengembangkan virus yang bermutasi usai menjalani terapi medis tersebut untuk menjalani isolasi hingga virus dipastikan telah bersih. "Apa yang kami tidak ingin lihat adalah virus resisten menyebar dalam mansyarakat, karena itu akan berarti menjadikan banyak orang juga tidak akan dapat menggunakan obat itu," kata Rockett.
NEW SCIENTIST, THE GUARDIAN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.