Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN kembali mengkoreksi hasil identifikasinya terhadap benda asing sampah antariksa yang ditemukan di perairan pantai selatan Kalimantan Tengah pada awal pekan ini. Dua kali analisis sebelumnya terbukti keliru semua setelah Badan Antariksa Nasional Cina (CNSA) memberi konfirmasi bahwa benda tersebut bukanlah bagian dari badan roket yang sudah mengorbit, melainkan payload fairing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Payload fairing adalah bagian dari sebuah roket yang berfungsi melindungi muatan, seperti satelit, dari panas akibat tekanan di atmosfer. Bagian ini tidak ikut mengorbit karena sudah akan dilepaskan dan jatuh lagi ke Bumi begitu roket hendak memasuki ruang antariksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini update final sampah antariksa yang ditemukan di pantai selatan Kalimantan Tengah," kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin via aplikasi pesan WhatsApp kepada Tempo, Jumat malam 8 Januari 2021. "Gambar lengkap dari Tim Evakuasi dan CNSA melengkapi informasi dan mengkoreksi hasil analisis sebelumnya."
Thomas memaparkan bahwa payload fairing yang dimaksud berasal dari roket Long March/CZ-8 yang meluncur ke antariksa dari Wenchang Space Launch Center di Hainan, Cina, pada 22 Desember 2020. Bagian pelindung itu dilepaskan dan jatuh saat roket meluncur di atas perairan sebelah barat laut Kalimantan, tepatnya sekitar Laut Cina Selatan- Laut Natuna Utara, yang termasuk wilayah laut internasional.
Karena ringan--terbuat dari bahan plastik yang diperkuat sehingga bisa terapung di laut--pecahan dari payload fairing itu diduga terbawa arus laut menuju Selat Karimata dan ke Laut Jawa. Sebelum akhirnya terdampar di pantai Teluk Kramat, Kotawaringin Barat, Kalimantan Selatan. "Tidak diketahui waktu terdamparnya di pantai, namun warga menemukan, kabarnya, pada 4 Januari 2021," kata Thomas menambahkan.
Berbeda dengan sampah antariksa dari roket yang sudah mengorbit, Thomas menjelaskan, payload fairing sebenarnya lebih jelas kapan dan di mana akan jatuh. Otoritas peluncuran pun, ditambahkannya, wajib menginformasikan kepada pihak-pihak terkait karena potensi bahaya dari kejatuhan benda ini juga lebih jelas: potensi tabrakan dengan pesawat terbang dan kapal laut.
"Itu sebabnya otoritas peluncuran harus menginformasikan kepada otoritas penerbangan (dengan Notam atau notice to airmen) dan otoritas pelayaran (Notmar atau notice to mariners) terkait," kata Thomas lagi.
Sayang, Thomas tak menjawab detail saat ditanya apakah notifikasi itu juga telah diterima sebelum kejatuhan benda milik CNSA itu membikin heboh di Kalimantan Tengah tersebut. Dia hanya menulis, "Notifikasi semestinya sebelum peluncuran 22 Des 2020."
Tim gabungan bersama warga Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah melakukan pengecekan benda atau serpihan yang diduga bangkai pesawat terbang yang ditemukan di perairan Kumai, Selasa, 5 Januari 2021. Kredit: ANTARA/HO-Humas Polda Kalteng
Seperti diketahui, dalam dua kali analisis sebelumnya LAPAN menyatakan kalau benda asing bertulisan CNSA itu adalah bangkai dari roket Cina. Yang pertama menyebutkan bagian dari roket yang meluncurkan Satelit Navigasi Beidou, jatuh pada Senin 4 Januari. Belakangan roket itu didapati masih utuh mengorbit sehingga dilakukan analisis yang kedua dan menunjuk roket pengantar satelit observasi Bumi, Geofen-13, yang jatuh pada Sabtu sepekan lalu.
Baca berita sebelumnya:
LAPAN Koreksi Bangkai Roket Cina Jatuh di Kalimantan, Ini Datanya
Analisis yang pertama dilakukan terhadap benda-benda antariksa yang melintas di atas wilayah Kalimantan pada 4 Januari, sedang yang kedua menelusuri sampah antariksa yang jatuh ke Bumi mundur lagi beberapa hari. "Analisis-analisis sebelumnya dikoreksi karena ternyata objek itu bukan badan roket, tetapi hanya fairing)," kata Thomas menanggapi dua kekeliruan itu.