Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Tim Peneliti di Cambridge Temukan Cara Menyambung Tanaman Monokotil

Teknik ini tidak pernah dibayangkan sebelumnya bisa dilakukan untuk jenis-jenis tanaman monokotil karena tak memiliki kambium.

7 Januari 2022 | 05.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pohon kurma yang tumbuh 2,5 tahun setelah menjalani teknik sambung. Gambar insert menunjukkan bagian pangkal tanaman dan lokasi sambungan. newscientist.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah teknik baru menyambung tanaman berpotensi untuk bisa semakin meningkatkan produksi dan membasmi penyakit untuk beberapa jenis tanaman pangan paling terancam, seperti pisang dan kurma.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknik menyambung (kopulasi), di mana akar dari satu jenis tanaman ditempelkan ke pangkal batang jenis tanaman yang lain telah dipraktikkan dalam pertanian selama ribuan tahun. Seperti yang dilakukan pada jenis-jenis tanaman seperti apel dan jeruk, kopulasi bisa untuk pemuliaan tanaman: memperbaiki pertumbuhan dan menghilangkan penyakit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi, teknik ini tidak pernah dibayangkan sebelumnya bisa dilakukan untuk jenis-jenis tanaman monokotil. Termasuk di dalamnya adalah rumput-rumputan seperti gandum dan oat, juga tanaman pangan bernilai tinggi lainnya seperti pisang dan kurma. Seperti diketahui, jenis-jenis tanaman berbiji tunggal tersebut tak memiliki jaringan vaskuler yang disebut kambium yang membantu pemulihan tanaman dalam teknik sambung.

Julian Hibberd dari Jurusan Ilmu Tanaman di University of Cambridge, Inggris, dan koleganya menciptakan terobosan lewat temuan teknik yang memungkinkan tanaman monokotil disambung. Mereka mengekstrak jaringan embrionik dari benih atau biji tanaman monokotil dan menempatkannya ke lokasi sambungan dua spesimen tanaman monokotil yang berasal dari spesies yang sama—sesama gandum, misalnya.

Jaringan itu mampu menstimulasi pertumbuhan dan menyatukan dua tanaman menjadi satu. Tim peneliti menggunakan zat pewarna fluoresens untuk memverifikasi akar dan batang yang disambung telah menyatu dan dapat saling mentransportasikan air dan nutrisi. “Sebagai sebuah terobosan ilmu, ini luar biasa,” kata Colin Turnbull dari Imperial College London, dan tidak terlibat dalam penelitian oleh tim Hibberd dkk.

Metode baru ini diperkirakan bisa diterapkan luas di seluruh anggota keluarga tenaman monokotil, termasuk tanaman pangan penting lainnya seperti nanas, pisang, bawang, tequila agave (agave biru), kelapa sawit dan kurma. Hasil awal dari penelitian di laboratorium oleh Hibberd dkk juga mengindikasikan teknik sambung itu bisa dilakukan antarspesies berbeda.

Mereka melakukannya dengan menyambung batang gandum ke akar oat yang bebas penyakit. Ini diharapkan bisa menghasilkan jenis tanaman gandum super, yang bebas dari penyakit asal tanah, meski belum jelas apakah teknik proteksi seperti ini akan ekonomis diterapkan di lapangan.

Hibberd pun awalnya ragu. “Ini sesuatu yang sangat indah. Ini adalah hal terbaik dari ilmu pengetahuan, di mana Anda menemukan sesuatu meski semua orang sebelumnya bilang tidak mungkin,” kata dia.

Teknik ini disebutnya bisa sangat bermanfaat untuk memerangi penyakit di spesies tanaman yang rentan seperti pisang Cavendish. Tak mampu bereproduksi secara seksual, pisang jenis ini melakukannya hanya dengan kloning. Ini artinya produk pangan yang dihasilkan seragam secara genetik, sehingga sangat rentan terhadap penyakit-penyakit seperti penyakit Panama yang disebabkan jamur dalam tanah.

“Dengan menyambungkan pangkal batang (atau akar) yang anti-penyakit itu, pisang Cavendish bisa menghindari penyakit Panama,” kata Hibberd yang bersama timnya mempublikasikan hasil penelitian ini di Jurnal Nature yang terbit 22 Desember 2021.

Teknik ini mungkin tidak murah untuk jenis rumput seperti gandum dan oat, karena prosesnya akan melibatkan perulangan jutaan kali untuk sekali masa panen. Tapi untuk tanaman besar yang umurnya tahunan, seperti kelapa sawit atau tequila agave, Hibberd dan timnya meyakini teknik mungkin akan sangat efektif dan murah.

Selain dari University of Cambridge, peneliti biologi yang tergabung dalam studi sambung tanaman monokotil ini juga berasal dari University of Agricultural Sciences, Swedia; University of Illinois di Chicago, Amerika Serikat; dan International Wheat and Maize Improvement Center (CIMMYT), El Batan, Meksiko.

NEW SCIENTIST, NATURE

 


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus