Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Supaya Palapa Tak Boros

Rencana pemesanan palapa II yang seharusnya bisa diluncurkan th 1982. Tujuannya adalah pemakaian efisien tanpa pemborosan investasi. Belum diputuskan roket buatan mana yang akan di pesan. (ilt)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASA daluwarsa Palapa l yang terjamin ialah sampai 1983, 7 tahun setelah diluncurkan dari Cape Kennedy, Florida (AS). Bagaimana penggantinya? Pertanyaan ini sekarang belum terjawab, tapi para pejabat tinggi yang terlibat dalam Sistim Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) jelas sudah merasa terdesak oleh waktu. Persoalan ialah Palapa II seharusnya bisa diluncurkan tahun 1982 -- setahun lebih dini, karena diperlukan waktu peralihan operasi dari satelit yang lama ke yang baru. Ancer-ancer waktu setahun itu juga untuk menjaga kemungkinan terlambatnya pembuatan satelit baru dan saat peluncurannya. Maka dalam waktu dekat ini perencanaan untuk memesan Palapa II sudah harus diselesaikan. Bagi Indonesia, walaupun negara berkembang, bukanlah uang yang menjadi kesulitan untuk memesannya. Kesulitan rupanya ialah untuk menetapkan seberapa besar Palapa II yang diperlukan selama 7 tahun berikutnya sampai 1990. Ketika memesan Palapa I, Indonesia tampaknya belum begitu menghiraukan soal satelit itu akan terpakai penuh atau tidak, sebab hal pengadaan SKSD yang lebih diutamakan. Pembangunannya pun dalam keadaan tergesa-gesa, apalagi persiapan untuk keperluan pemilu 1977 ikut menjadi pertimbangan. Palapa I terdiri dari dua satelit, masing-masing memiliki 12 transponder. Segera setelah diluncurkan, pemakaiannya masih rendah sekali. Praktis satu satelit saja bekerja. Satu lagi yang menganggur dinyatakan sebagai cadangan. Dari satu yang berfungsi itu kini pun cuma 7 transponder yang terpakai. Semustinya 10 dari 12 transponder di tiap satelit itu bekerja supaya boleh disebut terpakai penuh. Transponder adalah pemancar gelombang mikro. Tiap transponder mampu melayani 400 sirkuit (800 saluran) telepon dan telex atau 1 saluran TV berwarna. Dari satelit ke bumi (down link) tiap transponder memakai frekwensi 4 GHz igaherz) -- sedangkan sebaliknya, yaitu dari bumi ke atas (up link) digunakan frekwensi 6 GHz. Tidak dapat disangkal bahwa adanya Palapa ini telah memperlancar hubungan antar pulau. Pembicaraan telepon, misalnya, meningkat ke 3.252.500 tahun 1978 dari 2.256.883 tahun 1977. Siaran TV-RI pun sudah bisa dilihat di tempat terpencil seperti Irian Jaya, dan terakhir di propinsi ke-27 (Timor Timur) . Pemakaiannya cenderung meningkat. Tapi jelas tidak secepat seperti diharapkan semula. Negara tetangga yang diharapkan menyewa Palapa, misalnya, baru Pilipina saja -- mulai Januari lalu -- dengan 1,5 transponder. Padahal Indonesia sudah menawarkan tarif 25% lebih murah ketimbang negara tetangga menyewa Intelsat, sistim satelit komunikasi internasional. Malaysia menyewa Intelsat itu untuk komunikasi domestiknya, tapi pemerintahan Malaysia -- demikian pula Thailand -- diharapkan tak lama lagi menjadi langganan Palapa pula. Sebagai langganan pertama, Pilipina membayar $1 juta per transponder setahun. Perjanjian sewanya berlaku 5 tahun. Ada kemungkinan kebutuhan Pilipina akan transponder meningkat dari tahun ke tahun menjelang 1990, mungkin sampai 4. Tapi jika Pilipina saja yang berminat, Indonesia -- walaupun kebutuhannya juga meningkat -- akan memesan 2 satelit yang berukuran minimal seperti Palapa I saja (total 24 transponder) untuk peluncuran 1982. Ditjen Postel menaksir Indonesia membutuhkan 12 transponder sampai tahun 1990. Jika Malaysia dan Muangthai akhirnya menyewa pula, tentu saja, ukuran satelit yang lebih besar akan dipesan, dengan memperhitungkan keperluan cadangan. Tapi jelas bukan dengan cadangan sebesar sekarang, karena pemakaian efisien tanpa pemborosan investasi yang dituju. Lebih Murah Rencana pemesanan untuk 1982 bukan hanya soal ukuran satelit, melainkan juga hal perlu atau tidaknya ditambah jumlah satelit bumi, yang kini sebanyak 40. Selain itu, kemajuan teknologi pada awal 1980-an menjadi bahan pertimbangan pula. Tahun 1976, roket Thor-Delta 2914 membawa Palapa ke angkasa. National Aeronautical Space Agency (NASA) di AS sedang berusaha membina jenis kendaraan peluncur baru. Dinamakan Space Transportation System (STS) atau Space Shuttle, jenis itu mungkin bisa mulai digunakan tahun 1981. Sesudah itu NASA mungkin tidak akan memakai lagi jenis roket. Biayanya dengan STS mungkin akan lebih murah, tapi masih besar risikonya pada tahuntahun permulaannya -- pada saat Palapa II harus diluncurkan. Jika tidak mau ambil risiko, mungkin jenis roket akan tetap dipilih untuk meluncurkannya. European Space Agency (ESA), suatu konsorsium kegiatan angkasa luar negara-negara Eropa tahun ini akan memperkenalkan kendaraan peluncur jenis roket Ariane. Kemampuannya kira-kira akan sama dengan Atlas Centaur buatan AS. Mungkinkah Palapa II memakai roket buatan Eropa? Itu juga termasuk pertanyaan yang belum terjawab. Tapi waktu makin mendesak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus