Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dilansir dari roboguru.ruangguru.com, menjadikan manusia sebagai objek penelitian tidak mudah karena manusia mempunyai kondisi kehidupan yang sangat berbeda dari hewan maupun tumbuhan. Hal ini karena manusia memiliki aturan sosial, agama, dan lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tetapi, penggunaan manusia sebagai objek penelitian bisa dicari justifikasinya melalui etika utilitarianisme dan etika deontologis.
- Dengan Etika Utilitarianisme
Mike W. Martin dan Roland Schinzinger dalam bukunya berjudul “Introduction Engineering Ethics” mengatakan bahwa utilitarianisme menekankan bahwa satu-satunya standar tindakan yang benar adalah konsekuensi yang baik. Persyaratan moralnya secara umum adalah menghasilkan kebaikan untuk banyak orang. Karena itu, menurut penulis, etika ini adalah etika paling logis dan rasional dari penggunaan orang sebagai objek penelitian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penggunaan etika utilitarianisme ini misalnya tercermin dalam “Pengantar Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan” yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan pada 2011.
Dalam modul tersebut, etika utilitarian disebut dalam sub bab penelitian epidemiologi. Pemerintah sadar bahwa penelitian ini memberi peluang besar terjadinya pengabaian keinginan dan hak asasi manusia subyek yang diteliti. Tetapi, risiko ini dapat diminimalisir dengan perlindungan yang ketat terhadap kerahasiaan dari informasi kesehatan yang diperoleh dan pendekatan sosio-kultural yang persuasif. Selain itu, penelitian ini dianggap penting karena penelitian epidemiologi mengutamakan kepentingan publik atau masyarakat (utilitarian).
Dilema dalam konsep utilitarian memang sudah lama menjadi perhatian. Hal ini karena kepentingan seseorang atau sekelompok orang harus dikorbankan agar orang lain yang jumlahnya lebih banyak tetap tercapai kepentingannya.
- Dengan Etika Deontologis
Selain menggunakan etika utilitarianisme, justifikasi yang dapat membenarkan manusia sebagai objek penelitian adalah etika deontologi. Mike dan Roland mengatakan etika dentologi menganggap tindakan yang benar adalah tindakan yang diwajibkan oleh kewajiban untuk menghormati kebebasan atau otonomi individu. Etika ini hadir karena kesadaran akan korelasi antara hak dan kewajiban.
Etika ini, yang dijadikan dasar justifikasi penggunaan orang lain sebagai objek penelitian, adalah karena Immanuel Kant, tokoh pentolan dari etika deontologis, mengatakan bahwa kewajiban moral adalah keharusan kategoris, bukan hipotesis.
Apabila Anda ingin berbuat baik, berbuat baiklah karena perbuatan baik itu adalah baik. Bukan karena perbuatan baik akan mendatangkan A, B, atau C. Jadi, seseorang yang dijadikan objek dalam suatu penelitian sadar bahwa apa yang dilakukannya tersebut adalah kewajiban moralnya sebagai seorang manusia.
Seseorang yang menggunakan orang lain sebagai objek penelitian juga tidak dapat dikatakan amoral. Karena, mengutip apa yang pernah Kant katakan, bahwa amoralitas terjadi ketika kita hanya menggunakan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan kita, bukan sebagai agen otonom yang memiliki tujuan sendiri.
Dalam hal ini, penelitian yang memang menggunakan orang lain untuk mencapai tujuannya. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah orang lain tersebut juga sadar akan hal itu, dan keputusannya adalah murni berasal dari otonominya sebagai individu. Hal ini biasanya dibuktikan dengan adanya consent form.
NAUFAL RIDHWAN ALY
Baca: Perlunya Kolaborasi Industri ini Tantangan Utama yang Para Peneliti